Home · Parenting · Konseling · Blogging · Tips · Daftar Isi

Masih Adakah Surga Untukku Episode 11

#Masih Adakah Surga Untukku
#Laila
#Episode 11


Sampai di lantai dua, Laila menghentikan langkah Tama. Dari dalam kantong baju gamisnya Laila mengambil dompet dan menegeluarkan ATM yang beberapa waktu lalu pernah diberikan Tama.
"Da, ini masih ada isinya ga?" tanya Laila dengan wajah lugu. Tama terbelalak mendengar pertanyaan perempuan di depannya ini. Sebenarnya kepala istrinya ini ada isinya ga ya? Tama benar-benar geram dibuatnya.
"Kamu mau beli mobil Brio pun dengan ATM itu masih akan bersisa duitnya. Kamu pikir saya pengusaha miskin? Ngasih ATM cuma buat gaya-gayaan?"
Kali ini Laila yang terbelalak mendengar ucapan Tama. Sampai tangan Laila gemetar memegang benda pipih itu. Waduh, kok banyak banget ya isinya. Rani pun tak kalah kagetnya. Enak betul Laila, dikasih ATM yang isinya begitu banyak, Rani merutuk dalam hati.
"Maaf, Da. Bukan maksud Laila begitu." Laila nyengir dengan rasa bersalah, bingung mau bilang apa. Tama melanjutkan langkahnya kembali. Wajahnya masih terlihat kesal.
"Da, Laila boleh pake isinya buat belikan Mak Eti dan Mba Susi baju daster ga?" Laila kembali menghentikan langkah Tama. 
"Kan sudah Uda bilang, kamu boleh gunakan ATM itu untuk apapun yang kamu mau. Itu sudah menjadi hak kamu." Suara Tama sedikit melunak. Mata Laila berbinar.

"Aduh, makasih ya, Da." Rasanya Laila ingin memeluk Tama, tapi tentu saja itu tak mungkin. Laila tersenyum dengan sumringah. Rani menyimak semuanya dengan dada yang terasa makin sakit.
"Ayo, Da. Kita ke toko batik itu." Tunjuk Laila. Tama pun mengikuti langkah Laila yang telah bergegas menuju toko batik di belakang eskalator. Rani pun ikut dengan langkah gontai.
Laila tak butuh waktu lama untuk memilih. Dia memang bukan tipe perempuan yang ribet. Setelah mendapatkan dua daster batik untuk mak Eti dan dua untuk mba Sri, Laila pun menuju meja kasir. Tapi Tama telah duluan berada di dekat kasir. Tama mengeluarkan dompetnya. Laila menatap heran.
"Udah, simpan aja ATM kamu. Pake ini aja," ujar Tama dan menyerahkan beberapa lembar uang kertas berwarna merah pada kasir.
"Tapi, Da. Ini kan Laila yang pengen belikan. Pake uang jatah Laila yang di ATM ini aja." Laila merasa tak enak hati.

"Kamu ga lihat, ga ada fasilitas untuk kartu debit di sini?" bisik Tama kesal. Kasir di depan Tama hanya senyum-senyum saja melihat tingkah dua orang di depannya itu.
"Oh." Wajah Laila bersemu merah. 

"Makasih, ya Da." Laila memeluk kantong belanja yang berisi daster itu dengan suka cita. Tama tersenyum. Mendadak rasa kesalnya pada perempuan cantik itu menguap. Sikap dan gaya Laila yang apa adanya membuat Tama sulit untuk berlama-lama marah dan sakit hati.
Setelah itu mereka pun menuju parkiran.
"Mau sholat dulu atau makan siang dulu?" tanya Tama begitu mereka telah duduk di dalam mobil.

"Sepuluh menit lagi azan zuhur, Da. Mending kita sholat dulu, baru makan," ujar Laila.
"Oke, tapi kita cari mesjid di luar aja ya." Tama pun menjalankan mobilnya ke luar dari parkiran Mangga Dua. Laila hanya mengangguk mengiyakan.

Tak berapa jauh, Tama membelokkan mobilnya ke arah sebuah mesjid. Begitu sampai di parkiran mesjid, azan zuhur pun berkumandang. Laila merasa lega. Waktunya pas sekali. Uda begitu lama Laila tak sholat di mesjid. Hatinya rindu untuk sholat berjamaah dan mendengarkan kajian seperti pada masa-masa kuliah dulu.
Laila dan Rani menuju tempat wudhu akhwat. Dan Tama pun menuju tempat wudhu ihwan.
Setelah sholat zuhur berjamaah, Tama membawa Laila dan Rani ke restoran Padang tak begitu jauh dari mesjid tempat mereka sholat tadi. Sebelum pesanan datang, Tama bertanya pada Rani yang duduk di depannya.
"Kamu benaran pengen kerja di Jakarta, Ran?"
"Benaran, Da. Tapi di kantor Uda, ya?" jawab Rani dengan wajah berbinar ceria. 
"Kalau kantor kan bukan punya Uda sendiri, tapi bertiga dengan Uda Arif dan Uda Zakaria. Jadi nanti Uda tanyakan dulu sama mereka, ya." 
"Ya, Da."

"Tapi kalau nanti mereka setuju kamu kerja di kantor itu, kamu nanti tinggal di rumah khusus karyawan ya. Di sana kamu akan banyak teman. Karyawan toko dan karyawan kantor yang perempuan tinggal di sana semua."
"Kok, gitu, Da? Rani ga mau, Rani mau di rumah Uda aja. Rani kan bisa berangkat dan pulang bareng Uda." wajah Rani cemberut. Laila menoleh melihat gadis di sampingnya ini. Makin berani aja gadis ini ya, pikir Laila.

"Ya, ga bisa gitu, Ran. Kamu kan bukan muhrim Uda, walaupun Uda telah menganggap kamu sebagai adik sendiri. Ga mungkin tiap hari kita berangkat dan pulang selalu berdua." Tama berusaha memberikan penjelasan.
"Ya, jadiin mahrom kalau gitu," ujar Rani santai. Laila hampir terlonjak mendengar kata-kata Rani. Ya Allah, kok ada perempuan yang ga bisa menjaga perasaan perempuan lainnya ya. Tama pun terlihat sangat kaget. Wajah Tama berubah menjadi merah mendengar kata-kata Rani.
"Rani, jaga bicaramu. Hargai Uni Laila sebagai istri Uda. Di mana hati nuranimu bicara seperti itu di hadapan perempuan yang berstatus sebagiai istri Uda." Suara Tama terdengar penuh emosi.
"Cuma status kan, Da?"
"Cukup Rani!" Tama hampir berteriak. Rani terdiam. Begitu pelayan datang mengantarkan makanan, Laila berdiri.
"Laila ke kamar mandi dulu, Da." pamit Laila dengan suara bergetar. Tama mengangguk.

Setelah Laila pergi, Tama kembali bicara pada Rani.
"Kamu kan perempuan Rani. Coba kalau kamu yang berada pada posisi Laila, bagaimana perasaanmu." suara tama terdengar lebih lunak.
"Kalau Rani yang menjadi Laila, Rani ga akan pernah meninggalkan Uda di malam pertama kita." 
"Rani, kamu ga berhak bicara seperti itu tentang apa yang pernah dilakukan Laila." Tama kembali menjadi emosi. Ternyata gadis yang satu ini memang tidak bisa dikasih hati.

"Tapi Rani punya hak untuk mencintai siapapun yang Rani mau. Dan Rani mencintai Uda sejak masih kecil dulu. Kenapa Uda tak mau mengerti perasaan Rani." kini Rani terisak. Tama menjadi serba salah.
Laila yang telah ke luar dari kamar mandi, berdiri tak jauh dari meja Tama dan Rani. Langkah Laila terhenti begitu mendengar kata-kata Rani. Ternyata Rani benar-benar mencintai Tama. Lalu dia? Apakah ia pantas untuk laki-laki itu jika tak ada cinta di hatinya?
Tama mengangkat kepalanya dan menemukan Laila yang berdiri mematung di belakang Rani. Tama menganggukkan kepalanya pada Laila, menyuruh Laila untuk segera duduk. Laila pun mendekat. Meski rasanya berat, Laila kembali duduk di antar Tama dan rani.
"Ayo, makan," ajak Tama. Meski tak ada lagi yang merasa berselera melihat makanan di depan mereka, tapi mereka tetap mengambil nasi dan lauknya. Mereka bertiga pun makan dalam diam.
****
Dari rumah makan Padang, Tama menuju Senayan City. Seperti janjinya, Tama akan mengambilkan baju di butiq nya buat Laila. Di sepanjang jalan, mereka hanya diam. Hanya lagu Naff yang meningkahi keheningan mereka.
Laila sampai tertidur karena cukup lama mereka terjebak macet. Begitu sampai di tempat parkir, Tama membangunkan Laila yang terlihat begitu nyenyak. Laila membuka matanya dan terlihat wajah Tama yang berada tak begitu jauh dari tempat duduknya. Laila reflek menarik tubuhnya.
"Udah sampai, da?"
"Udah, ayo." ajak Tama seraya turun.

Laila pun bergegas membuka pintu di sampingnya sebelum Tama datang membukakan pintu. Mall terlihat tak terlalu ramai. Mungkin karena masih jam kerja. Tama berjalan di depan, Laila dan Rani mengikuti dari belakang.Tak berapa lama mereka sampai di butiq Tama yang terletak di lantai satu.
Baju gamis polos berwarna soft, terlihat begitu mewah. Laila menelan ludahnya. Ini sangat berbeda dengan yang di Mangga Dua tadi.
"Wah, Pak Tama, bawa Ibu, ya," karyawan perempuan Tama yang berjumlah tiga orang menyambut mereka di pintu masuk. Lalu mereka menyalami Laila dengan hormat. Mereka juga telah mengenali wajah Laila dari foto profil di WA bos mereka itu. Lalu mereka pun menyalami Rani yang wajahnya terlihat tak ramah.

"Silakan, Bu, siapa tahu Ibu ada yang suka," ucap salah seorang karyawan Tama dengan ramah.
"Iya, makasih," jawab Laila dengan senyum yang selalu manis. 
"Pilihlah mana yang kamu suka. Ambil berapapun yang kamu mau," bisik Tama di telinga Laila. Laila hanya tersenyum.

Laila memegang satu per satu gamis-gamis cantik di depannya. Laila melihat brand yang terletak di belakang leher gamis yang dipegangnya. Mata Laila membulat, ya Tuhan, ini kan brand perancang terkenal yang desain-desainnya pernah Laila lihat di istagram teman kampusnya. Lalu Laila melihat harganya. Laila bergidik sendiri melihat angka yang tertera di sana.
Tidak ... tidak ... ia tidak akan membeli baju yang harganya bisa untuk makan mereka satu bulan di kampung. Laila menggeleng-gelengkan kepalanya. 
"Kenapa?" Tama yang sedari tadi memperhatikan Laila merasa heran melihat tingkah Laila.
"Ga ada yang suka?" tanya Tama. Laila mengangguk, tapi kemudia menggeleng. Tama terbahak melihat Laila.

"Kenapa sih?" Tama merasa penasaran melihat ekspresi wajah perempuan di sampingnya ini. Sementara Rani yang tadi kelihatan sendu, sekarang sudah riang lagi begitu melihat baju-baju cantik di depan matanya.
Karyawan Tama pun memperhatikan Laila dan senyum-senyum melihat tingkah istri majikan mereka itu.
"Uda, ga usah aja, ya. Besok aja kapan-kapan, Laila ambil baju yang Mangga Dua lagi," bisik Laila di telinga Tama. Kening Tama mengernyit. Ada apalgi dengan perempuan yang satu ini. Uh, wanita memang makhluk aneh. Memang sulit untuk dipahami.
Tadi sewaktu memasuki butiq terlihat wajah dan tatapan mata terpesona Laila pada gamis-gamis di butiqnya. Tapi sekarang bilang ga usah. Sekarang Tama yang geleng-geleng kepala.
"Memang kamu ga ada yang suka? Gamis-gamis seperti ini kamu ga pengen?" Tama memastikan lagi pada Laila. Laila terlihat nyengir.
"Hihihi, suka sih, Da. Tapi lihat itu, harganya, Da. Sayang duitnya, Da," bisik Laila lagi dengan wajah merona malu. Laila malu kalau Tama tahu ia menyukai gamis-gamis di hadapannya ini.
"Siska, Ria, kamu packing ya, yang best seller ama yang baru masuk bulan ini, sepuluh buah,  size M semua ya," ujar Tama seraya berlalu ke meja kasir. 
"Sepuluh , Pak?" tanya Siska dan Ria bersamaan. Laila pun melongo. Sepuluh? Apa itu untuk dia? Apa laki-laki ini ingin bangkrut?

"Iya, sepuluh? Kenapa?" Tama balik bertanya.
"Tapi yang best seller masing-masing size cuma sisa satu lho, Pak." Ria mencoba menjelaskan.
"Lalu apa masalahnya?"
"Ga, Pak. Ga ada masalah." Lalu Siska dan Tia pun bergeas masuk ke ruang dalam butik. Mereka segera membungkus pesanan bos mereka. Enak betul ya jadi istri bos, pikir mereka. Mereka aja udah bertahun-tahun kerja di butiq ini belum pernah nyoba baju-baju mahal seperti ini. Hehe, Siska dan Ria tertawa sendiri dengan pikiran bodoh mereka.

"Uda, aku boleh ambil satu, ga?" tiba-tiba Rani telah berada di depan meja kasir Tama dengan membawa sebuah gamis berwarna mocca.
"Kamu kan ga pernah pake gamis. Mubazir aja kalau kamu ngambil." Tama kelihatan keberatan Rani minta gamis yang di butiq ini.
"Tapi kalau ke pesta kan aku bisa juga pake gamis, Da." Rani cemberut. Tama melihat pada Laila ingin minta pendapat. Tapi Laila terlihat acuh.

"Ya, udah. Cuma satu, ya. Ga ada lagi yang lain." Kali ini suara Tama terdengar tegas.
"Makasih, Da." Rani bersorak girang. Akhirnya bisa juga ia punya baju mahal.

Tak berapa lama, Siska dan Rani ke luar dari ruang dalam butiq. Tangan mereka menenteng tas besar yang terbuat dari bahan kertas. Logo SF tertulis di bagian depan kantong berwarna merah maron itu. Ada lima kantong besar yang mereka pegang. Siska dan Ria pun menyerahkannya pada Tama.
"Ini, Pak." 
"Oke, makasih. Saya bayar aja pakai kartu ya, biar pembukuan dan laporan  kalian nanti ga bermasalah." Tama pun menyerahkan kartu debitnya pada Debby, kasir di butiq ini. Debby menerimanya dengan tersenyum.

"Rani, sekalian bawa ke sini, ya." Tama memanggil Rani yang masih asyik melihat-lihat gamis. Rani pun berjalan mendekat ke meja kasir dan menyerahkan gamis pilihannya.
Setelah selesai transaksi, Tama pun menenteng kantong-kantong belanjaan buat Laila ke mobil. Tama hanya merasa bertanggung jawab telah memberikan seluruh pakaian Laila pada Rani kemarin. Tak apalah jika ia menggantinya dengan yang lebih bagus.
Tapi begitu ke luar Mall sebelum sampai di parkiran, seseorang mengehentikan langkah mereka. 
"Laila!" seorang laki-laki yang akan memasuki mall tiba-tiba memanggil Laila. Laila menoleh.

"Kak Fadil?" mata indah Laila mengerjap, tak percaya ia bisa bertemu dengan kakak kelasnya itu di sini. Ada debaran halus di dadanya begitu melihat laki-laki di hadapannya ini. Fadil  pernah menyukai Laila dan Laila pun pernah menyukainya. Tapi Laila terpaksa menolak cinta laki-laki itu karena tak ada istilah pacaran dalam keluarga besar mereka.
"Lagi apa di sini?" tanya Fadil tanpa mengalihkan tatapannya pada perempuan cantik di depannya ini. Bertahun ia mencoba menghilangkan perasaannya pada Laila, tapi ia tak pernah mampu. Cinta di hatinya untuk Laila masih bertahta dengan indah.
"Kenalkan, Kak, ini suami Laila." Laila menangkap sikap tak bersahabat Tama pada Fadil.
"Oh, kamu sudah menikah?" terdengar suara kecewa Fadil. Raut wajah laki-laki itu pun berubah. Sungguh tak dapat ia menyembuyikan  luka hatinya mendengar Laila telah menikah. Pupus sudah harapannya. Dengan lemah, Fadil mengulurkan tangannya pada Tama. Tama menyambutnya dengan gagah.

"Fadil."
"Tama."

"Ayo, Laila." Tama berjalan mendahului, diikuti Rani yang tersenyum senang. Bakal ada jalan nih, bisik hati Rani. 
"Laila pamit, Kak." Laila pun menyusul langkah Tama.

"Laila!" suara Fadil kembali memanggil Laila. Laila menghentikan langkahnya, dan berbalik menatap Fadil, begitu juga dengan Tama. 
"Apa itu artinya kamu tak akan pernah mengejar impianmu? Mengajar bahasa Indonesia ke luar negeri?" suara Fadil terdengar parau. Laila tertegun mendengar pertanyaan Fadil. Dada Laila terasa sesak. Kata-kata Fadil mengusik lagi bilik hatinya tentang impian dan cita-citanya yang belum sempat terwujudkan.

"Entahlah, Kak." Laila hanya menggeleng. Laila berbalik dan  kembali melanjutkan langkahnya. Tama menggenggam kuat tali kantong pakaian di tangannya. Itukah alasan perempuan ini meninggalkannya di malam pernikahan mereka? Tama kembali diingatkan dengan malam menyakitkan itu. Ada yang kembali berdarah di hatinya.
bersambung ....

Eps 1 >> Eps 2 >> Eps 3 >> Eps 4 >> Eps 5 >> Eps 6 >> Eps 7 >> Eps 8 >> Eps 9 >> Eps 10 >> Eps 11 >> Eps 12 >> Eps 13 >> Eps 14 >> Eps 15 >> Eps 16 >> Eps 17 >> Eps 18 >> Eps 19 >> Eps 20 >> Eps 21 >> Eps 22

Artikel keren lainnya:

Mad Arid Lissukun: Pengertian dan Contohnya

Pengertian Mad Arid Lissukun | Contoh Mad Arid Lissukun
Mad arid lissukun adalah huruf mad menghadapi huruf yang mati karena diwaqafkan. Mad arid lissukun termasuk ke dalam kategori mad far'i karena setelah mad ada huruf sukun. Selain itu mad arid lissukun juga dihukumi jaiz artinya para ulama berbeda pendapat tentang panjangnya mad arid lissukun.
Hukum Mad
Pengertian mad ‘arid lissukun dalam bahasa Arab sebagai berikut:
أَنْ يَقَعَ بَعْدَ حَرْفِ الْمَدِّ سَاكِنٌ عَارِضٌ لِلْوَقْفِ
Mad ‘arid lissukun adalah setelah mad terdapat huruf sukun karena waqaf. Dalam membaca Al-Qur’an kita tidak membaca terus-terusan tanpa adanya berhenti. Berhenti dalam membaca Al-Qur’an disebut dengan waqaf. Salah satu ketentuan ketika waqaf adalah mensukunkan huruf akhir dari kata yang diwaqafkan. Apabila sebelum huruf akhir terdapat huruf mad maka dihukumi mad ‘arid lissukun. Panjangnya bisa 2, 4 atau 6 harakat.
Contoh mad ‘arid lissukun:
نَسْتَعِيْنُ – يُوقِنُوْنَ – عَظِيْمٌ – الرَّحْمَانُ
Yang perlu diingatkan bahwa mad ini hanya berlaku bila diwaqafkan saja. Sedangkan bila diwashalkan maka hukumnya kembali ke asal yaitu mad ashli. Tentunya di Al-Quran sangat banyak contoh mad ‘arid lissukun. Berikut di antaranya:
الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ
إِنَّ الْإِنْسَانَ لِرَبِّهِ لَكَنُودٌ

وَإِنَّهُ عَلَى ذَلِكَ لَشَهِيدٌ
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
وَأَرْسَلَ عَلَيْهِمْ طَيْرًا أَبَابِيلَ
إِنَّ رَبَّهُمْ بِهِمْ يَوْمَئِذٍ لَخَبِيرٌ
يَوْمَ يَكُونُ النَّاسُ كَالْفَرَاشِ الْمَبْثُوثِ
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِأَصْحَابِ الْفِيلِ
اللَّهُ يَسْتَهْزِئُ بِهِمْ وَيَمُدُّهُمْ فِي طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُونَ
Apabila huruf terakhir yang disukunkan mempunyai hukum lain seperti qalqalah, tafkhim, tarqiq, dll maka harus diterapkan hukum tersebut.
Contoh mad arid lissukun yang dibarengi qalqalah kubra:
وَلَهُمْ عَذَابُ الْحَرِيقِ
وَالسَّمَاءِ ذَاتِ الْبُرُوجِ
وَإِنَّهُ لِحُبِّ الْخَيْرِ لَشَدِيدٌ
Adapun apabila huruf terakhir kata yang diwaqafkan adalah huruf ra’ maka ada dua hukum. Dihukumi tafkhim (dibaca tebal) apabila sebelum ra’ adalah alif atau wawu dan dihukumi tarqiq (dibaca tipis) apabila huruf sebelumnya ya’.
Contoh:
الْعَزِيزُ الْجَبَّارُ
وَحُصِّلَ مَا فِي الصُّدُورِ
إِنَّ رَبَّهُمْ بِهِمْ يَوْمَئِذٍ لَخَبِيرٌ
Sekian dan demikian pemaparan tentang pengertian mad arid lissukun beserta contohnya. Semoga bermanfaat.

Artikel keren lainnya:

Kultum: Puasa Menguatkan Hubungan Dengan Allah

Materi Kultum: Puasa Menguatkan Hubungan Dengan Allah
Assalamu ‘Alaykum  Warahmatullahi Wabarakatuh
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ، وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
Puasa merupakan upaya penguatan tali hubungan dengan Allah (hablumninallah), yang diperoleh melalui pengasahan hati nurani, dan kasih sayang sesama manusia. Karena dalam puasa kita diajarkan agar melakukannya dengan tulus dan tidak dibuat-buat, sehingga akan melahirkan keyakinan yang kuat pada Allah yang Maha mengetahui ibadah puasa yang kita jalankan.
Kesadaran seperti itu secara otomatis akan mempererat hubungan dengan Allah sehingga Allah swt memperhatikan kesulitan para hambaNya, dan dan memberikan jalan keluar di balik kesulitan mereka. Sebagaimana firman Allah SWT. : “Sesungguhnya di balik kesulitan ada jalan keluar, dan dibalik kesulitan ada jalan keluar. Jika kamu selesai mengerjakan suatu pekerjaan, tanganilah pekerjaan lain secara sungguh-sungguh”. (QS. Al-Insyirah: 5-6)
Ayat diatas mengisyaratkan bahwa kesadaran hati nurani yang tumbuh pada diri seseorang membuatnya yakin bahwa Allah ta’ala senantiasa menolong atas setiap kesulitan. Oleh karenya tidak pantas bagi manusia itu mengeluh atas pekerjaan walau berat sekalipun, kalau ia yakin akan adanya pertolongan Allah.
Puasa adalah latihan yang dapat melahirkan etos kerja dan keikhlasan. Oleh sebab itu kesadaran dan kesungguhan dalam menjalankan ibadah tersebut perlu ditanamkan sehingga menumbuhkan keyakinan yang kuat pada Allah yang senantiasa menolong hambaNya.
Puasa yang sungguh-sungguh memungkinkan bagi diperolehnya keberkahan yang merupakan kebaikan dari Allah bagi umat manusia yang disayangiNya. Yakni mereka yang memiliki kesadaran spiritual yang tinggi dalam menjalankan puasa dan rangkaian ibadah yang disukai Allah dalam bulan puasa.
Puasa dapat membentuk hati nurani yang kuat dan kokoh, sehingga terbentuklah iklim sosial yang penuh kebersamaan dalam sebuah masyarakat. Dengan kebersamaan itu semua komponen masyarakat tumbuh rasa memilikinya dan masing-masing merasa perlu mengambil peran strategis dalam pembangunan. Rasulullah saw. menggambarkan bahwa kunci kemajuan suatu bangsa adalah apabila setiap komponen bangsa mengambil peran dalam pembangunan bangsa. Diantaranya adalah: Para penguasa yang merasa terpanggil untuk memimpin masyarakat dengan adil, para pedagang dan pengusaha yang menjalankan bisnisnya dengan jujur, para ulama dan kaum cendikiawan memberikan ilmunya dengan ikhlas, dan kaum dhuafa’ selalu berdo’a untuk pemimpinnya dan kemajuan bangsanya.
Wassalamu ‘Alaykum  Warahmatullahi Wabarakatuh

Artikel keren lainnya:

Menikah dengan Syetan (Bag 4)

Cerpen "Menikah dengan Setan" Bagian 4.
Malam semakin larut, Halimah dan kedua adiknya sholat berjamaah disebelah tubuh Dasinun yang tak berdaya, Dwi yang menjadi imam sholat tak sanggup membaca ayat-ayat Allah ia tahu betul arti dari Ummul Qur'an (Induk Al-Qur'an) Alfatihah, ia membacakan dengan lantang seraya menangis terisak-isak, Dwi memberikan penekanan pada ayat “Maaliki yawmiddiin yang artinya  “Yang menguasai Hari Pembalasan”, ada dendam membara dalam hatinya melihat keluarganya diperlakukan bagai sampah.
Setelah salam, tangisan Halimah pecah, Dwi dan Sur memeluknya dengan erat diatas koran yang mereka jadikan alas untuk bersujud. 
Malam berlalu, pagi menjadi satu-satunya harapan mereka untuk tetap bertahan. Halimah harus bangkit mencari uang, ia harus membiayai biaya Rumah Sakit yang tak sedikit nilainya, Dwi dan Sur pun harus tetap bersekolah. Halimah berfikir keras, ia tak memegang satu rupiah pun ditangannya.
“Dwi, Sur, Mba mau pulang dulu kerumah, Mba harap celengan ibu juga Mba masih tersimpan rapat di lemari, semalam kita terlalu panik sehingga lupa apa saja yang harus kita bawa.”
“Jangan mba, bahaya!” cetus dwi “tidak ada jalan lagi, Mba harus kesana wi.” Jawab Halimah.
“Kalau begitu aku  antar mba”
Halimah mengangguk ,
“Sur, Mba dan Mas Dwi pergi dulu ya, jaga bue ya kalau kamu lapar, kamu minum air putih saja dulu yang banyak ya sur, insyaAllah Mba dan mas Dwi akan datang bawa makanan.” Lanjut Halimah. Ia menangis, dan menguatkan adiknya yang masih duduk dibangku SD itu, Sur memeluk tubuh Mbanya ia tersenyum dan menguatkan Mbanya.
Halimah dan Dwi berangkat menggunakan sepeda ontel yang berhasil mereka pinjam oleh petugas Rumah Sakit yang iba pada mereka. Dwi mengayuh sepeda itu dengan hati-hati, Halimah memeluk tubuhnya dengan erat, pandangan mereka kosong. Air mata Halimah tak henti-hentinya mengalir.
Sesampai di desa mereka berjalan pelan-pelan menyelinap seperti maling, mereka masuk kedalam rumah, ruang tamu,kamar depan milik Dasinun juga ruang tengah sudah habis terbakar hanya tersisa dapur dan dua kamar belakang. Bersyukur beberapa pakaian juga celengan yang ia simpan dilemarinya masih tertata rapih, ia mengambil beberapa plastik dan memasukkan segala kebutuhan didalamnya, begitupun Dwi yang mengambil beberapa kebutuhan untuknya juga Sur.
Halimah menuju kamar Dasinun yang sudah terbakar habis, ia berharap celengan ibunya masih selamat. “Alhamdulillah”pujinya, Dasinun menyimpan uangnya ditoples kaleng bekas biscuit, celengannya utuh hanya warnanya saja jadi hitam.
Halimah diam-diam bersama Dwi keluar dari bangunan yang hampir roboh itu, dari jauh suara yang tak ia inginkan terdengar “HALIMAH!” Ia kaget, Dwi dan Halimah buru-buru naik keatas sepedanya, namun kalah cepat dengan langkah warga yang ingin mengulangi kesalahan mereka lagi.
“HALIMAH, KELUAR KAMU DARI KAMPUNG KAMI!” teriak seorang wanita yang seusia dengan Dasinun. Halimah diam ia tak menghiraukan kata-kata mereka.
“PERGI KAMU HALIMAH!” usir mereka kembali. Seseorang berusaha mengulangi kejahatan serupa, ia melemparkan batu kerikil ke wajahnya sontak membuat ibu-ibu itu menjadi bringas dan turut mengambil kerikil di kaki mereka.
“BERHENTI!” teriak seorang laki-laki yang suaranya sangat ia rindukan, Halimah menangis mendengar suaranya “Mas Haikal”  desahnya.
“Berhenti ibu-ibu,” Laki-laki itu melindungi Halimah dengan tubuhnya, warga pun berhenti karena menghormati Haikal anak dari seorang ningrat.
“Bangun Halimah.” Matanya berkaca-kaca ia membangunkan Dwi yang semula berlindung dibalik sepeda.
Halimah menangis, rasanya ia ingin memeluk laki-laki yang hampir menjadi imamnya, ia ingin menceritakan semua kekejaman yang mereka lakukan padanya, hatinya tidak lagi berdesir karena rindu, hatinya merasa aman ia merasa tentram, wanita itu berharap Haikal bisa melindunginya saat ini.
“Apa yang terjadi dengan kamu Halimah? Kenapa bisa seperti ini?” tanya Haikal, matanya berkaca-kaca menahan tangis, Halimah yang terkenal tangguh dimatanya begitu kacau, pakaiannya dekil, kerudungnya tak serapih biasanya, ia hancur.
“Aku..aku..” jawab Halimah terisak-isak ia tak sanggup bicara, mulutnya seperti terkunci melihat Haikal dihadapannya.
“Dia telah selingkuh dibelakangmu Haikal, ia bahkan tak malu melakukan perzinahan disini dengan sahabatmu Faisal!” sergah Ayu yang tiba-tiba datang bersama beberapa remaja perempuan didesanya.
“Bohong..bohong..itu Fitnah Mas!"
“Kami dan warga disini saksinya Haikal, kami juga sering melihat Faisal bersama Halimah saat kamu pergi.” lanjut Ayu.
“Fitnah..itu fitnah Haikal.”Mata Halimah memandang mata Haikal dengan penuh belas kasih, ia memohon untuk Haikal agar percaya padanya, ia sudah lelah menjelaskan padanya akan kebiadaban mereka, ia hanya menuntut laki-laki itu untuk percaya padanya.
“Halimah..” panggil Haikal, mereka terdiam.
“Maafkan aku, aku tidak ada saat kamu membutuhkanku, saat ini aku tidak bisa menentukan mana yang benar dan salah, aku mohon maaf Halimah, sampai kebenaran itu nyata untukku aku belum bisa mempercayaimu, aku bebaskan kamu Halimah atas lamaranku minggu lalu.” Haikal berpaling membelakanginya, ada air mata yang keluar dikedua sudut matanya. Halimah melihatnya pergi menjauh, harapan ia satu-satunya kandas, laki-laki yang seharusnya percaya berlalu darinya. Tubuhnya lemas, tulang belulang bagai lolos dari tubuhnya.
“Biarkan saja dia mba!” ucap Dwi menguatkan Mbanya, ia mengangkat Mbanya dari keterpurukan, Sepeda itu berjalan kembali keluar dari Desa menuju Rumah Sakit, mereka sudah membawa semua kebutuhan yang diperlukan, Halimah masih terdiam bagai raga tak bernyawa, ia tak menangis. Hatinya sudah hancur.
Halimah sampai dirumah sakit, mereka bergegas menuju ruangan UGD, Sur yang menunggunya sejak tadi memintanya untuk keruangan dokter. Ia pun bergegas, dengan membawa beberapa uang dari hasil bongkaran celengan miliknya dan milik Dasinun. Dokter yang merawat Dasinun sudah menunggunya sejak 30 menit yang lalu,
“Dok."
“Iya silahkan, mba anak dari ibu Dasinun?”
“Ya dok saya.”
“Mba, setelah kami melakukan pemeriksaan menyeluruh, kami bisa simpulkan bahwa saluran usus bu Dasinun pecah akibat peradangan yang ia alami sebelumnya dan benturan benda keras,  itulah yang menyebabkan pembengkakkan terjadi diperutnya, harus dilakukan tindakan operasi segera, jika tidak bisa berbahaya, kami dari tim rumah sakit akan mempersiapkan segalanya, mba silahkan mengurus administrasinya agar kami bisa segera melakukan tindakan.”
Halimah lelah, begitu berat cobaan baginya, ia berjalan menuju ruang administrasi, uang yang ia kumpulkan dari bongkaran celengan miliknya tak lebih dari tiga juta rupiah, nilai yang sangat sedikit sekali untuk biaya perawatan ibunya, untungnya Rumah Sakit ini memberikan kemudahan baginya untuk bisa membayar uang muka terlebih dahulu diawal, dari uang tiga juta yang ia punya, dua jutanya sudah ia pakai untuk biaya rawat inap, biaya UGD, obat dan lainnya. Halimah tegar, ia mencoba berfikir tenang, selembar kertas dari ruang administrasi ia terima, biaya operasi ibunya beserta biaya rawat inap kelas 3 dan lainnya berjumlah fantastis baginya, 30 juta rupiah, angka yang sangat besar. Ia menarik nafas, ia mencoba berfikir dengan tenang kemana ia harus meminjam uang sebesar itu.
“Mba.” sapa Dwi yang melihatnya termenung didepan loby.
“Ehh..!” Ia terperanga, adiknya mendekat dan mengambil secarik kertas yang ia pegang.
“30 juta mba.” Dwi memelas.
Halimah diam dan terus berfikir, ia memandang kesegala arah melihat orang-orang disekitarnya yang mungkin memiliki masalah yang sama dengannya, pikirannya lalu terbang ke gedong tua, pikirannya sudah buntu, seperti tak ada jalan lain ia harus kembali ke Gedong tua untuk meminta bantuan, hati kecilnya merasa laki-laki yang membantunya kemarin adalah orang yang baik.
“Mba harus kembali ke Gedong tua, wi.”
“Jangan mba, jangan kita ngga boleh minta bantuan pada jelmaan jin”
“Dia Manusia wi, mba merasakan itu, bohong semua cerita orang-orang itu, dia orang baik mba yakin, hanya dia satu-satunya harapan wi, dia yang kemarin membantu kita, mba yakin kali ini dia pasti mau membantu kita.”
“Tapi ini masih sore kak, bukankah mereka membuka gerbangnya saat malam hari.”
“Mba akan menunggunya, sampai mba dapat mba tidak akan pulang.”
“Mba, aku ikut.”
“Kamu disini saja, mba khawatir terjadi apa-apa dengan bue, Sur masih kecil ia tidak mengerti apa-apa, mba berangkat sekarang.”
“Ya mba.”
Halimah sholat, setelah ashar ia berangkat menggunakan sepeda yang tadi ia pakai bersama adiknya, dengan kegigihan juga keyakinan, ia yakin ia akan pulang dengan membawa uang. Senja menyingsing, kabut tebal mulai turun kebawah udara semakin dingin, menjelang maghrib Halimah tiba di Gedong tua, rasa takut yang ia alami beberapa malam lalu sedikit berkurang, cahaya matahari mulai padam, Rumah itu pun mulai menebarkan aura gelapnya.
Gerbang masih tertutup, ia menunggu dengan sabar seraya berdzikir, sesekali ia melihat kedalam menanti Pak Darmin, atau Mbok yang ia belum tahu namanya, atau bahkan Tuan penghuni keluar.  Ia mulai berani membunyikan gembok yang sebesar tangannya, ia bentur-benturkan tak lama Pak Darmin berlari menemuinya, tanpa membuka gerbang Pak Darmin memintanya untuk pergi
“Ya Ampun mba, ada apa lagi toh.. tolong jangan terus menerus kesini.” Ucapnya
“Izinkan saya sekali lagi bertemu dengannya pak, setelah ini saya janji tidak akan meminta bantuan lagi.” Ucap Halimah hingga bibirnya menyentuh dinding gerbang yang tertutup begitu rapat.
Tak lama terdengar suara si Mbok ia berlari lalu ia meminta untuk dibukakan gerbangnya untuk Halimah, Halimah bersyukur hatinya lega. Ia masuk seraya mencium tangan si Mbok, laki-laki itu berdiri dipekarangan rumah, dari jauh Halimah melihat tubuhnya tinggi besar, pundaknya bidang, rambutnya panjang juga wajahnya penuh dengan janggut kedua tangannya ia lipat didada, ia menatap Halimah begitu tajam. Halimah berjalan pelan kearahnya, tak lama ia masuk kedalam rumah. Halimah  menginjakkan kakinya kembali di rumah Gedong tua. Ia duduk dibawah lantai itu, Laki-laki itu duduk disebuah kursi tua persis dihadapannya,air mata Halimah terjatuh, ia berharap laki-laki itu mau mengasihaninya.
“Katakan!” ujarnya, suaranya begitu menggelegar di hati Halimah, mendengar suaranya jantung terasa berhenti.
“Maaf..sekali lagi maaf, tak seharusnya saya datang pada anda tapi saat ini taka da satpun yang bisa saya membantu saya.” Jawab Halimah merendah.
“Langsung saja tidak usah bertele-tele!”
“Saya butuh uang, ibu saya harus dioperasi, saat ini saya tidak memiliki uang saya berjanji secepatnya akan saya kembalikan, tolong bantu saya.”
“Berapa?”
“30 juta..” jawabnya memelas, air matanya kembali menetes.
“Apa jaminannya?”
“Saya tidak punya apa-apa Tuan, saya bisa membayar dengan tenaga saya, saya bisa melakukan apa saja, tolong bantu saya Tuan.”
“Saya tidak butuh pekerja!”
“Apapun itu Tuan, saya akan menggantinya demi nyawa ibu saya, saya mohon..” Halimah menangis, nafasnya mulai tersendat, suaranya semakin parau terdengar.
“Ok! Kamu bisa mendapatkan uang itu, asalkan.”
“Apapun itu, apapun itu.”
“Kamu menikah dengan saya.” Halimah bagai tersambar petir, ia sama sekali tak menyangka laki-laki yang terlihat seperti monster itu memintanya untuk menjadi istrinya.
“Nggak..nggak.. itu hal yang tidak bisa saya terima.. tolong jangan manfaatkan saya, saya sedang kesulitan, tolong bantu saya.!” Tangisan Halimah pecah, ia tak mungkin menerima permintaan laki-laki itu.
“Kalau begitu tidak uang! Pak Darmin! Usir dia!”
“Tolong saya.,,saya mohon tolong saya,” Halimah menangis sesegukan Darmin membopong tubuhnya “Saya mohon bantu saya, saya akan melakukan apa saja asal jangan itu, saya mohon!” teriak Halimah, pintu ditutup Halimah terdiam di teras rumah, ia menggedor-gedor untuk meyakinkannya agar mau membantunya dengan tulus.
Halimah tak berdaya, ia jatuh pikirannya kacau, ibunya harus segera di operasi, tangisannya semakin menjadi, ia duduk disana hingga malam semakin larut, berharap laki-laki itu mau berbesar hati membantunya tanpa syarat, namun ia tak bergeming Halimah tetap duduk didepan hingga ia teringat pesan dokter malam ini juga harus dilakukan operasi.
Halimah berdiri, pikran juga hatinya kacau ia menggedor pintu rumah itu sekencang-kencangnya 
“Keluar, kamu!! Benar kata mereka kamu tak lebih dari jelmaan jin, Syaiton!! Ia meluapkan emosinya,

“keluar kamu, jika itu memang keinginanmu aku bersedia..aku bersedia.. tolong selamatkan ibu saya.. tolong!” ia terus menjerit, suaranya semakin lama semakin pelan.
Pintu itu terbuka, laki-laki itu membawa koper ditangannya,ia melihat Halimah yang tak berdaya duduk dihadapannya seraya menangis.Halimah terperangah
”Pak Darmin!”
“Ya den!”
“Bawa ini kerumah sakit, pastikan semuanya lancar, dan katakan pada adiknya, kakaknya akan segera menikah besok!”
“Baik den!”
Halimah berdiri, ia menatap benci pada laki-laki dihadapannya, Halimah pun mengalihkan wajahnya dan berlari menuju jeep yang Darmin bawa, tak lama laki-laki itu menangkap tangannya,
”KAMU DISINI SAJA!” Jawabnya melotot.
“Tidak,, Tidaaakk, lepaskan saya, lepaskan saya Syaiton, biadab, kamu sama dengan mereka,  lepaskan saya..!” Mobil Darmin melaju cepat ke Rumah Sakit, laki-laki itu menarik lengan Halimah, ia masuk ke dalam kamar lalu membanting tubuh Halimah keatas kasur lalu menguncinya dari luar, Halimah menjerit histeris, ia terus menjerit hingga suaranya habis.
“Mbok Sum!”
“Ya Den..!”
“Bawakan dia makanan, dan tutup mulutnya rapat-rapat!”
Halimah lelah, ia terus memikirkan ibunya juga adik-adiknya, ia sendiri menangis di sebuah kamar yang gelap tanpa cahaya, hanya ada cahaya rembulan yang masuk dari sela-sela jendela, ruangan yang begitu hampa.
Dilangkahkan kakinya yang masih lemas itu menuju kearah pintu, ia menggerakkan kenop pintu, tapi rupanya sia-sia. Pintu itu terkunci, air mata terus mengalir dari matanya, bayangan buruk memenuhi otaknya, kini dirinya yakin bahwa ia telah ditukar oleh laki-laki itu dengan uang yang ia pinjam untuk menyelamatkan ibunya, Laki-laki itu pasti akan menjadikannya mangsa hanya untuk memuaskan nafsu birahinya, Halimah menggeleng kuat-kuat memikirkan hal itu.
“Non” mbok sum mengetuk pintu dari luar. tak lama, ia membuka pintu kamarnya dengan perlahan, mbok sum membawa nampan ada lilin juga makanan diatasnya, saat mbok sum lengah, Halimah berlari keluar.
“Non…Non…berhenti Non, jangan keluar!” Teriak Mbok sum mengejarnya.
Halimah berhasil keluar dari rumah itu, ia berlari kencang tanpa alas kaki menuju gerbang yang sudah setengah terbuka dan
“Bugg!” Ia tertangkap, laki-laki itu mengejarnya dan memeluknya, tangannya ia silang kuat dibawah dadanya, ia mengangkatnya hingga kedua kaki Halimah terangkat.
“Lepaskan saya..lepaskan saya bajingan kamu..lepaskan!” Ia menggendongnya dan membawanya masuk kembali kedalam kamar Halimah terus menjerit
“DIAM!!” Teriak laki-laki itu persis dihadapannya, suaranya menggelegar, memperlambat detak jantung.
Halimah diam, bibirnya terkunci rapat, ruh juga tubuhnya ketakutan. Laki-laki itu pergi meninggalkannya lalu mengunci kembali ruangannya.
Halimah kini tak lagi bersuara, amarahnya sungguh membuat siapapun diam membisu, kamar yang ia tempati kini tak lagi gelap, mbok Sum sudah meletakkan dua buah lampu minyak di setiap sudutnya, kamar  yang ia tempati amat besar, ranjang ala eropa, juga beberapa lukisan kuno terpajang disana, rapih namun berdebu semua yang ia sentuh berdebu, kamar ini sudah lama tak terisi. Halimah diam disudut kamar, duduk dan menyilangkan tangannya, suara-suara aneh mulai menghantuinya, ia tak bisa memejamkan matanya, ia terjaga hingga pagi.
**
Pagi menjelang Dasinun telah selesai di operasi, masa kritisnya telah lewat. Darmin menunggu hingga operasi selesai, ia mengikuti semua perintah Tuannya, ia membayar semua kebutuhan Rumah Sakit, ia juga memberikan Dwi dan Sur pakaian yang layak, uang juga banyak makanan, bahkan kendaraan untuk mereka bisa gunakan, hal yang lebih dari yang Halimah pinta.

Dwi sangat syok saat mengetahui kakak perempuannya menjual harga dirinya demi menyelamatkan ibu mereka, batinnya sakit sulit rasanya bisa menerima kakaknya akan menikah dengan laki-laki yang dibilang Setan oleh banyak orang. Namun keadaan mereka sangat sulit, ia tak bisa mengelak.
Akad nikah akan dilakukan malam hari, Halimah hanya berdiam diri membisu dikamarnya, cahaya pagi itu sama sekali tak membawa semangat baginya, harusnya ia menikah dengan Haikal, harusnya ia bisa hidup bahagia setelah sekian lama penderitaan merajai dirinya. Air matanya kering, suaranya habis, ia pasrah.
Mbok sum membuka pintu, ia membawa sarapan Halimah tak terperangah sedikitpun, ia hanya memandang kearah jendela dengan posisi duduk dibawah dan tangan terlipat diatas lututnya, makanan dan minuman semalam sama sekali tak ia sentuh, ia bahkan tak ingat kewajibannya akan tuhan, kekecewaannya begitu mendalam cukup menyurutkan imannya.
“Non.. non harus makan..non!” Halimah tak menjawab.
“Non.. makan non.” ucapnya kembali seraya berusaha menyuapinya.
“Non..!” lanjut Mbok Sum , ia terus berusaha meyakinkannya, Mbok Sum tak tega melihat kesusahannya, tak lama ia menangis
“Ayo makan Non, kasihan ibu Non juga dik-adik, ayo makan Non” lanjutnya seraya menyuapi.
Halimah mengalihkan wajahnya kearahnya, 
“Mbok menangis?” bibir Halimah menyungging keatas 
“akhirnya ada juga yang menangis untuk penderitaan saya mbok.” lanjutnya.

“Yang Sabar ya Non, makan ya Non.”
“Saya tak akan makan mbok, saya juga tak akan minum, biar sampai mati saya akan berada disini, jika Allah berkehendak saya mati disini, maka saya ikhlas, daripada saya harus menikah dengan laki-laki keji itu, saya tak akan pernah rela, lebih baik ia menghujami saya dengan batu atau bahkan menusuk saya dengan belati, bahkan teraniyaya sekalipun itu lebih baik daripada saya harus menikahinya.” Jawabnya mngguratkan kebencian.
“Non.. yang sabar ya,,. , oh ya apa Non sudah tau kabar ibu Non?”
“Belum mbok.” jawabnya menggelengkan kepala.
“Ibu Non sudah selesai dioperasi, dan masa kritisnya sudah lewat ia juga sudah sadar, pak Dirman yang memberitahu mbok.”
Wajah Halimah bergairah mendengarnya hatinya sedikit lega
“Benarkah mbok?”
“Benar Non. Pak Darmin menunggu hingga operasi selesai”
“Dia jahat mbok, seharusnya dia tidak meminta syarat apapun!” jawabnya murka.
Mbok Sum meninggalkannya sendiri, lalu ia mengunci kembali kamarnya. Mbok Sum lalu melanjutkan pergi kelantai dua mengantarakan sarapan untuk Tuannya, pelan ia mengetuk
“Den,, sarapan den” tak lama Laki-laki itu membuka pintu. Ia mengambil nampan dari tangan Mbok Sum, tak satupun yang boleh masuk kekamarnya,
“Bagaimana mbok?”
“Operasinya berhasil den, ibunya selamat.”
“Lalu dia?”
“Non tidak mau makan dan minum dari semalam den.” Ia Marah, Laki-laki itu langsung berjalan cepat kearah kamarnya, Ia membuka pintu kamarnya dan Halimah masih ada ditempat semula ia tak bergerak sedikitpun, “Bangun..bangun!” ujarnya seraya menarik lengannya lalu membantingnya kekasur, ia lalu mengambil makanan yang ada diatas meja lalu menyuapinya
“MAKAN..MAKAN!” teriaknya keras.
“SAMPAI MATI SAYA TIDAK AKAN MAKAN !” jawabnya lantang.
“MAKAAAN!” teriaknya kembali, jantung Halimah bergetar, tak lama hatinya menjadi ciut
“Saya akan makan sendiri.”
“SEKARANG!” lanjutnya, Halimah makan dihadapannya,  sedikit makanan yang ia masukkan ke dalam mulutnya.
”Kamu tak akan bisa menikah denganku.” rutuk Halimah.
“Kenapa ?” jawabnya membalikkan badan kearahnya.
“Aku hanya bisa menikah dengan manusia, bukan setan sepertimu!”
“Kalau gitu aku akan membuktikan, apakah Setan ini bisa menikahimu atau tidak?” jawabnya seraya mendekatkan wajah seramnya ke wajah Halimah.
“kenapa harus aku?kenapa?” Halimah terisak, tangan laki-laki itu melengkung memegang kencang mulutnya, hampir mencekik.
“Karena hanya kau yang berani datang mengganggu kediamanku!” rutuknya kesal, matanya melotot ke arahnya, matanya merah bagaikan darah, wajahnya sangar bagai singa yang siap menghabisi mangsa.
“Seorang muslim hanya bisa menikahi muslim lainnya, pernikahan ini tidak akan sah.”rutuk Halimah.
Laki-laki itu tertawa, ia menertawai Halimah yang terbaring kaku diatas kasur,
“Kamu pikir aku tidak tahu syarat sah menikah dalam islam, berduduk manislah Halimah, kamu akan mendapatkan pernikahan sesuai ajaranmu!” Laki-laki itu berbicara seraya mundur kearah pintu, bibirnya menyungging keatas menunjukkan keangkuhannya. Ia keluar dan kembali mengunci pintunya.
“DENGAR HALIMAH! JIKA KAMU TIDAK MAKAN, AKU AKAN MENGHABISI KELUARGAMU, DENGAR ITU!” teriaknya diluar kamar.
Halimah tak berdaya, dan tak lama tangisan itupun pecah, ia menjerit, ia terus menerus menangis, matahari beranjak naik, tak lama bagaikan sebuah pertanda sebuah bayangan berlafaz Allah memantul persis dihadapannya, jendela itu berukirkan lafaz Allah. Halimah bangkit ia menatap ke arah jendela, ia meraba ukiran jendela itu yang baru saja ia sadari,
ia tersenyum, ada harapan baru dihatinya, ia mengingat Dasinun, Dwi juga Sur,  ia mulai merasa ia harus kuat dan menghadapi semua kenyataan ini, “Aku harus kuat, aku harus kuat”Ia melahap habis makanan yang sudah berantakan.
Halimah memperhatikan setiap sudut di kamar yang ia tempati, kamar yang berukuran 50 meter itu adalah kamar utama Gedong Tua, semua  furniturenya berasal dari eropa, ada beberapa rak buku disebelah tempat tidur, lemari pakaian dan sebuah kamar mandi, lantainya dialasi karpet tebal yang mampu menghangatkan setiap langkahnya, tirai kelambu terpasang diatas ranjang, di sudut kamar, sebuah ranjang bayi tertutup rapih oleh selembar carik, ruangan ini pasti punya sejarah, mereka dulunya pasti keluarga bahagia “Siapa dia?” batin Halimah bertanya.
Halimah melangkahkan kakinya kemar mandi, kamar mandi yang luasnya sama dengan kamar Halimah dirumah, sebuah bathtub, closetnya begitu bagus hanya kotor sudah berwarna coklat , ia mengambil wudu lalu ia sholat ia bermunajat memohon ampun atas keraguannya, ia memohon perlindungan kepada dirinya juga keluarganya ia memohon agar Allah membukakan pintu hati laki-laki yang memaksa dirinya untuk menikah dengannya.
Malam itu Dirman datang, ia membawa Dwi juga seorang penghulu yang berasal dari desa sebelah. Akad nikah itu benar-benar akan diwujudkannya, Dwi adiknya hanya bisa menangis membayangkan nasib Halimah.
Dirman mengantarkan mereka masuk kedalam sebuah ruangan, Mbok Sum sudah mempersiapkan semuanya, Suasananya begitu sacral, beberapa buah lilin juga dua buah lampu minyak menerangi ruangan tersebut, tak ada Halimah disana, ia tidak diizinkan keluar oleh laki-laki yang akan menjadi suaminya itu.
Laki-laki itu keluar dari kamarnya, ia memakai jas, kaos lusuh dan celana bahan seperti kulot  yang  biasa ia gunakan, tampilannya lebih rapih, wajahnya mulai terlihat ia tak seperti yang dikatakan orang, rambut yang selama ini menutupi wajahnya ia kuncir belakang, laki-laki itu bertubuh tinggi tegap, matanya tajam berwarna kecoklatan dan sangat indah, hidungnya mancung, dari jauh Dwi berlari kearahnya dan bersimpuh di kedua kakinya 
“Tolong maafkan kakak saya, lepaskan dia” ujarnya

“Kakakmu sendiri yang setuju menikah denganku, jadilah adik yang baik dan lakukan tugasmu!” rutuk Laki-laki itu dengan wajah kesal dan bibir sedikit menyunggi keatas.
“Kita langsung saja, semua syarat sah menikah dalam islam sudah terpenuhi? Pengantin wanita, laki laki, dua orang saksi, dan Wali perempuan juga Mahar?” tanya penghulu setelah mencatat semua nama yang akan ia nikahkan. Hadir disana, dwi sebagai wali, Dirman dan Sum sebagai saksi.dan Mahar yang sudah mereka gunakan untuk pengobatan ibunya dirumah sakit.
“Nggih sudah pak”jawab Darmin.
“Langsung saja tidak usah bertele-tele!” Serunya,
“Baik siapa walinya?”
“Saya.” keluh Dwi menangis.
Penghulu itu menyodorkan secarik kertas untuk Dwi baca”
“Aku wakilkan kepadamu untuk menikahkan Halimah Sahardaya binti Sahardaya kakak perempuan saya dengan Rhandra dengan mahar 50 juta ripiah Tunai.”
“Saya terima perwakilanmu untuk menikahkan kakak kandung perempuanmu dengan Rhandra, dengan mahar tersebut tunai.”
Dwi menyetujui pernikahan tersebut, ia telah meminta kepada penghulu untuk menikahkan kakak kandungnya dengan laki-laki yang ia baru kenal bernama Rhandra Abyakta.
“Sebelum memulai pernikahan anda harus mengucapkan Syahadat terlebih dahulu”
“Kenapa? Hal itu tidak ada dalam rukun sah pernikahan dalam islam!” retuknya menatap dengan tajam.
“Hal ini memang tidak wajib, tapi hal ini dijadikan dasar  bagi saya, bahwa saya telah menikahkan seorang muslimah dengan seorang yang beragama islam, bukan beragama lain.”
“Den” Darmin memegang paha Rhandra kepalanya mengangguk memintanya untuk mengalah dan bersyahadat. Rhandra diam ia setuju.
“Ikuti saya”
“Asyhadu an-laa ilaaha illallaah Wa asyhadu anna Muhammadan rasuulullaah”
Rhandra mengikutinya dengan suara lantang dan jelas. Dwi melihat caranya mengucap Syahadat ia bukanlah anak kemarin sore yang terbata-bata dalam bersyahadat, ia adalah muslim sejati, mulutnya dengan lantang mengucap lafaz syahadat dengan benar dan jelas.
Akad nikah berlangsung :
“Saudara Rhandra Abyakta bin Mahadi Abyakta  Saya nikahkan anda dengan Halimah Sahardaya binti Sahardaya yang hak walinya mewakilkan kepada saya dengan mas kawin uang 50 juta rupiah terbayar tunai.”

Dengan lantang dan tegas Rhandra menjawab
“Saya terima nikahnya Halimah Sahardaya binti Sahardaya yang walinya mewakilkan kepada bapak untuk saya sendiri dengan mas kawin tersebut tunai.”
“Sah.. sah Alhamdulillah..” penghulu melafaskan doa, semua mengadahkan tangan memohon rahmat pada sang khalik, hanya Rhandra yang terpaku diam, dan membiarkan semua itu terjadi dihadapannya.
Halimah telah sah menjadi istrinya, laki laki yang belakangan baru diketahui bernama Rhandra Abyakta. Dalam heningnya malam, Halimah terdiam ia memandang ke arah jendela, pasrah akan semua takdir yang terjadi dalam hidupnya, bibirnya kering terus menerus ia berdzikir berharap Allah memberikan petunjuk dan jalan penerang baginya. 
Kenop pintu bergerak, Halimah mengalihkan pandangannya ia berharap bukan laki-laki yang ia anggap monster itu yang masuk ke dalam kamarnya, ia mundur dan bersembunyi di balik nakas.

“Mba..Mba halimah.” Suara Dwi terdengar.
“Dwi!” Halimah berdiri dan berlari memeluknya, mereka menangis,
“Gimana kabar bue wi.. gimana?”
“Bue baik mba, ia sudah lebih baik sekarang, mba yang sabar ya, dwi minta maaf.” Dwi bersimpuh di kakinya, ia memohon maaf karena tak bisa berbuat banyak ata kejadian yang menimpa keluarganya.
“Bangun wi.”
“Mba, Mba sekarang sudah sah menjadi istrinya, dwi yang memberikan tangan mba padanya, dwi khawatir , maafkan dwi mba.”
Halimah menangis, ia tahu itu pasti akan terjadi, kini ia sah menjadi istri dari penghuni Gedong Tua, hatinya hancur meratap harusnya ia bisa menikah dengan Haikal laki-laki pujaannya bukan dengan jelmaan Jin seperti dia.
“kalian akan tinggal dimana? Rumah masih hancur, dan kalaupun kalian kembali desa, hidup kalian pasti tidak akan aman.”
“Mba tidak usah khawatir, laki-laki itu membiayai sembua kebutuhan kami di Rumah Sakit, bahkan bue diopname dikamar utama Rumah sakit, kami tidur beralaskan sofa empuk mba didalam kamar, ia juga memberikan pakaian untuk saya dan Sur, juga sepeda, dan tempat untuk kami tinggali setelah bue keluar dari Rumah sakit nanti.”
Halimah diam, ia bersyukur setidaknya laki-laki itu menukar dirinya dengan harga yang setimpal. Ia kini pasrah, harga dirinya sudah terjual, ia sekarang menjadi hak Rhandra seutuhnya. 
____

#bersambung

Artikel keren lainnya:

Cara Mengatasi atau Memperbaiki Konten yang Tidak Memadai

Cara Mengatasi atau Memperbaiki Konten yang Tidak Memadai | Mengatasi E-Mail Balasan Adsense
Pernah sobat blogger mendaftarkan situs blog untuk menjadi penayang iklan adsense? Lama menunggu balasan dari google dan ternyata balasannya “ditolak”. Dalam e-mail balasan dari adsense tersebut disebutkan bahwa alasan penolakan karena “konten tidak memadai”.
Mungkin sobat blogger bingung cara memperbaikinya. Oleh karena itu, dalam postingan kali ini saya akan membahas tentang bagaimana cara memperbaiki atau mengatasi konten yang tidak memadai.
E-mail balasan dari google adsense kira-kira seperti ini:
Status permohonan AdSense Anda
Seperti yang kami utarakan dalam email sambutan kami, kami melaksanakan peninjauan kedua terhadap permohonan AdSense Anda setelah kode AdSense ditempatkan pada situs Anda. Sebagai hasil dari peninjauan tersebut, kami telah menolak akun Anda karena pelanggaran berikut:
Kami tidak menyetujui permohonan Anda karena beberapa alasan yang tercantum di bawah ini
Konten tidak memadai: Guna mendapatkan persetujuan untuk AdSense dan menampilkan iklan yang relevan di situs Anda, laman Anda harus berisi teks yang memadai agar pakar kami dapat melakukan peninjauan dan perayap kami dapat menentukan tema laman Anda.
Untuk menyelesaikan masalah ini, harap pelajari saran berikut:
1.      Pastikan laman Anda berisi teks yang memadai - situs web yang kontennya sebagian besar adalah gambar, video, atau animasi Flash tidak akan disetujui.
2.      Konten Anda harus berisi kalimat dan paragraf lengkap, bukan sekadar judul.
3.      Pastikan situs web Anda telah sepenuhnya rampung dan diluncurkan sebelum Anda mengajukan permohonan untuk AdSense - jangan ajukan permohonan ketika situs Anda masih dalam versi beta atau tahap "sedang dibuat" atau hanya terdiri dari kerangka situs web.
4.      Tempatkan kode iklan di laman aktif situs web Anda. Tidak harus berupa laman utama, namun laman percobaan yang kosong kecuali untuk kode iklan AdSense tidak akan disetujui.
5.      Sediakan sistem navigasi yang jelas untuk para pengunjung agar mudah menemukan semua bagian dan laman dalam situs web Anda.
6.      Jika Anda ingin memonetisasi video YouTube, ajukan permohonan untuk program monetisasi YouTube. Perhatikan bahwa blog dan situs web yang hanya berisi video tidak akan disetujui.
---------------------
Keterangan konten tidak memadai menunjukkan bahwa ada yang salah atau ada yang kurang dalam blog sobat. Berikut cara memperbaikinya:
Poin 1 dan 2
Untuk memperbaiki poin 1 dan 2 adalah dengan memastikan semua postingan pada blog kita adalah berupa esai yang berisi kata-kata. Ingat bahwa blog itu terpusat pada kata-kata. Coba periksa lagi postingan-postingan blog sobat, mungkin masih ada yang berupa judul dan belum ada isinya atau isinya kebanyakan gambar.
Poin 3
Yang dimaksud poin ke-3 adalah blog kita harus sudah dipatenkan templatenya. Blog yang masih ganti-ganti template atau tukar-ganti widgetnya menunjukkan blog tersebut belum rampung.
Poin 4
Ketika dalam masa review atau peninjauan, sobat jangan menempatkan kode Adsense di halaman kosong. Untuk percobaan simpan saja di sidebar atau di leaderboard. Cara menerapkannya bisa langsung dari blogger atau menggunakan kode.
Poin 5
Memeperbaiki poin ke-5 adalah dengan menyediakan navigasi. Membuat navigasi bisa dengan widget arsip blog atau dengan navigasi di leaderbord. Tujuan adanya navigasi adalah supaya pengunjung bisa menjangkau atau mengakses selurus isi blog kita meskipun oleh orang yang gaptek sekali pun.
Poin 6
Kalau poin ke-6 adalah untuk yang punya chanel di Youtube.
Tambahan: Jika ingin mendaftar ke Adsense, pastikan blog kita sudah punya visitor organik.

Artikel keren lainnya:

Pantun Teka-teki tentang Hewan, Buah dan Benda dengan Jawabannya

Pantun Teka-teki tentang Hewan | Pantun Teka-teki tentang Buah | Pantun Teka-teki tentang Benda
Pantun teka-teki adalah pantun yang isinya berisi teka-teki atau tebak-tebakan yang harus diselesaikan oleh pendengarnya.
Gorila sedang tertawa
Pantun Teka-teki tentang Hewan

Sang paman pergi bersama aki
Duduk bersama melihat pagar
Yang mengejar tidak punya kaki
Yang dikejar tidak punya ekor? (Ular)

Makan santan dengan ketupat
Makannya di rumah bibi
Taukah hewan yang suka melompat
Dan disebut hewan amfibi? (Katak)

Tolonglah orang tanpa pamrih
Itulah kebajikan yang nyata
Berbaju loreng-loreng hitam putih
Punya empat kaki mirip kuda? (Zebra)

Bunga mawar indah bunganya
Tapi awas terkena duri
Jika kamu tahu jawabannya
Binatang apa yang tanduknya di kaki? (Ayam jantan)

Jalan-jalan bertemu ketam
karena takut ku lempar batu
Hewan apa yang darahnya hitam
kakinya banyak badannya satu? (Cumi-cumi)

Ingin hati bermain kayak
Tapi apa daya langit sedang mendung
Jika kamu mampu menebak
Binatang apa yang tanduknya di hidung? (Badak)

Awas jatuh nanti luka
Ibu bisa marah pula
Kalau kamu dapat menerka
Binatang apa yang tak memiliki kepala? (Kepiting)

Pergi bermain ke rumah surti
Malah ketakutan melihat kilat
Jika kamu mampu mengerti
Binatang apa yang berjenggot lebat? (Singa)

Kalau bertemu ular berbisa
Lebih baik jika kamu mundur
Coba ayo terka kalau bisa
Bergigi tajam berjalan sambil tidur? (Buaya)

Tertawa mengusir duka
Bahkan sedih pun akan berbalik
Jika kamu mampu menerka
Binatang apa tidur terbalik? (Kelelawar)

Jangan kamu menyimpan dendam
Karena justru menjadi luka
Hewan apa bergigi tajam
Jika berjemur mulut terbuka? (Buaya)

Ke kebun bertemu katak
Tak lama ketemu burung dara
Binatang apa coba tebak
Yang lehernya panjang tak terkira? (Jerapah)

Pantun Teka Teki tentang Buah dan Tumbuhan

Pergi ke Solo naik delman
Jangan lupa mampir ke kota
Punya sisik tapi bukan ikan
Punya mahkota tapi bukan Raja? (Nanas)

Ke rumah Hendi malam-malam
Sampai sana bertemu Shela
Berisi putih, berkulit hitam
Rasanya manis serupa gula? (Manggis)

Ke kebun bertemu katak
Jalan lagi bertemu ular
Jika kamu mampu menebak
Buah apa biji diluar? (Jambu Mente)

Pohonnya besar daunnya rindang
Rasanya asam siapa yang suka
Bentuknya seperti bintang
Jikapun matang, banyak yang suka? (Belimbing)

Hari liburan terasa kurang
Ingin kembali meminta cuti
Bentuknya cantik bagai bintang
Warnanya kuning menarik hati? (Belimbing)

Alpukat enak buahnya
Segera dimakan jangan sampai busuk
Coba tebak apa jawabnya
Semakin berisi semakin menunduk? (Padi)

Hari hujan menjadi galau
Hari panas menjadi cerah
Saat kecil berbaju hijau
Waktu besar berbaju merah? (Cabe Merah)

Pantun Teka-teki tentang Benda

Terjebak hujan di taman mini
Membuat baju jadi basah kuyup
Coba tebak barang apa ini
Saat dipegang mati dilempar hidup? (Gasing)

Mendengar ibu sedang masak
Ternyata masak kue panggang
Kalau kamu pintar menebak
Ular apa yang ada di pinggang? (Ikat Pinggang)

Ke rumah sakit bersama enyak
Niatnya mau periksa gigi
Dua tiang anaknya banyak
Bisa menjangkau tempat yang tinggi? (Tangga)

Gadis cantik bertopi baret
Cantiknya seperti bunga mekar
Putih-putih duduk berderet
Di luar tebing di dalam pagar? (Gigi)

Surijan si anak baik
Hobinya memakai kopiah
Benda ini beranjak naik
Jika hujan jatuh ke tanah? (Payung)

Badan ini sakit sekali
Ditambah kepala menjadi pusing
Badan besar luas sekali
Banyak bulu tak punya daging? (Karpet)

Jika ingin ke rumah Rina
hati-hati banyak tilangan
Memiliki mata tiga warna
Satu kaki tanpa tangan (Lampu lalu lintas)

Ke kebun panen kentang
Pulangnya membeli putu
Punya daun, tak punya batang
Coba tebak apakah itu? (Pintu)

Ke Batu makan ketan
Jangan lupa membawa buku
Berkaki empat tanpa badan
Coba tebak siapa namaku? (Kursi atau Meja)

Perut ini lapar sekali
ingin ke pantai makan kerang
Menemukan ia sulit sekali
Sekali bertemu malah dibuang? (Upil)

Buah nanas buah salak
Beli lima gratis satu
Benda apa yang dibeli untuk di injak
Coba tebak siapa aku? (Keset)

Kulihat kakak berwajah merona
Tidak sengaja jatuh dari bangku
Bentukku kotak punya antena
Siapa saja suka sama aku? (Televisi)

Ke pasar naik sepeda
Ku berhenti di pinggir jalan
Berbentuk kotak keluar suara
Benda apakah itu kawan? (Radio)

Janganlah suka bermain golok
Jika tidak ingin terluka
Ada  papan tak punya pokok
Setiap rumah pasti selalu ada? (Pintu)

Jalan-jalan ke kota Medan
Jangan lupa beli sayur-sayuran
Coba jawab wahai tuan
Apabila diisi semakin ringan? (Balon)

Pergi ke pasar jangan lupa berhias
Membeli barang hasil tani
Bulat bentuknya membuat panas
Benda apakah saya ini? (Matahari)

Sore hari bermain bola
Jangan lupa ajak kawan-kawan
Jika ditusuk-tusuk banyak yang suka
Taukah kawan siapa gerangan? (Sate )

Hai kawanku coba pahami keadaan
Jika malam hari aku tak bisa menari
Cobalah terka siapa aku gerangan
Tangga apa yang tidak bisa dinaiki? (Tangga nada)

Buah manggis manis terpental
Masak sebiji di sisi pantai
Jika tuan banyak akal
Buah apa yang tak bertangkai? (Buah hati)

Kulit kelapa disebut serabut
Dibentuk menjadi sapu
Keluar bunyi semua ribut
Coba terka apakah aku? (Kentut)

Hari Minggu menanam semangka
Dipanen jika sudah matang
Hei kawan cobalah terka
Raja apa kepalanya bisa dipegang? (Raja catur)

Makan mie rasa kari
Sangat enak dicampur otak-otak
Cukur rambut setiap hari
Tapi mengapa ia tidak pernah botak? (Tukang cukur rambut)

Artikel keren lainnya: