JANDA CEO
Part 10
Satu Masalah Selesai
Gardin sedang mempelajari dokumen kesepakatan kerja sama yang perusahaannya lakukan dengan investor dari Texas. Sesekali ia melirik tabletnya yang menampilkan CCTV kamar Maura. Di Brisbane sudah pukul delapan malam. Maura sedang menidurkan Hiro. Gardin mengamati aktivitas mereka. Sudah menjadi kebiasaan Gardin memantau mereka dengan layar CCTV nya. Itu semua merupakan obat rindunya pada Maura dan Hiro. Kadang ia pun ikut bernyanyi ketika Maura bernyanyi untuk Hiro. Dia pun menjadi sering ngomong sendiri mengomentari aktivitas keduanya.
Mia mengetuk pintu ruangan Gardin agar ia bisa masuk. Gardin pun meminta Mia untuk masuk.
“Pak, ini ada yang ingin disampaikan Pak Beno.” Mia pun menyerahkan sebuah amplop coklat besar.
Gardin pun mengerutkan dahinya. Ia pun menghentikan aktivitasnya dan mencoba membuka amplop coklat yang baru datang itu. Setelah menyerahkannya, Mia meninggalkan ruangan kerja Gardin.
Isinya beberapa photo yang membuat dahinya makin berkerut.
**
“Kamu bisa jelasin ini?” Gardin melempar photo-photo yang baru didapatnya ke meja di hadapan Lucy, ketika ia sampai ke apartemen Lucy. Seminggu tiga kali dia memang datang ke apartemen itu. Walaupaun Maura tidak ada di Jakarta, Gardin tetap membiasakan bahwa dia tidak bisa setiap saat dengan Lucy. Karena Nanti kalau Maura pulang dia sudah berjanji pada dirinya dia akan bersama Maura empat hari dalam seminggu.
Lucy mengamati photo-photo yang dimaksud Gardin. Terlihat dia sedang bermesraan dengan laki-laki muda seusianya. Sepertinya laki-laki itu actor muda. Melihat itu sebenarnya Lucy gugup, tapi dia berusaha tenang. “Ah bang, itukan bagian dari acting di Bandung kemarin. Nggak usah diseriusinlah, lagipun dapat photo dari mana sih, pasti dari wartawan gossip ya?”
Gardin tertawa sinis. “Kamu kemarin di Bandung itu syuting FTV, nggak mungkin ada adegan hot, ciuman sampai seheboh itu. Lagi juga kamukan cuma pemeran pembantu, nggak adalah pemeran pembantu dapet adegan seperti itu. Jangan bohong sama aku!”
Lucy mulai kebingungan mencari alasan.
“Kamu ini seorang istri dari Gardin Darren Handoko, harusnya bisa membawa diri. Kamu sudah nggak bisa lagi sembarangan. Kamu harus tahu itu. Kemana pun kamu pergi akan ada orang suruhan aku untuk menjaga dan mengawasi kamu dari jauh. “
“Abang nggak percaya aku?”
“Lho, aku melakukan itu untuk menjaga kamu. Hal itu tertulis di perjanjian pra nikah kita, bahwa kamu mendapatkan hak pengamanan tanpa merusak kehidupan pribadi kamu. Kok kamu aneh?”
Lucy bingung. Dia hanya bisa diam.
“Kamu jujur sama aku maksud semua ini apa?”
Lucy sepintas ragu. “Aku mau hamil bang, karena kalau aku hamil abang sayang banget sama aku. Nggak seperti sekarang.”
“Maksudnya?” Gardin makin nggak mengerti arah pembicaraan Lucy.
“Aku nggak bisa hamil sama abang karena abang selalu pakai kondom.”
“Maksud kamu, Kamu mau menjebak aku?” Hal terbodoh yang pernah dia dengar. “Denger ya Lucy, aku pakai kondom karena aku sayang kamu. Aku mendengar nasihat dokter agar kamu jangan hamil dulu dalam 6 bulan setelah kamu dikuret kemarin. Semua ini demi kesehatan kamu. Kamu fikir aku suka pakai kondom?”
Lucy nggak bisa berkata-kata lagi.
“Ternyata kamu sepicik itu ya. Bisa menghalalkan segala cara untuk mewujudkan keinginan kamu. Termasuk bersikap konyol seperti ini.” Gardin seketika merasa jijik pada Lucy. Perempuan ini parah banget. Sanggup tidur dengan laki-laki lain demi mewujudkan keinginannya.
Gardin menghela nafas panjang. Mencoba untuk tenang. Tapi rasanya kelakukan Lucy nggak bisa dimaafkan. “Apa yang kamu inginkan?”
“Maksudnya apa bang?”
“Kamu mau uang berapa supaya perceraian kita lancar?”
“Bang, Maafin Lucy bang, Lucy cuma khilaf.” Lucy mencoba bersimpuh di kaki Gardin.
Gardin bergeming dan membentak. “Kamu mau berapa?”
“Ok, seratus milliar.”
“Jangan konyol, kita hanya tiga bulan menikah. Setengahnya pun nggak akan aku kasih.”
“Ok, aku mau tiga puluh, apartemen ini, dan dua ferrari termahal yang kamu punya.”
“Cash dua puluh selebihnya yang kamu minta aku kasih. Bang Jason akan menghubungi kamu secepatnya, jangan pernah kamu datang lagi dalam hidup aku. Terlalu banyak pengorbanan aku untuk kamu. Begini balasan kamu?” Gardin pun langsung keluar dari apartemen itu. Dia begitu merasa jijik pada perempuan yang pernah ia sayangi itu. Ini perempuan licik dan culas tapi tolol. Apakah dia tidak bisa melihat ketulusan Gardin menyayangi dirinya, walaupun Gardin tertekan karena harus membagi cintanya yang seharusnya hanya untuk Maura. Bang Jason benar, ia mempertahankan perempuan yang salah.
Gardin pun menuju parkiran, Subhan sudah dia suruh pulang. Dia harus membawa mobilnya sendiri kali ini. Hadeuh dengan emosinya yang masih tinggi, semoga ia mampu membawa mobil ini pulang dengan selamat. Ketika ia memasuki mobilnya dan duduk di belakang kemudi. Gardin berteriak begitu keras ketika mobil dalam keadaan tertutup. Pelan-pelan berusaha menenangkan dirinya, mencoba mengerti dengan apa yang telah terjadi. Dalam marahnya, ia berfikir. Sepertinya peristiwa ini ada hikmahnya, semoga usahanya untuk kembali bersama Maura menjadi lebih mulus.
**
“Elo serius ngasih Ferrari terbaik elo pada Lucy, dua lagi?” Jason benar-benar terkejut dengan keputusan itu.
“Bukan yang terbaik, tapi yang termahal yang gue punya.”
“Sama aja. Itu perempuan cuma tiga bulan kawin sama elo. Total cuma satu setengah tahun kenal elo, udah elo kasih sebegitu banyaknya. Dalam perjanjian pra nikah elo tuh perempuan harusnya nggak dapet apa-apa kalau kesalahan ada di dia.”
“Biar cepet beres bang, gue udah muak banget sama dia. Lagian gue juga mau ngerjain dia. Dipikir pajak dan maintenance nya nggak gede kali. Minta yang paling mahal. Kita lihat aja, berapa lama pansosnya bertahan.” Gardin nyengir.
“Ya itu, bentar lagi juga dia jual mobil lo itu.”
“Biarin aja bang, gue juga nggak cinta-cinta banget ama tuh mobil.” Jawab Gardin enteng.
Sialan nih bocah tengil yang kaya ini. Kan bisa elo kasih gue. Jason ngedumel dalam hati. Gardin memang mengoleksi mobil mewah. Dia punya empat Ferrari dan dua Lamborgini, sebuah Jaguar, sebuah Hammer, dan beberapa mobil mewah kelas dunia lainnya. Tapi sebenarnya dia nggak terlalu suka otomotif. Memiliki mobil mewah hanya untuk existensinya dalam kehidupan sosialnya. Eits, sebenarnya Jason juga nggak boleh serakah sih, ulang tahun kemarin dia mendapatkan kado mewah kok dari Gardin. Satu unit mobil juga. Lamborghini kurang mewah apa?
Gardin sepertinya tidak mau menunggu terlalu lama. Berselang dua hari, anak buah Jason sudah mendaftarkan perceraiannya di pengadilan agama Jakarta Selatan. Sidang akan berlangsung tiga minggu lagi. Gardin pun melayangkan surat pada berita gossip bahwa kondisi Lucy yang terpuruk akibat keguguran membuat mereka tidak lagi bisa saling support. Surat itu menyatakan Gardin di pihak yang salah. Tapi setelah surat itu dilayangkan Gardin tidak bersedia diwawancara.
Lain halnya dengan Lucy, dia amat menikmati kejaran wartawan, drama pun dimulai. Dia banyak diundang ke acara talk show baik yang setengah serius ataupun yang receh. Dengan menunjukan betapa tertekan dirinya berpisah dengan Gardin, tak lupa setiap datang ke acara-acara itu dia membawa satu dari dua Ferrari yang dia punya.
**
Harapan Gardin berita perceraiannya itu sampai ke Brisbane. Dia sangat ingin Maura tahu bahwa ia telah menceraikan Lucy. Dengan begitu rencananya untuk bisa rujuk dengan Maura bisa lancar, selancar high way yang ada di Brisbane.
Ternyata harapan itu tidak terwujud. Maura yang begitu sibuk sebagai ibu baru dan mahasiswa tidak lagi sempat membaca berita gossip Indonesia. Boro-boro baca gossip, kondisi kurang tidur terkadang membuatnya begitu stress. Ditambah lagi bulan maret itu menjelang mid-term artinya dia harus belajar extra keras kalau ingin lulus. Huh ternyata menjadi ibu baru sekaligus mahasiswi itu bukan perkara mudah. Kalau nggak ada bantuan Arkan dan Angga sepertinya dia sudah nyerah deh untuk melanjutkan studinya. Usia Hiro sudah empat bulan, ternyata Maura belum tega untuk menitipkannya di Daycare,akibatnya yah kewalahan, Maura, Angga dan Arkan harus pintar-pintar mengatur jadwal agar paling tidak satu diantara mereka ada di rumah untuk menjaga Hiro ketika yang lainnya sibuk kuliah.
Hampir tiap pagi dan sore Gardin menyaksikan melalui CCTV betapa sibuknya mereka bertiga menjaga Hiro dan juga kuliah, bahkan weekend pun mereka gunakan untuk mengerjakan assigment. Dia jadi nggak tega meminta Angga atau Arkan sekedar membuka pembicaraan pada Muara tentang perceraiannya dengan Lucy. Lebih penting bagi dirinya Angga dan Arkan menjaga Maura dan Hiro. Tapikan dia gregetan ya, kalau sampai Maura nggak tahu kalau dia sudah bercerai. Rasanya galau-galau gimana gitu. Nggak enak banget terabaikan begini.
Udah nggak kuat banget, akhirnya kegalauannya pun ia sampaikan ke Pak Mochtar. Abisnya udah disampaikan ke Jason. Eh Jason malah bilang dia cemen. Childist nggak jelas. Ih… baru kali ini Jason ngeselin gitu. Tapi bener deh, Gardin jadi melankolis gini karena nggak ada wanita yang menyayanginya. Dan kali ini dia nggak mau mencari wanita lain. Hanya ada Maura dalam hati dan fikirannya. Dia tak mau melakukan kesalahan yang sama lagi.
**
Gardin baru saja meninggalkan ruangan kerja Pak Mochtar, dia baru saja menyampaikan permintaan tolongnya pada Pak Mochtar untuk menyampaikan pada Maura kalau dia telah bercerai dengan Lucy. Dia juga minta tolong Pak Mochtar untuk menyampaikan pada Maura kalau ia benar-benar ingin mengunjungi Maura dan baby Hiro. Dia pun meminta nomer telepon genggam Maura pada Pak Mochtar. Sebenarnya dengan mudah bisa dia dapatkan dari Angga dan Arkan, tapi Gardin ingin Maura nyaman atas semua permintaannya.
Pak Mochtar baru saja melepas kepergian Gardin dari ruangannya ketika ia teringat kembali pertemuan terakhirnya dengan Handoko, ayah Gardin. Tepat beberapa hari sebelum Handoko meninggal dunia.
“Mas, aku ini lagi galau.”
“Apalagi sih yang kamu fikirkan. Sudah fikirkan sembuh saja!”
“Ini loh Mas aku nih lagi mikirin Maura, dia tuh gimana kalau aku nggak ada?”
“Maksudnya apa sih? Dia kan punya suami, anak kamu toh.”
“Ah, Gardin itu anak manja mas, walau sudah tua, kadang juga masih nakal. Aku khawatir kalau memang mereka nggak punya anak, Gardin akan ninggalin Maura. Kasihan anak itu mas, kalau sampai disia-sian Gardin.”
“Kamu tuh aneh, kok nggak percaya anak sendiri. Malah sibuk mikirin mantu.”
“Aku tuh tahu anakku mas. Makanya dulu aku nggak ngerestuin mereka. Bukan aku nggak suka Maura, tapi malah aku justru meragukan anakku sendiri bisa jaga anak perempuan sebaik dia.”
“Sampai sekarang kecurigaan kamu nggak terbukti, mereka baik-baik saja kok. Gardin sayang banget sama Maura. Sudah nggak usah mikir apa-apa, pikirkan kamu sembuh saja!”
“Gini deh mas biar aku bisa pergi tenang. Kalau Maura ada apa-apa tolong Mas ya yang bela dia, aku bayar pakai 5% saham perusahaanku ya. Pokoknya aku titip Maura!”
“Wes gampang! Udah jangan mikir aneh-aneh!”
Dua hari berselang dari percakapan itu, Pak Mochtar menerima surat penyerahan lima persen saham perusahaan Handoko yang dihibahkan kepada dirinya. Dan tiga hari berselang, Pak Handoko pun tutup usia.
Itu adalah peristiwa tiga tahun yang lalu, lebih tepatnya satu setengah tahun sebelum Gardin mulai mengenal Lucy.
“Kamu sekarang sudah punya cucu de, ganteng banget, dan anak kamu juga sudah akan kembali pada Maura. Udah nggak usah khawatir lagi ya! Kamu yang tenang di surga.” Pak Mochtar bicara dalam doanya untuk Handoko, sahabat terbaiknya.
_*...Bersambung....*_
Belum ada tanggapan untuk "Cerbung Janda CEO 10 (Satu Masalah Selesai)"
Post a Comment
Dilarang membagikan link judi, pornografi, narkoba, dan kekerasan. Terimakasih.