|
Bisnis
|
Assalamu ‘Alaykum Warahmatullahi Wabarakatuh
اَلْحَمْدُ
لِلَّهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ، وَلاَ حَوْلَ وَلاَ
قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لاَ
شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
“Mengapa kalian tidak jadi pedagang, padahal Nabi kalian
adalah pedagang yang ulet dan berhasil?” demikian kata Prof. Sutan Takdir Ali
Syahbana kepada para mahasiswanya dalam satu pertemuan. Memang kalau diamati
secara seksama persoalan sangat serius yang dihadapi ummat Islam adalah
keterbelakangan ekonomi. Dan hal ini seringkali disebabkan lemahnya keinginan
mereka untuk menjadi pedagang atau menjadi pelaku ekonomi. Terlebih lagi ada yang memahami bahwa agama harus
dipisahkan dari dunia ekonomi, karena adanya hadis-hadis yang mengisyaratkan
agar seseorang untuk tidak mengejar dunia. Dan untuk menghindari dampak agar
ummat Islam tidak terjebak dalam praktek riba sebagaimana lazimnya terjadi
dalam dunia ekonomi, sehingga para ahli tasauf sering mengaggap bahwa terjun ke
dunia ekonomi dapat meghilangkan keteguhan iman seseorang.
Dalam sejarah disebutkan bahwa Nabi Muhammad yang
menekuni aktifitas hidupnya secara serius sebagai pedagang, baik bersama
pamannya Abu Thalib, maupun bersama Siti Khadijah, yang kemudian menjadi
isterinya. Untuk itu persoalan ekonomi bagi ummat Islam harus dimasukkan dalam
pemahaman agama agar mereka tidak ketinggalan atau bahkan tertindas akibat
kegagalan ekonomi. Sebagaimana Malik bin Nabi, seorang ahli sejarah Muslim dari
Al-Jazair menyebutkan: “berbagai problema yang dihadapi ummat Islam dan
menghambatnya untuk merealisasikan kebangkitannya, dan satu di antaranya adalah
orientasi kapital. Artinya, ummat Islam kekurangan modal untuk proyek-proyek
pembangunannya di segala bidang.
Al-Qur’an telah memberi isyarat mengenai kaitan antara
kehidupan dengan perdagangan. Diantaranya:
Firman Allah: “Allah telah membeli dari orang beriman
jiwa raga dan harta mereka supaya mereka beroleh teman (surga)” (QS.al-Taubah:
111).
Surah al-shaf yang menjadi landasan filosofi perusahaan
juga telah mengisyaratkan bahwa hidup
dan pergumulannya adalah merupakan perdagangan antara manusia dengan
Tuhan. Atas dasar itu Allah Swt menjelaskan bahwa tidak ada aktifitas manusia
yang tidak diperhitungkan oleh Allah Swt; yang baik diganjar dengan kebaikan
dan yang buruk akan diganjar keburukan. Buku Neraca “perdagangan” hidup itu
akan diterima manusia di hari perhitungan kelak, yang merupakan catatan bagi
segala aktifitas manusia di dunia. Firman Allah : “Setiap orang, nasibnya sudah
kami kalungkan di lehernya, pada hari kiamat akan kami keluarkan baginya sebuah
gulungan yang akan dilihatnya sudah terbentang” (QS.17/al-Isra’:13)
Pada ayat lain Allah Swt bahkan menguraikan balasan yang
bersifat kuantitatif. Misalnya : “Perumpamaan mereka yang menyumbangkan harta
di jalan Allah seperti sebutir biji menumbuhkan tujuh butir; pada setiap butir
seratus biji. Allah melipatgandakan bagi yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha
Luas Maha Mengetahui” (QS.2/al-Baqarah:261).
Dari isyarat-isyarat al-Qur’an mengenai hubungan
kehidupan dengan perdagangan dapat diketahui bahwa konotasi perdagangan bukan
hanya dalam hal material, tetapi juga spiritual dan mental. Untuk itu isyarat
itu dapat diterjemahkan sebagai mengajarkan nilai-nilai: Kesungguhan dan etos
kerja, Keadilan dan ketaatan pada hukum serta nilai-nilai disiplin dalam
melakukan aktifitas sehari-hari.
Wassalamu ‘Alaykum Warahmatullahi Wabarakatuh
Belum ada tanggapan untuk "Ceramah Singkat: Makna Bisnis Dalam Islam"
Post a Comment
Dilarang membagikan link judi, pornografi, narkoba, dan kekerasan. Terimakasih.