Novel: Pudarnya
Pesona Cleopatra
Karangan:
Habiburrahman El Shirazy
|
Cleopatra |
Part 4
Lintasan
Raihana hilang seiring keberangkatan mengajar di kampus. Apalagi aku mendapat tugas
dari universitas untuk mengikuti pelatihan mutu dosen mata kuliah bahasa Arab. Diantaranya
tutornya adalah professor bahasa Arab dari Mesir. Aku jadi banyak berbincang dengan
beliau tentang mesir. Dalam pelatihan aku juga berkenalan dengan Pak Qalyubi, seorang
dosen bahasa arab dari Medan. Dia menempuh S1-nya di Mesir. Dia menceritakan satu
pengalaman hidup yang menurutnya pahit dan terlanjur dijalani. “Apakah kamu
sudah menikah?” kata Pak Qalyubi. “Alhamdulillah, sudah” jawabku. ” Dengan
orang mana?. ” Orang Jawa”. ” Pasti orang yang baik ya. Iya kan? Biasanya
pulang dari Mesir banyak saudara yang menawarkan untuk menikah dengan perempuan
shalehah. Paling tidak santriwati, lulusan pesantren. Istrimu dari pesantren?”.
“Pernah, alhamdulillah dia sarjana dan hafal Al Quran”. ” Kau sangat beruntung,
tidak sepertiku”. ” Kenapa dengan Bapak?” ”Aku melakukan langkah yang salah,
seandainya aku tidak menikah dengan orang Mesir itu, tentu batinku tidak merana
seperti sekarang”. ” Bagaimana itu bisa terjadi?”.
Kamu
tentu tahu kan gadis Mesir itu cantik-cantik, dan karena terpesona dengan kecantikanya
saya menderita seperti ini. Ceritanya begini, Saya seorang anak tunggal dari seorang
yang kaya, saya berangkat ke Mesir dengan biaya orang tua. Disana saya bersama kakak
kelas namanya Fadhil, orang Medan juga. Seiring dengan berjalannya waktu, tahun
pertama saya lulus dengan predikat jayyid, predikat yang cukup sulit bagi
pelajar dari Indonesia.
Demikian
juga dengan tahun kedua. Karena prestasi saya, tuan rumah tempat saya tinggal menyukai
saya. Saya dikenalkan dengan anak gadisnya yang bernama Yasmin. Dia tidak pakai
jilbab. Pada pandangan pertama saya jatuh cinta, saya belum pernah melihat
gadis secantuk itu. Saya bersumpah tidak akan menikah dengan siapapun kecuali
dia. Ternyata perasaan saya tidak bertepuk sebelah tangan. Kisah cinta saya
didengar oleh Fadhil. Fadhil membuat garis tegas, akhiri hubungan dengan anak
tuan rumah itu atau sekalian lanjutkan dengan menikahinya. Saya memilih yang
kedua. Ketika saya menikahi Yasmin, banyak teman-teman yang memberi masukan
begini, sama-sama menikah dengan gadis Mesir, kenapa tidak mencari mahasiswi Al
Azhar yang hafal Al-Quran, salehah, dan berjilbab. Itu lebih selamat dari pada
dengan Yasmin yang awam pengetahuan agamanya. Tetapi saya tetap teguh untuk
menikahinya. Dengan biaya yang tinggi saya berhasil menikahi Yasmin.
Yasmin
menuntut diberi sesuatu yang lebih dari gadis Mesir. Perabot rumah yang mewah, menginap
di hotel berbintang. Begitu selesai S1 saya kembali ke Medan, saya minta agar asset
yang di Mesir dijual untuk modal di Indonesia. Kami langsung membeli rumah yang
cukup mewah di kota Medan. Tahun-tahun pertama hidup kami berjalan baik, setiap
tahunnya Yasmin mengajak ke Mesir menengok orang tuanya. Aku masih bisa
memenuhi semua yang diinginkan Yasmin. Hidup terus berjalan, biaya hidup
semakin nambah, anak kami yang ketiga lahir, tetapi pemasukan tidak bertambah.
Saya minta Yasmin untuk berhemat. Tidak setiap tahun tetapi tiga tahun sekali
namun Yasmin tidak bisa.
Aku
mati-matian berbisnis, demi keinginan Yasmin dan anak-anak terpenuhi. Sawah
terakhir milik Ayah saya jual untuk modal. Dalam diri saya mulai muncul
penyesalan. Setiap kali saya melihat teman-teman alumni Mesir yang hidup dengan
tenang dan damai dengan istrinya. Bisa mengamalkan ilmu dan bisa berdakwah
dengan baik. Dicintai masyarakat. Saya tidak mendapatkan apa yang mereka
dapatkan. Jika saya pengen rendang, saya harus ke warung. Yasmin tidak mau tahu
dengan masakan Indonesia. Kau tahu sendiri, gadis Mesir biasanya memanggil
suaminya dengan namanya. Jika ada sedikit letupan, maka rumah seperti neraka.
Puncak penderitaan saya dimulai setahun yang lalu. Usaha saya bangkrut, saya
minta Yasmin untuk menjual perhiasannya, tetapi dia tidak mau. Dia malah
membandingkan dirinya yang hidup serba kurang dengan sepupunya. Sepupunya
mendapat suami orang Mesir.
Saya
menyesal meletakkan kecantikan di atas segalanya. Saya telah diperbudak dengan kecantikannya.
Mengetahui keadaan saya yang terjepit, ayah dan ibu mengalah. Mereka menjual
rumah dan tanah, yang akhirnya mereka tinggal di ruko yang kecil dan sempit.
Batin saya menangis. Mereka berharap modal itu cukup untuk merintis bisnis saya
yang bangkrut. Bisnis saya mulai bangkit, Yasmin mulai berulah, dia mengajak ke
Mesir. Waktu di Mesir itulah puncak tragedy yang menyakitkan. ”Aku menyesal
menikah dengan orang Indonesia, aku minta kau ceraikan aku, aku tidak bisa
bahagia kecuali dengan lelaki Mesir”. Kata Yasmin yang bagaikan geledek
menyambar. Lalu tanpa dosa dia bercerita bahwa tadi di KBRI dia bertemu dengan
temannya. Teman lamanya itu sudah jadi bisnisman, dan istrinya sudah meninggal.
Yasmin
diajak makan siang, dan dilanjutkan dengan perselingkuhan. Aku pukul dia karena
tak bisa menahan diri. Atas tindakan itu saya dilaporkan ke polisi. Yang
menyakitkan adalah tak satupun keluarganya yang membelaku. Rupanya selama ini
Yasmin sering mengirim surat yang berisi berita bohong.
Sejak
saat itu saya mengalami depresi. Dua bulan yang lalu saya mendapat surat cerai
dari Mesir sekaligus mendapat salinan surat nikah Yasmin dengan temannya. Hati
saya sangat sakit, ketika si sulung menggigau meminta ibunya pulang”. Mendengar
cerita Pak Qulyubi membuatku terisak-isak. Perjalanan hidupnya menyadarkanku.
Aku teringat Raihana. Perlahan wajahnya terbayang dimataku, tak terasa sudah
dua bualn aku berpisah dengannya. Tiba-tiba ada kerinduan yang menyelinap
dihati.
Sinopsis Pudarnya Pesona Cleopatra: Part 1 >> Part 2 >> Part 3 >> Part 4 >> Part 5
Belum ada tanggapan untuk "Sinopsis Pudarnya Pesona Cleopatra Bagian 4 (Habiburrahman El Shirazy)"
Post a Comment
Dilarang membagikan link judi, pornografi, narkoba, dan kekerasan. Terimakasih.