*Pengganggu
Tahu nggak apa yang dilakukan Gardin setelah tinggal di tempat Maura? Gardin membeli sebuah rumah persis di sebelah rumah Maura. Cukup beruntung karena cluster perumahan tempat Maura tinggal itu masih relatif baru sehingga masih banyak rumah yang belum berpenghuni. Rumah yang dibeli Gardin fungsinya untuk menanpung dua asisten rumah tangga, dua baby sitter dan dua supir. Enam karyawan itu didatangkan dari rumahnya yang di Pondok Indah. Mereka bertugas untuk membersihkan rumah Maura, menjaga Hiro dan seorang supir untuk mengantar jemput Hiro dan Maura, sedangkan satu supir yang lainnya tentu untuk mengantarkan Gardin ke kantor. Sedangkan untuk para bodyguard mereka sifatnya bekerja 8 jam kerja yang artinya hanya akan datang pagi hari, dan pulang malam hari. Ada dua shift sih untuk pekerjaan bodyguard. Hadeuh ribet ya.
Secara fisik, restorant Maura memang sudah hampir siap. Maura menamakan restorantnya dengan sebutan “Semua ada”. Konsep restorant keluarga dua lantai. Lantai pertama di khususkan untuk makan berat, ada tiga konsep di lantai 1: pertama, konsep touch screen: maksudnya kayak warteg gitu loh, semua lauk pauk tersaji, pembeli tinggal menunjuk lauk dan sayur apa yang diinginkan. Kedua, warung bakso, jadi tersedia bakso abang-abang, mie ayam dan nasi goreng dan segala jenis mie goreng, rebus, kwetiaw dan lain-lain. Dan yang ketiga; a coffe to go, konsepnya seperti warung kopi untuk dibawa pergi. Semisal ada orang yang ingin membeli kopi untuk di bawa ke kantor maka di pojok kanan depan merupakan corner yang tepat, seorang barista akan membuatkan kopi secepat kilat, demi memenuhi kebutuhan kopi pagi hari, tapi harus buru-buru ke kantor. Makanya lantai satu di desain lebih casual. Bahkan kalau pramusaji membukakan pintu pertanyaannya pada custumer adalah “Mau makan ganteng atau ngopi cantik?”
Nah untuk lantai dua sifatnya lebih nyaman, konsep café yang membuat orang betah berlama-lama di sini. Berfungsi untuk tempat ngumpul. Semisal para macam arisan, atau sekedar hang out nungguin anak pulang sekolah. Meeting kecil juga ada tersedia ruangan kok, atau sekedar ngobrol, bisa. Terdapat wifi juga kok. Makanya yang tersedia di lantai ini kopi, chocolate, tea, dan makanan western seperti spaghetti, steak, chips, dan sebagainya.
Setelah sibuk merekruit karyawan selama sebulan penuh dengan menggunakan jasa perekruit professional, akhirnya restorant Maura mulai running di bulan febuari.
Gardin melepas kaca mata bacanya setelah selesai membaca laporan keuangan Maura yang memang telah di print dan dibawa pulang oleh Maura. Tadi pagi Gardin meminta Maura melakukan itu. Gardin hendak mengetahui apa yang sedang dilakukan oleh Maura.
“Ra, aku pengen kamu jujur sama aku. “ Gardin menatap Maura dengan sangat serius.
Maura menyimak dia agak grogi, Gardin kok serius banget, adakah kesalahan keuangan yang telah dia buat hingga berakibat fatal?
“Uang tabungan kamu tinggal berapa?”
Maura tersenyum dengan wajah sedikit merasa bersalah. “Kok tanya begitu?”
“Aku bisa memprediksi berapa uang kamu sekarang, dengan sebegini banyaknya pengeluaran kamu. Beli rumah, dua ruko, re-design restorant kamu, jasa design, kelengkapan restoran dan dapur, kalau aku lihat dari semua laporan keuangan ini, kamu membayar semuanya dengan lunas, tidak ada yang mencicil. Tabungan kamu tinggal berapa?”
Maura garuk-garuk kepalanya yang sama sekali nggak gatal. “Masih ada sih…” dia menjawab dengan nada yang sangat meragukan.
“Untuk belanja operasional dan bayar karyawan tiga bulan ke depan masih ada?” Tanya Gardin tajam.
“Tapi setelah itu tabungan kamu kosong?” Gardin menebak.
“Kan nanti ada pemasukan dari restorant.” Jawab Maura ragu.
Gardin tersenyum. “Gini deh Ra, kebutuhan pribadi kamu dan Hiro serta keluarga ini pastinya tanggung jawab aku. Yang ingin aku tekankan adalah, kamu boleh saja ingin keluar dari bayang-bayang aku untuk usaha kamu. Tapi aku sama sekali tidak mengijinkan kamu punya hutang, atau pinjaman pada pihak manapun. Kalau kamu sampai kurang modal aku adalah orang pertama yang harus tahu tentang itu. aku juga tidak mengijinkan kamu menjalin kerja sama dengan pihak manapun. Kamu mengerti?”
Maura hanya bisa mengangguk.
“Kalau sampai bulan depan pemasukan kamu dari restorant masih belum memadai, ijinkan aku memberikan suntikan dana ya. Karena aku nggak ingin kamu punya masalah. Kamu boleh punya usaha.”
Maura pun mengangguk pasrah. “Tapi kalau pemasukanku bisa memenuhi kebutuhan usaha, kamu jangan ikutan dulu ya.”
Gardin mengangguk. “Iya, aku janji membiarkan kamu mandiri sesuai obsesimu. Tapi kamu nggak ingin kamu salah langkah. Intinya awal usaha jangan buru-buru berharap punya untung besar ya, yang penting biaya operasional tertutupi dulu aja deh.”
Maura mengangguk mengerti.
“Janji ya Ra, apapun yang kamu lakukan bilang sama aku ya. Jangan ada yang kamu tutupi.” Pinta Gardin.
Maura menganggup mantap. “Aku sedang belajar mandiri sayang, bukan belajar menjadi pembohong. Kalau kamu dukung aku dan mengarahkan aku. Aku nggak akan tutupi apapun kok dari kamu.”
Gardin tersenyum puas. “Makasih ya Ra, Aku sayang kamu banget.”
**
Restorant Maura berjalan pelan tapi pasti. Alhamdulilah, penggemarnya mulai banyak. Kalau hari kerja dan jam kerja memang lantai satu yang penuh. Pengunjungnya para karyawan sekitar yang memang wilayah ini merupakan daerah perkantoran. Setiap hari jumat pukul sebelas hingga 3 sore, khusus lantai satu corner touch screen digratiskan untuk semua pengunjung. Bahkan para karyawan Maura pun diminta aktif untuk mengajak tukang parkir, pedagang asongan, dan orang-orang yang membutuhkan makan siang untuk makan siang di tempat itu. ya ini sebagai bentuk Maura melakukan CSR lah. Kalau memang nggak mau disebut sebagai amalnya. Diutamakan memang untuk orang-orang yang berkekurangan secara ekonomi, tapi bukan berarti yang mau makan nggak boleh. Intinya corner itu tiap jumat siang gratis untuk semua kalanganlah.
Lain lagi dengan lantai duanya. Karena sifatnya untuk santai, justru malah penuhnya di weekend, atau sore ke malam hari. Selain itu juga agak ramai di jam-jam 10 pagi hingga 12 siang. Waktunya para macan nunggu anaknya pulang sekolahlah. Jadinya, restorant Maura memang penuh setiap waktu.
“Maksudnya apa nih saya dikasih tagihan begini, kamu nggak tahu siapa saya?” Seorang perempuan menghardik salah satu karyawan restorant ketika ia memberikan tagihan pada sang perempuan ketika perempuan itu dan teman-temannya hendak pergi dari restorant itu.
Perempuan itu dan teman-temannya kira-kira lima orang baru saja selesai menikmati steak dan kopi di lantai dua.
Afan sang karyawan agak kebingungan, bukannya wajar ya custumer dikasih tagihan ketika hendak pulang? Afan jadi bigung, kok ini perempuan nggak mau bayar ya?
“Kamu nggak tahu siapa saya? Saya yang punya restorant ini tahu!” Perempuan itu masih menghardik Afan.
“Maaf bu, apakah ada yang salah dengan staf kami?” Pak Handi supervisor yang berjaga siang itu mencoba menengahi.
“Kenapa saya dikasih tagihan?” Perempuan itu masih marah.
“Maaf bu, bukannya setiap pengunjung restorant setelah menikmati makanan memang diberikan tagihan?”
“Kamu juga nggak tahu saya? Saya ini yang punya restoran ini tahu kamu!”
“Maaf bu saya sangat kenal pemilik restorant ini, dan itu bukan ibu.”
“Ngajak berantem nih orang. Denger ya, Pak Gardin itu suami saya juga, jadi saya berhak bilang kalau ini restoran saya juga.”
“Maaf bu, pemilik restoran ini bukan Pak Gardin.”
“Kamu kurang ajar ya! Saya tahu ini punya Maura, dari mana modalnya kalau bukan dari Pak Gardin.” Lusy pun kemudian menampar Handi, masih belum puas dia pun melepas heelsnya dan menggunakan heels itu sebagai senjata untuk melukai Handi.
Para tamu restoran banyak yang berteriak ketakutan melihat kejadian itu, bagaimana dengan membabi butanya Lusy melukai Handi. Handi sama sekali tidak membalas, dia hanya menjadikan tangannya sebagai tameng. Akibatnya pelipisnya pun robek karena runcingnya heels Lusy. Lima karyawan dan beberapa tamu akhirnya berusaha melepas serangan Lusy terhadap Handi.
“Jangan kurang ngajar ya kamu!” Lusy pun menghentikan serangannya akibat keempat temannya berusaha menghentikannya. Kemudian kelima perempuan itu pun pergi begitu saja. “Bilang ya sama itu pelakor, jangan main-main sama Lusy!”
Pada saat peristiwa itu terjadi, Maura kebetulan sekali tidak ada di restoran, ia sedang mengantarkan Hiro untuk imunisasi. Ada beberapa immunisasi yang tidak wajib saat di Australia, tapi wajib untuk anak yang tinggal di Indonesia, sehingga Hiro sedang mengejar ketertinggalan itu. tentu saja Maura begitu kaget dengan laporan para karyawannya bahwa Handi supervisornya harus ke rumah sakit untuk menjahit pelipisnya yang robek. Dan ternyata salah satu karyawannya pun ada yang melaporkan hal itu ke Gardin. Mendengar itu Gardin marah besar, dia pun terpaksa membatalkan pertemuannya dan langsung meminta Subhan mengantarkannya ke restoran Maura.
Maura sedang memperhatikan rekaman CCTV tentang peristiwa yang baru saja terjadi. Dia duduk termenung di meja kerjanya. Ah… peristiwa konyol ini sangat mengganggu. Sebenarnya inilah yang membuatnya dulu berat untuk kembali ke pelukan Gardin. Takut kalau-kalau masa lalu yang menyakitkan ini harus terungkit lagi. Ternyata perempuan ini masih saja mengganggunya. Padahal dia tidak pernah sekali pun mengusik perempuan itu. Perasaan Maura campur aduk. Ya kesal, sedih, mau marah. Semuanya deh.
“Sayang, kamu nggak papa?” Gardin memasuki ruangan Maura dengan terburu-buru.
“Bukan aku yang celaka, tapi Handi pelipisnya sampai robek begitu.” Maura begitu kesal.
“Gimana kondisinya?”
“Dibawa Pak Karim ke Mitra depan.”
Gardin memeluk Maura. “Maaf sayang, aku pastikan ini nggak akan terjadi lagi.”
Maura menghela nafas begitu dalam. “Yang seperti ini mengganggu Din. Apakah dia akan selalu menjadi duri dalam rumah tangga kita? Aku nggak sanggup deh kalau harus begini.”
“Aku janji sayang, aku selesaikan masalah ini sampai tuntas. Aku pastikan dia nggak akan berani ganggu kamu lagi.”
“Tolong ya Din. Aku hanya ingin hidup tenang. Aku nggak pernah mau mengganggu orang kok.”
“Iya sayang. Aku janji.”
_*....Bersambung....*_
Belum ada tanggapan untuk "Janda CEO Part 17 (Pengganggu)"
Post a Comment
Dilarang membagikan link judi, pornografi, narkoba, dan kekerasan. Terimakasih.