Home · Parenting · Konseling · Blogging · Tips · Daftar Isi

Sifat Ithbaq Dan Sifat Infitah (Pengertian Dan Hurufnya)

Pengertian ithbaq | Pengertian infitah | Huruf ithbaq | Huruf infitah
Secara harfiah ithbaq diartikan menempel. Yang dimaksud menempel disini adalah menempelnya lidah ke langit-langit mulut atas. Adapun infitah artinya terbuka. Maksudnya terbukanya antara lidah dan langit-langit mulut.
Ithbaq dan infitah
Berikut penjelasan tiap sifatnya:
A. Ithbaq (إطباق)
Ithbaq secara harfiah artinya menempel. Adapun dalam istilah ilmu tajwid, ithbaq adalah:
إِلْصَاقُ جُزْءٌ كَبِيْرٌ مِنَ اللِّسَانِ إِلَى حَنَكِ الْأَعْلَى وَمُحَاذَاةٌ شَدِيْدَةٌ عِنْدَ النُّطْقِ بِالْحَرْفِ
Ithbaq adalah menempelnya sebagian besar lidah ke langit-langit atas ketika membunyikan huruf.
Cara mempraktikkan sifat ithbaq adalah mengangkat pangkal lidah serta menempelkannya dengan langit-langit ketika mengucapkan huruf sehingga mengakibatkan bunyi huruf lebih besar dan berat. Hurufnya ada 4 yaitu:
صَضْطَظَ (ص ض ط ظ)
Mari kita praktik:
Sukun
Harakat
Huruf
أَصْحَابُ
صُحُفًا
ص
أَضْطَرُّهُ
ضَرَبَ
ض
أَطْعَمَهُمْ
طُوْرِ
ط
أَظْلَمُ
ظَلَمَ
ظ
Lawannya sifat ithbaq adalah sifat infitah.
B. Inftitah (انفتاح)
Infitah artinya terbuka. Secara istilah didefinisikan:
اِفْتِرَاقُ مَا بَيْنَ اللِّسَانِ وَالْحَنَكِ الْأَعْلَى عِنْدَ النُّطْقِ بِالْحَرْفِ، فَلَا يَنْحَصِرُ الصَّوْتُ بَيْنَهُمَا
Infiitah adalah terpisahnya antara lidah dan langit-langit atas ketika melafalkan huruf.
Huruf-huruf Inftitah dilafalkan dengan terlepasnya lidah dari langit-langit mulut serta terbukanya kedua mulut. Hurufnya 25 yaitu:
مَنْ اَخَذَ وَجَدَ سَعَةً فَزَكَا حَقٌّ لَهُ شُرْبُ غَيْثٍ (م ن أ خ ذ و ج د س ع ت ف ز ك ا ح ق ل ه ش ر ب غ ي ث)
Contoh penerapan dalam kata:
Sukun
Harakat
Huruf
أَمْ لَهُمْ
مُوْسَى
م
أَنْعَمْتَ
نَزَّلَ
ن
يَأْكُلُ
ءَإِذَا
ء
أَخْرَجَ
خَلَقَ
خ
أَذْكُرْكُمْ
ذَائِقَةُ
ذ
أَوْحَى
وَوَجَدَكَ
و
أَجْسَامُهُمْ
جَعَلْنَا
ج
أَدْنَى
دَخَلَ
د
أَسْفَلَ
سَارِعُوْا
س
أَعْلَمُ
عَلَيْهِمْ
ع
أَتْقَى
تَتَنَزَّلُ
ت
أَفْوَاجًا
فِي الْفُلْكِ
ف
أَزْوَاجًا
زُلْزِلَتْ
ز
أَكْثَرَ
كُتُبٌ
ك
كَانَا
-
ا
أَحْمَدُ
حَيٌّ
ح
أَقْوَمُ
قَالَ
ق
أَلْسِنَتهُمْ
لِسَانًا
ل
أَهْدَى
هُدًى
ه
أَشْتَاتًا
شُعُوْبًا
ش
أَرْسَلَ
رَسُوْلٌ
ر
أَبْقَى
بِغَيْرِ
ب
أَغْلَالًا
غَيْبِهِ
غ
أَيْمَانُ
يُسْرًا
ي
أَثْقَالَهَا
ثَابِتٌ
ث
Catatan:
Ingat! Huruf ithbaq termasuk huruf isti’la dan dibaca lebih tebal daripada huruf isti’la lainnya.
Dalilnya:
وَحَرْفَ الاسْتِعْلاَءِ فَخِّمْ وَاخْصُصَا »« لِاطْبَاقَ أَقْوَى نَحْوَ قَالَ وَالْعَصَا
Artinya:
Dan tebalkanlah huruf isti’la khususnya ithbaq seperti kata (قَالَ) dan (الْعَصَا).

Artikel keren lainnya:

Masih Adakah Surga Untukku Bagian 5

Masih Adakah Surga Untukku
Laila
Episode 5

Laila baru saja selesai sholat isya di ruang sholat. Ia mengambil mushaf Alquran yang telah tersedia di ruang sholat. Tapi belum sempat Laila membaca ayat-ayat yang terdapat di dalam mushaf tersebut, terdengar suara ketukan di pintu depan. Mak Eti ke luar dari kamarnya dan menghampiri Laila. Mak Eti menyentuh bahu Laila dengan lembut.
"Itu Nak Tama pulang. Bukain pintu ya. Lalu temani suamimu makan," mak Eti tersenyum lembut. Laila tak mungkin membantah wanita yang seusia dengan bundonya tersebut.
"Baik, Mak." Laila pun bergegas ke pintu depan tanpa membuka mukenanya. Mak Eti pun segera berlalu ke kamarnya. Biasanya mak Eti lah yang selalu membukakan pintu untuk Tama dan menyediakan makan malamnya. Tapi sekarang telah ada Laila, istrinya. Mak Eti merasa tugas dan kewajiban Laila lah sekarang untuk mengurus segala keprluan dan kebutuhan Tama.
"Assalammualaikum." Tama sedikit terkejut melihat siapa yang membukakan pintu untuknya.
"Waalaikumsalam." Laila melebarkan daun pintu. Tama pun masuk tanpa menoleh pada Laila.
"Mau makan sekarang, Bang?" Laila menutup dan mengunci pintu, lalu mengikuti langkah tama ke ruang keluarga.
"Saya bisa sendiri," ujar Tama menuju ruang makan. Laila tercekat. Tapi Laila tetap mengikuti langkah Tama sampai ke meja makan. Tama menarik kursi dan segera duduk. Laila membukakan piring yang masih tertutup di depan Tama. Lalu dibukakannya juga semua lauk yang tersedia di meja makan.
Laila berniat menyendokkan nasi ke piring Tama, tapi Tama telah mengambil nasinya sendiri. Laila pun menarik tangannya kembali. Laila merasa bingun mau ikut duduk atau bagaimana. Tama masih tak mengacuhkannya.
"Saya ke ruang sholat dulu, ya Bang," akhirnya Laila pamit.
Tapi suara Tama menghentikan langkahnya.
"Saya asli Minang, tolong panggil saya dengan Uda," suara Tama terdengar datar sedatar ekspresi wajahnya. Laila meneguk ludahnya yang lagi-lagi terasa pahit.
"Ya, Uda." Laila mengangguk dan mencoba tersenyum. Lalu ia pun bergegas kembali ke ruang sholat.
Dalam hati Laila merasa heran, apa ga bosan laki-laki itu dipanggil dengan sebutan uda. Seluruh orang di kampungnya dan seluruh orang yang mengenalnya memanggilnya dengan sebutan uda. Laila aja bosan memanggil semua laki-laki yang usianya di atasnya dengan panggilan uda. Rasanya lebih manis jika dipanggil abang, apalagi kalau bisa memanggil dengan mas. Duh romantisnya. Laila tersenyum sendiri.
Tapi baiklah. memanggilnya dengan sebutan uda juga tidak apa-apa. Setidaknya laki-laki itu telah mau berbicara padanya.
Tak lama kemudian terdengarlah suara lembut Laila melantunkan ayat-ayat Alquran. Meski suaranya begitu lirih, tapi ternyata Tama bisa juga mendengar alunan merdu suara Laila. Ada yang terasa sejuk di dadanya mendengar bacaan Alquran di dalam rumahnya malam ini.
*****
Pukul 03.00, Laila bangun dan melipat selimutnya. Ia mengikat rambutnnya lalu bergegas ke kamar mandi. Laila membasuh wajahnya dengan air wudhu. Lalu ia beranjak ke ruang sholat. Entah mengapa, Laila merasa senang sujud dan menadahkan tangan di ruang yang juga bernuansa hijau tersebut. Ada ketenangan dan kedamaian di hatinya berlama-lama bicara dengan Tuhannya di sana.
Laila menunaikan delapan rakaatnya dengan salam di setiap dua rakaatnya. Lalu ia pun kembali menadahkan tangan. Ia memohon ampun atas salah dan dosanya. Mohon kesembuhan untuk bundonya. Dan terakhir Laila memohon jalan dan kemudahan pada Allah atas jalan hidupnya di rumah ini. Jika memang ia ditakdirkan untuk menjadi istri dari laki-laki yang bernama Tama itu, Laila memohon agar Allah membukakan hatinya dan hati Tama untuk bisa saling menerima satu salam lain.
Entah mengapa, hatinya mendadak terasa pilu setelah mengaturkan segala doa dan harapannya kepada pemilik hati dan kalbunya, yakni Allah swt.Air matanya mengalir membasahi pipi. Lirih suara tangisnya menambah syahdu suasana malam.
Tama yang turun ke bawah karena tiba-tiba merasa haus dan ingin minum, tertegun di samping ruang keluarga. Mata dan telinganya menangkap keberadaan seseorang di ruang sholat. Dan Tama tahu itu adalah Laila. Hati Tama ikutan terenyuh mendengar suara tangisan lirih Laila. Tapi Tama tak bisa berbuat apa-apa. Dengan langkah pelan, Tama menuju kulkas. Lalu mengambil gelas dan menuangkan air dingin ke dalam gelas. Biasanya mak Eti selalu meletakkan air putih di kamarnya. Tumben malam ini mak Eti lupa.
Tama kembali naik ke lantai dua dan menuju kamarnya. Ternyata  perempuan yang telah dinikahinya itu sholeha juga. Impian Tama dari dulu memang mendapatkan istri yang sholeha, yang rajin beribadah, agar kelak bisa mendidik anak-anaknya dengan baik. Sebab Tama sadar, ia pribadi belum cukup ilmu agama dan belum rutin melaksakan ibadah-ibadah sunnah seperti sholat tahajud, sholat dhuha, atau puasa senin kamis. Karena itulah, Tama berharap mendapatkan wanita yang agamanya lebih baik dari dirinya, agar anak-anaknya kelak mendapatkan pendidikan yang baik. Bukan kah madrasah pertama itu adalah di rumah?
****
Setelah sholat subuh, Laila pun menbantu mak Eti di dapur. Anita juga ikut membantu membersihkan rumah. Menyapu dan mengelap meja-meja, lemari dan kursi-kursi yang ada di ruang tamu dan ruang keluarga serta ruang makan.
Pagi ini mak Eti membuat soto padang. Tama kata mak Eti sangat suka sarapan dengan soto padang. Bau harum kuahnya memenuhi ruangan dapur. Sepertinya enak,Laila tak sabar ingin mencicipinya.
"Nak Laila, antarkan teh ini ke kamar, Nak Tama, ya." pinta Mak Eti seraya menyerahkan cangkir yang telah berisi teh panas. Kening Laila berkerut.
"Laila, Mak?" tanya Laila.
"Tugas seorang istri melayani suaminya." mak Eti menyerahkan cangkir teh itu pada Laila.  Laila lagi-lagi tak bisa menolaknya. Dengan dada bergemuruh, Laila menaiki anak tangga satu persatu.
Laila hanya takut tanggapan Tama yang tak baik dengan kehadirannya membawakan teh ke kamarnya. Ada dua kamar di atas yang pintunya bersebelahan. Laila ragu, yang mana kamar Tama. Dicobanya mengetuk pintu yang di sebelah kanan tangga. Tak lama terdengar suara laki-laki itu.
"Masuk aja, Mak." tangan Laila bergetar ketika membuka handel pintu. Dan ketika pintu terbuka, Tama terlihat kaget,  Ia pikir tadi mak Eti lah yang datang mengantarkan teh seperti biasanya.
"Ini, Uda. Tehnya." Laila berdiri di depan pintu. Ia ragu untuk masuk.
"Taruh aja di meja kerja saya," ujar Tama yang sedang mengancingkan kemejanya. Laila hanya mengangguk dan meletakkan cangkir teh itu di atas meja di samping laptop Tama. Lalu tanpa berkata apa-apa Laila pun segera ke luar dari kamar. Tama melirik perempuan yang memakai jilbab instan warna biru muda itu. Heran, ternyata di rumah dia juga memakai jilbab, pikir Tama seraya menggeleng-gelengkan kepalanya.
Sesampainya di luar kamar, Laila mengusap dadanya. Ia menarik nafas dalam-dalam mengurangi rasa sesak yang dirasakannya ketika memasuki kamar suaminya itu. Kamar yang begitu besar dengan dominan warna abu-abu dipadu warna orange. Sekilas Laila sempat memperhatikan isi kamar laki-laki itu.
Laila menuruni anak tangga dengan tergesa. Sesampai di dapur, ia pun menata sarapan di atas meja makan. Ia ingin masuk ke kamarnya, namun mak Eti menahan langkah Laila.
"Temani dulu suamimu sarapan," ujar mak Eti. Laila merasa bingung. Laki-laki itu tak mengharapkan kehadirannya, Laila bisa merasakan sikap dan tatapan matanya.
bersambung ....

Eps 1 >> Eps 2 >> Eps 3 >> Eps 4 >> Eps 5 >> Eps 6 >> Eps 7 >> Eps 8 >> Eps 9 >> Eps 10 >> Eps 11 >> Eps 12 >> Eps 13 >> Eps 14 >> Eps 15 >> Eps 16 >> Eps 17 >> Eps 18 >> Eps 19 >> Eps 20 >> Eps 21 >> Eps 22

Artikel keren lainnya:

Masih Adakah Surga Untukku Episode 4

Cerbung "Masih Adakah Surga Untukku"
#Laila
#Episode 4

Laila menadahkan tangan memohon ampunan pada Tuhan. Laila sadar, apa yang diperbuatnya pada laki-laki yang telah sah menjadi suaminya itu adalah suatu dosa. Tak seharusnya Laila berbuat seperti itu. Tapi semua telah terjadi.

Padahal sebenarnya Laila adalah perempuan yang cukup taat dalam beragama. Ia berusaha tidak hanya melaksanakan ibadah-ibadah wajib, tapi juga menyempurnakannya dengan ibadah-ibadah sunnah. Seperti sholat duha, Laila berusaha untuk melaksanakannya secara rutin.
Begitu banyak fadilah dari sholat dhuha yang pernah didengarnya dari pengajian-pengajian rutin di kampusnya. Salah satunya adalah Diampuni dosa-dosanya meski sebanyak buih di lautan. "Siapa pun yang melaksanakan sholat dhuha dengan langgeng, akan diampuni dosanya oleh Allah sekalipun dosa itu sebanyak buih di lautan," (HR Tirmidzi).
Pada hadist yang lain dikatakan akan dibangunkan rumah di surga. "Barang siapa  mengerjakan shoalt dhua sebanyak 12 rakaat, maka Allah akan membangunkan untuknya sebuah rumah di dalam surga," (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah). Dan masih banyak fadilah serta keutamaan sholat dhuha yang lainnya, yang membuat Laila merasa rugi jika tidak melaksanakannya.
Setelah selesai berdoa, Laila melipat mukenanya dan kembali ke dapur membantu Mak Eti. Ternyata mba Susi yang tadi diceritakan mak Eti telah datang dan ikut membantu memasak. Melihat kedatangan Laila, mba Susi langsung menghampiri dan menyalami Laila.
"Wah, ayu tenan," mba Susi menatap Laila dengan tatapan terpesona.
"Pantas ya, Pak Tama kesensem," imbuhnya lagi. Ucapan mba Susi membuat Laila tersipu malu.
"Ah, Mba Susi bisa aja," Laila menyentuh pundak mba Susi ramah. Laila memang ramah dan cepat akrab dengan orang. Sehingga wajar begitu ketemu orang langsung suka dan senang dengannya. Seperti mba Sri dan mak Eti, meski baru bertemu Laila, tapi mereka langsung merasa senang dengan Laila.
Lalu mereka bertiga pun asyik memasak seraya berbagi cerita. Lagi-lagi Laila mendapatkan informasi yang membuat hatinya tertegun. Mba Susi tak sengaja cerita kalau biaya sekolah dua orang anaknya dibantu oleh Tama. Mba Susi seorang janda. Suaminya meninggal dua tahun lalu karena kecelakaan. Tama lah yang banyak membantu mba Susi dan anak-anaknya.
"Goreng petei dan ikan asin dengan cabe ijau ini kesukaan, Pak Tama, Uni Laila," ujar mba Susi yang telah sibuk menata makanan di atas meja makan.
"Oh, iya Mba," Laila mengangguk seraya ikut membantu menata meja makan.
Beberapa buah rantang telah diisi dengan lauk dan sayur untuk bekal mba Susi dan pak Udin nanti jika pulang. Biasanya sebelum magrib mereka berdua pulang ke rumah kontrakan masing-masing.
"Assalammualaikum," terdengar salam dari pintu depan. Mba Susi bergegas ke depan membukakan pintu.
"Waalaikumsalam," ujar mba Susi seraya melebarkan daun pintu.
"Wah, tumben Pak Tama pulang makan siang ya," suara mba Susi terdengar heboh.
"Pasti karena ada istrinya ya, Pak Tama," mba Susi mengikuti langkah Tama ke ruang keluarga. Laila membeku di samping meja makan.
"Ada faktur toko yang tertinggal, Mba Susi," jawab Tama seraya bergegas ke lantai dua menuju kamarnya.
"Ayo, Uni Laila. Disusul itu suaminya. Siapa tahu perlu sesuatu," mba Susi tiba-tiba telah berada di samping laila dan menyikut tangan Laila serta mengerlingkan matanya dengan tatapan menggoda.
"Apaan sih, Mba Susi," Laila lalu beranjak ke dekat mak Eti. Mba Susi terkekeh melihat tingkah malu-malu Laila.
"Ada lagi yang perlu Laila bantu, Mak?"
"Udah selesai semua, Nak Laila. Pergi lah ke kamarmu di atas. Istirahatlah," ujar mak Eti seraya tersenyum pada Laila. Laila terdiam. Sebenarnya ia ingin sekali membaringkan tubuhnya. Tapi ia bingun mau masuk kamar yang mana.
"Mak Eti, tolong masukkan travel bag yang di runag tamu ke kamar di samping ruang sholat, ya," tiba-tiba Tama telah berdiri di dekat ruang makan.
"Oh, iya, Nak Tama," mak Eti tergopoh menuju ruang tamu.
Tapi sedetik kemudian wanita paruh baya itu kembali ke ruang makan. Tama telah duduk dan bersiap untuk makan siang. Sementara Laila hanya berdiri dengan bingung. Mba Susi telah ke ruang cuci di belakang.
"Eh, maaf, Nak Tama, apa tidak sebaiknya langsung aja Mak Eti bawa ke atas? Ke kamar, Nak Tama?" Tama menatap mak Eti dengan kaget, begitu pun dengan Laila. Tapi sejenak kemudian, ia kembali terlihat biasa-biasa saja.
"BIar Laila di kamar tamu aja dulu, Mak Eti. Kasihan nanti dia kecapean naik turun tangga," jawab Tama santai. Laila menelan ludahnya yang terasa pahit.
Ya, ini lebih baik. Ia pun belum siap sekamar dengan laki-laki yang telah berstatus suaminya itu.
"BIar Laila aja yang bawa, Mak." Laila bergegas mengejar mak Eti.
"Ga pa pa, Mak Eti aja. Nak Laila temani aja Nak Tama makan, ya," ujar mak Eti seraya mendorong travel bag Laila ke kamar tamu.
"Laila belum lapar, Mak. Nanti aja." ucap Laila dan mengikuti langkah mak Eti ke kamar. Sementara Tama telah makan dengan lahapnya, tanpa menawari dan mengajak istrinya itu untuk ikut makan.
Sesampainya di kamar, Laila langsung duduk di atas tempat tidur ukuran jumbo yang ada di kamar tersebut. Kamar dengan nuansa hijau itu terlihat segar dan nyaman. Laila tiba-tiba ingin merebahkan badannya dan tidur sejenak.
"Mak, Laila pengen baring bentar, ya."
"Ga makan dullu, Nak?"
"Nanti aja, Mak. Laila pengen istirahat bentar. Nanti habis sholat zuhur, Laila makan, ya." Laila tersenyum manis pada mak Eti yang menatapnya dengan tatapan iba.
"Iyalah. Mak tinggal dulu, ya. Mungkin Nak Tama mau balik lagi ke kantor atau ke tokonya," pamit mak Eti.
"Ya, Mak. Makasih, ya, Mak." ucap Laila tulus. Mak Eti mengangguk dan menutup pintu kamar.
Mak Eti menuju ruang makan dan melihat Tama telah selesai dengan makan siangnya.
"Dia ga makan, Mak?" tanya Tama yang melihat kedatangan mak Eti.
"Dia siapa, Nak Tama?" mak Eti menatap Tama bingung.
"Laila lah, Mak." Tama mencoba tersenyum pada mak Eti.
"Oh, istri Nak Tama? Nanti katanya, Nak Tama. Mungkin segan ga ditawari ama suaminya tadi," sindir mak Eti. Tama hanya mengangkat bahu. Setelah meneylesaikan makan dan mencuci tangannya, Tama pun segera bangkit.
"Mak, saya balik ke kantor. Nanti kayaknya ada kiriman mukena dari Bukit Tinggi. Letakkan aja dulu di ruang sholat ya. Itu mau dibagi-bagi ke mushalla ya, Mak. Suruh besok Pak Udin keliling narok di tiap-tiap mesjid dan mushalla di sekitar perumahan ini," ujar Tama sebelum ke luar dari pintu depan.
"Iya, Nak Tama. Tapi apa Nak Tama ga pamit dulu sama Nak Laila?" mak Eti menatap Tama dengan tatapan menyelidik. Heran juga mak Eti melihat sikap acuh majikan yang telah dianggapnya seperti anaknya ini.
"Saya buru-buru, Mak. Biarkan aja dia istirahat," jawab Tama lalu segera berlalu menuju mobilnya. Mak Eti hanya mengangguk.
****
Sementara di kamar, Laila mencoba memejamkan mata. Tapi yang ada matanya malah terbuka semakin lebar. Masih terbayang sikap acuh suaminya itu. Jangankan menyapa, menolehpun tidak. Tapi ... bukankah ia pantas mendapatkan perlakuan seperti itu? Bukankah ia harus bersabar seperti kata ayah? Toh ia juga tak memiliki perasaan apa-apa pada laki-laki itu, lalu buat apa ia harus memikirkan sikapnya?
Laila bangkit dari tidurnya. Ia buka jilbab instannya. Ian ingin mandi sebelum sholat zuhur. Tapi tiba-tiba perutnya terasa lapar. Setelah sholat zuhur nanti ia akan makan. Ia tak akan terlalu merisaukan sikap dan perlakuan suaminya itu. Yang ada di pikiran Laila saat ini hanya bundonya. Bundonya harus sehat seperti sedia kala.
Setelah mandi, sholat zuhur, dan makan siang bersama mak Eti, mba Susi dan pak Udin, akhirnya Laila bisa tertidur juga. Ternyata masih ada satu lagi penghuni rumah yang baru ditemui Laila tadi pas makan siang. Anita, anak gadis mak Eti yang ikut dengan mak Eti tinggal di rumah ini. Anita kuliah di UNJ, jurusan Pendidikan Matematika. Ia ingin menjadi guru matematika katanya. Anaknya cantik dan baik. Dan satu lagi kejutan buat Laila, Anita ternyata juga dikuliahkan oleh Tama.
Masih muda, sukses di usaha, tapi masih peduli pada sesama. Mengapa Laila baru mengetahui semua itu sekarang ya?
bersambung .....

Eps 1 >> Eps 2 >> Eps 3 >> Eps 4 >> Eps 5 >> Eps 6 >> Eps 7 >> Eps 8 >> Eps 9 >> Eps 10 >> Eps 11 >> Eps 12 >> Eps 13 >> Eps 14 >> Eps 15 >> Eps 16 >> Eps 17 >> Eps 18 >> Eps 19 >> Eps 20 >> Eps 21 >> Eps 22

Artikel keren lainnya:

Pengertian Hukum Ghunnah Dengan Contoh Dan Tingkatannya

Hukum Bacaan Ghunnah | Contoh Dan Tingkatan Ghunnah
Salah satu hukum tajwid yang banyak dilanggar oleh pembaca Al-Qur’an adalah hukum ghunnah. Hal ini disebabkan oleh kurang pengetahuan yang mendalam tentang ghunnah. Pada postingan ini akan dibahas tentang hukum ghunnah mulai dari pengertian ghunnah, contoh ghunnah dan tingkatan ghunnah.
Makhraj Ghunnah
Pengertian Ghunnah
Ghunnah adalah suara nasal atau suara yang keluar dari hidung yang terdapat pada huruf nun dan mim. Hukum ghunnah berlaku pada mim dan nun dalam keadaan tertentu, di antaranya:
1. Mim dan nun bertasydid
نّ: إِنَّ – عَلَيْهِنَّ - مَلِكِ النَّاسِ - مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ
مّ: ثُمَّ - لَمَّا - مُحَمَّدٌ –  فَهُمْ مِّنْ مَّغْرَمٍ مُّثْقَلُوْنَ
2. Idgham Bighunnah
Idgham bighunnah adalah nun mati atau tanwin bertemu salah satu huruf ya’, nun, mim, dan wau. Cara membacanya ialah melebur makhraj dan shifat nun kepada huruf idgham dan disertai dengan ghunnah. Contoh:
مِنْ وَّاقٍ - مَنْ يَّعْمَلْ - مِنْ مَّغْرَمٍ - عَامِلَةٌ نَّاصِبَةٌ
3. Idgham Mitslain
Idgham mitslain adalah mim mati bertemu mim. Contoh:
وَلَكُمْ مَّا – أَطْعَمَهُمْ مِّنْ
4. Iqlab
Iqlab adalah nun mati atau tanwin bertemu ba’. Cara membacanya ialah menggantikan suara nun dengan mim. Contoh:
أَنْبَأَهُمْ - سَمِيْعٌ بَصِيْرٌ
5. Ikhfa Haqiqi
Ikhfa’ haqiqi adalah nun mati atau tanwin bertemu salah satu huruf yang 14, yaitu:
ت ث ج د ذ ز س ش ص ض ط ظ ف ق ك
Cara membaca ialah menyamarkan makhraj nun disertai ghunnah. Contoh:
وَكَأْسًا دِهَاقًا - مَاءًا ثَجَّاجاً - إِنْ شَآءَ - قَوْمًا ظَلُوْمًا
6. Ikhfa Syafawi
Ikhfa’ syafawi adalah mim mati bertemu ba’. Contoh:
يَعْتَصِمْ بِاللهِ - تَرْمِيْهِمْ بِحِجَارَةٍ
7. Idgham ba’ ke mim
Idgham huruf ba’ ke mim termasuk idgham mutaqaribain. Contoh:
اِرْكَبْ مَّعَنَا
8. Idgham lam ta’rif ke nun
إِلَى النُّوْرِ - مَلِكِ النَّاسِ
Cara membaca ghunnah adalah dengan mengalirkan suara ke hidung dan ditahan dengan ukuran 2 harkat. Untuk mengetahuinya bisa dengan menutup hidung ketika mempraktikkan bacaan ghunnah.
Tingkatan Ghunnah
1. Akmal
Ghunnah pada mim dan nun ketika tasydid dan idgham. Hukum-hukumnya disebut dengan mim musyaddadah, nun musyaddadah, idgham mitslain, idgham bighunnah.
2. Kamilah
Ghunnah pada mim dan nun ketika dibaca ikhfa yakni pada hukum ikhfa’ syafawi, ikhfa haqiqi dan iqlab.
3. Naqishah
Ghunnah pada mim dan nun sukun yang dibaca izhar yakni izhar syafawi dan izhar halqi. Pada tingkatan ini ghunnah hanya dibaca satu harakat.
4. Anqash
Ketika mim dan nun berharakat. Pada tingkatan ini ghunnah hanya dibaca satu harakat.
Terima kasih atas kunjungannya. Mudah-mudahan lebih mudah difahami. Kalau belum faham silahkan bertanya di kolom komentar!

Artikel keren lainnya: