Assalamu ‘Alaykum Warahmatullahi Wabarakatuh
اَلْحَمْدُ
لِلَّهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ، وَلاَ حَوْلَ وَلاَ
قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لاَ
شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
Paling tidak ada lima faktor yang mempengaruhi ketenangan
jiwa seseorang yaitu: situasi dan kondisi sekitar, rasionalisme, kesehatan,
unsur material, dan nilai kerja.
• Situasi
dan kondisi sekitar. Ketika kemampuan yang dimiliki seseorang tidak sebanding
dengan beban yang dipikulnya, atau apabila lingkungan seseorang selalu
bertentangan dengan hati nurani, maka akan
menimbulkan gangguan psikologis yang pada gilirannya menjurus kepada
keterpaksaan. Kondisi ini apabila dibiarkan berlarut-larut akan dapat
menimbulkan kelabilan jiwanya.
• Rasionalisme.
Bila rasio itu digunakan secara berlebihan akan dapat menimbulkan kegersangan
jiwa, karena secara esensial rasio hanya merupakan penemu alternatif, bukan
pemberi kepuasan. Keadaan ini pernah dialami umat Islam pada Perang Badar dan
Perang Uhud yang secara rasional dalam segala hal umat Islam kalah dengan musuh
sehingga menimbulkan isu keraguan akan ‘pertolongan Allah’ (Ali Imran,3:126 dan
al-Anfal, 8:10). Demikian juga yang dialami Ibrahim yang ingin bukti nyata akan
kemahakuasaan Allah berdasarkan rasio, yang akhirnya menyadari kelemahan akal
(al-Baqarah, 2:260).
• Kesehatan.
Sudah barang tentu bahwa kesehatan sangat menentukan bagi adanya ketenangan
jiwa seseorang. Oleh karenanya Islam menekankan bahwa akal yang sehat terdapat
pada tubuh yang sehat, meskipun tidak selamanya demikian.
• Unsur
materi. Kendatipun bukan menjadi tujuan, materi adalah sarana kehidupan yang
sangat mempengaruhi ketenangan jiwa seseorang. Salah satu contoh dapat dilihat
dalam pelaksanaan ibadah. Tidak sedikit pelaksanaan ibadah yang tidak dapat
dipisahkan dari unsur material. Apabila tidak disadari kedudukan materi di
dalam kehidupan dan pelaksanaan ibadat, maka akan menjurus kepada ‘fitnah’ dan
membawa kealpaan untuk mengigat Allah sebagaimana dialami oleh ummat Nabi Isa
as. (al-Maidah,5:113) dan mereka menjadi budak nafsu (Yunus,10:7), an-Nalh,
16:112, dan al-Hajj, 22:11).
• Nilai
kerja. Bila pekerjaan tidak berkaitan dengan ridha Allah, maka di saat-saat
tertentu boleh jadi seseorang itu tidak mendapat perkenan di hadapan Tuhan.
Bila hal ini berlangsung, maka orang tersebut bisa jadi merasa bersalah dan
dikejar-kejar dosa, dan senantiasa dibayangi pertanyaan apakah aktifitas yang
dilakukannya dianggap baik menurut agama. Itulah sebabnya nilai pekerjaan
seseorang turut mempengaruhi ketenangan jiwanya.
Berangkat dari kenyataan itu, maka ketenangan jiwa akan
diperoleh seseorang apabila ia bersedia menjalankan kelima faktor itu diatas
petunjuk Allah SWT, pencipta kelima faktor ketenangan jiwa manusia itu. Cara
yang dapat ditempuh agar mendapatkan ketenangan adalah menjadikan iman dan
Islam sebagai landasan dan pencarian ridha ilahi sebagai tujuan dalam aktifitas
kesehariannya.
Dari uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa iman yang
membentuk jiwa yang tenang itu bukanlah hal yang berdiri sendiri, tetapi harus
didukung banyak hal. Karena itu pekerjaan harus dibangun dengan landasan
keimanan dan keislaman agar memberikan ketenangan jiwa bagi pelakunya dan
memberi kegairahan kerja. Ketenangan jiwa akan meningkatkan produktifitas
karyawan jauh melebihi karyawan perusahaan lain yang tidak dibangun di atas
landasan keislaman dan keimanan.
Wassalamu ‘Alaykum Warahmatullahi Wabarakatuh
Belum ada tanggapan untuk "Ceramah Singkat: Faktor-faktor Pencipta Ketenangan Jiwa"
Post a Comment
Dilarang membagikan link judi, pornografi, narkoba, dan kekerasan. Terimakasih.