JANDA CEO Part 7
Earl-grey-tea "VS" Teh-melati
Minggu pagi, nggak pagi-pagi bener sih. Pukul Sembilan waktu Brisbane, Maura sedang menikmati secangkir earl grey tea. Dia menghirup aroma teh itu dengan begitu dalam. Arkan mengamati Maura.
“Suka banget ya mbak sama aroma Earl grey itu. Buat aku sih baunya kayak jamu.” Arkan penasaran.
Maura melirik sewot. “Ya bedalah. Ini tuh seger banget tahu nggak.” Dia pun menikmati teh nya dengan mata terpejam. “Apalagi sejak gue hamil, gue doyan banget dengan aroma teh.”
“Wah elo ngidamnya teh gitu?”
“Kok ngidam?”
“Iya, kalau elo suka sesuatu saat hamil, padahal kalau nggak hamil elo biasa-biasa aja, itu artinya bawaan bayi.” Angga menjelaskan.
“Sok tahu ya bapak ini. Kayak yang udah pernah ngalamin aja.”
“Yah… itu sih kata tunangan gue sih mbak.” Angga nyengir. “Konon kabarnya juga.”
“Yang namanya ngidam itu di awal-awal kehamilan kali. Ini guekan udah hamil delapan bulan, masa iya masih ngidam.” Dalih Maura.
“Eh mbak yang namanya ngidam mah sampe tuh bayi lahir. Bebas mau awal atau akhir-akhir kehamilan.” Arkan menambahi.
“Ah baru denger gue.”
“Eh tapi serius mbak, ngidam elo segampang ini. Nggak ada yang susah apa?”
Maura tersenyum. “Sebenarnya ada sih yang nggak gue temuin di sini. Tapi gue nggak mau ribet ah sama hal konyol gitu.”
“Oh ya, apaan tuh?”
Maura tersenyum, sedikit mengingat. “Waktu gue kecil nyokap gue suka bikin teh tubruk yang aromanya melati gitu. Nah aromanya khas banget, belakangan ini gue mendadak kangen dengan aroma itu.”
“Oh ya, kayak gimana tuh?”
Maura bersusaha mengingat. “Merk tehnya teh cap botol. Gue waktu kecil sering disuruh nyokap beli di warung deket rumah.”
“Oh itu yang kemasannya warnanya hijau kan? Itu mah teh di rumah gue juga.” Jawab Arkan “Nyokap gue sering kok nyeduh teh itu. Sekarangkan ada teh celupnya mbak. Aromanya sama kok. Tapi memang lebih mantep teh tubruknya sih.”
“Wah enak ya, jadi lebih praktis. Ah kalian bikin gue kepengen aja sih.” Maura pun bangkit dari duduknya. “Mendingan gue mandi aja, biar sadar teh kayak gitu hanya mimpi di sini.” Dia pun berjalan ke kamarnya.
“Eh siapa tahu mbak, udah ngecek di happy shop belom?” Arkan mengingatkan bahwa ada toko yang menjual produk Indonesia di sini.
“Udah pernah, di sini yang ada cuma teh Sosro sama Tong Tji.” Jawabnya setengah berteriak meninggalkan mereka.
Arkan dan Angga tersenyum ditinggal Maura. Hanya satu menit berselang, ada suara yang mengabarkan notifikasi di grup WA mereka.
(Teh yang dimaksud Maura kayak apa, ada gambarnya nggak?) Gardin ternyata yang memberikan pertanyaan.
Angga dan Arkan pun tersenyum. Nih CEO nontonin mereka ngobrol lagi ternyata.
(Ntar bang gue cari di Google dulu) Nggak lama kemudian Arkan pun mengirimkan gambar produk yang dimaksud.
(Belinya di mana?)
(Nyokap gue sih biasanya beli di Alfa bang, kalau di Carefour jarang ada) Kali ini Angga yang menjawab.
Gardin langsung melompat bangkit dari duduknya begitu membaca informasi itu. Bu siti kepala rumah tangga yang sedang menyediakan sarapan untuknya pun terkejut dengan reaksi Gardin.
“Pak Gardin ada apa?”
“Bu Siti, Alfa midi yang dekat rumah kita buka jam berapa?”
“Jam 7 pak, bapak ada perlu apa biar saya yang beli.”
“Nggak bu biar saya saja.” Dia pun berlari meraih kunci mobilnya dan pergi ke garasi tempat mobilnya di parkir.
“Pak, tapi ini baru jam 6.20”
“Nggak papa bu, Saya tunggu buka aja di depan tokonya.” Gardin pun berlari keluar rumah. “Istri gue ngidam, biar dia jauh, harus gue yang beliin.” Tekadnya.
Bu Siti begitu terpana. Puluhan tahun sudah dia bekerja di rumah ini, baru kali ini Pak Gardin begitu bersemangat untuk belanja ke Alfa midi. “Mau beli apa sih pak? Kayak Mpok Alpa aja ya, ke Alfa girang banget.” Dia pun geleng-geleng kepala.
**
Pukul sepuluh pagi, Gardin sudah ada di teras rumah Mia sekertarisnya. Mia dan Malvin suaminya kebingungan kenapa sang bos besar ada di rumah mereka.
“Mia, Malvin seingat saya kalian masih punya visa Australia kan?” Mia dan Malvin tahun kemarin baru menikah, dan mereka memang bulan madu ke Sydney setelahnya, itu pun hadiah dari Gardin, makanya nggak heran kalau Gardin ingat.
Mia dan Malvin keheranan, tapi merekapun mengangguk.
Gardin kemudian menyerahkan amplop coklat besar. “Ini uang seratus juta. Untuk kalian beli tiket penerbangan ke Brisbane. Kalian harus berangkat hari ini juga!”
Mia dan Malvin terbengong-bengong. Kebingungan mereka tidak sampai di situ.
Gardin menyerahkan tas plastik berlogo Alfa midi pada Mia. Mia makin keheranan ketika ia buka isinya cuma teh, ada sepertinya 20 kotak baik teh celup maupun teh kering.
“Bawa teh ini ke sana!” Gardin pun menyerahkan kunci apartemen dan secarik kertas berupa alamat rumah itu. “Ini Alamatnya, usahakan kalian masuk rumah itu sebelum jam 12 siang, jadi rumah itu kosong. Letakan aja di meja makannya. Setelah itu kalian boleh jalan-jalan sebentar, hari selasa balik ke Jakarta, hari rabu sudah kembali masuk kantor ya, balikin kunci apartemen itu ke saya hari rabu juga!”
Mia dan Malvin masih terbengong-bengong.
“Kamu bisa nganter istri kamu kan Vin?”
Malvin yang masih terheran-heran pun tetap mengangguk “Saya bisa ambil cuti mendadak pak kalau cuma dua hari sih.”
Gardin mengangguk senang. “Ya sudah, saya minta tolong ya, kasihan kalau istri kamu harus terbang sendirian. Ok itu saja ya. Terima kasih sebelumnya.” Gardin pun meninggalkan keduanya yang masih terheran-heran.
“Brisbane itu di Australia kan?”” Malvin masih berusaha konfirmasi.
Mia pun mengangguk.
“Kita nganter barang ke Australia kayak di suruh ke Depok ya?”
Mia pun tertawa. “Ya udah yuk, kita siap-siap, online beli tiket, setelahnya langsung ke Airport aja.”Mia pun langsung mengajak Malvin bersiap.
“Hadeuh, kalau bos besar mah, sah-sah aja deh nyuruh ngapain aja.” Malvin masih nggak habis pikir. “Penting bener ya ini teh, harganya sampai seratus juta?”
_*......Bersambung.....*_
Belum ada tanggapan untuk "Janda CEO Bagian 7 (Earl-grey-tea "VS" Teh-melati)"
Post a Comment
Dilarang membagikan link judi, pornografi, narkoba, dan kekerasan. Terimakasih.