Assalamu ‘Alaykum Warahmatullahi Wabarakatuh
اَلْحَمْدُ
لِلَّهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ، وَلاَ حَوْلَ وَلاَ
قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لاَ
شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
Ada cara beragama yang mempersepsikan Tuhan amat jauh
dari kehidupan. Persepsi ini muncul dari pemahaman bahwa Tuhan Maha Tinggi dan
Maha Gaib secara kaku, atau pemahaman bahwa Tuhan adalah Maha Pembalas dan
Penghukum bagi setiap prilaku menyimpang. Pemahaman seperti ini jika
berlangsung secara kaku akan melahirkan cara beragama yang amat gersang dan
menegangkan, sehingga peran agama tidak begitu berarti dalam memberikan
semangat dinamika dan ketenangan bagi para penganutnya, terutama di saat-saat
terjadinya perubahan sosial yang amat cepat, seperti era reformasi di
Indonesia.
Cara beragama yang positif adalah cara yang
mempersepsikan bahwa Tuhan selalu “hadir” menyertai manusia, memberi petunjuk
(hudan) terhadap apa yang akan dan seharusnya dilakukannya, dan memberikan
pertolongan jika manusia mengalami kesulitan dalam pelaksanaannya.
Sesungguhnya Islam memberi petunjuk bahwa Allah
senantiasa menyertai manusia dalam kehidupan kehidupan. Hal ini dapat di lihat
umpamanya dalam ayat al-Qur’an, ketika Rasul bersama Abu Bakar di Gua Sur.
Ketika keduanya berada dalam gua diwaktu dia berkata kepada temannya:
“Janganlah kamu berduka cita sesungguhnya Allah beserta kita”. Maka Allah
menurunkan ketenangan-Nya kepada Muhammad dan membantunya dengan tentara yang
kamu tidak melihatnya. (al-Taubah:40).
Pada ayat lain juga disebutkan : “Sesungguhnya Tuhanmu
benar-benar mengawasi” (al-Fajr : 14). “Dan yang kami wahyukan kepadamu dari
kitab (al-Qur’an) adalah yang haq, membenarkan apa-apa yang sebelumnya
(kitab-kitab). Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha melihat hamba-hambanya”.
(Q.S. 35/Fathir : 31).
Ayat-ayat diatas mengisyaratkan bahwa Allah SWT tidak
pernah jauh dari manusia, apalagi meninggalkannya. Akan tetapi Dia selalu
menyertai mereka bahkan dalam aktifitas Manusia.
Keyakinan akan kehadiran Tuhan dalam aktifitas kehidupan
seseorang yang beragama paling tidak akan memunculkan tiga hal.
Apabila melakukan amal (pekerjaan) yang baik ia merasa
mendapat perkenan dari Allah, sekaligus menumbuhkan semangat kerja yang lebih
tinggi. Pada sisi lain seringkali orang yang beribadah merasa mendapat respon
dari Allah, sehingga dirinya merasa tenteram. Inilah yang pernah dirasakan para
sufi ketika memperoleh “hal” dan orang-orang yang saleh.
Orang yang merasa kehadiran Tuhan dalam hidupnya tidak
pernah merasa sendiri dalam melakukan aktifitas-aktifitas yang baik, sehingga
akan muncul keberanian dalam dirinya.
Orang yang merasakan kehadiran Tuhan akan memiliki rasa
pengendalian diri yang tinggi. Rasulullah Saw bersabda : “Bahwa ada tiga
keadaan (manusia) yang berkaitan dengan iman, (1) dalam keadaan emosi seseorang
mampu mengendalikan dirinya, (2) dalam keadaan berkuasa (menduduki jabatan)
seseorang tidak akan melampaui hak-haknya, dan (3) dalam keadaan gembira, dia
tidak melewati batas/berlebihan”.
Mengapa tiga keadaan tersebut dihubungkan dengan keimanan? Sebab seorang mukmin
dituntut untuk beriman bahwa Allah selalu hadir (ada), meskipun gaib. Setiap
orang, jika memahami bahwa Allah SWT setiap saat hadir dalam hidupnya, ia akan
senantiasa mengendalikan seluruh tindak-tanduknya.
Wassalamu ‘Alaykum Warahmatullahi Wabarakatuh
Belum ada tanggapan untuk "Kultum: Merasakan Kehadiran Allah"
Post a Comment
Dilarang membagikan link judi, pornografi, narkoba, dan kekerasan. Terimakasih.