Home · Parenting · Konseling · Blogging · Tips · Daftar Isi

Masih Adakah Surga Untukku Part 9

#Masih_Adakah_Surga_Untukku
#Laila
#Episode_9

Ternyata Laila tertidur di ruang teater mininya Tama. Laila terbangun ketika mendengar azan asyar. Laila bergegas bangkit dan ke luar dari kamar Tama. Dari lantai dua, Laila bisa melihat Tama sedang duduk berdua dengan mak etek Eri (paman/om Tama). Laila menuruni anak  tangga dengan perasaan campur aduk. Karena ini untuk pertama kali ia berada cukup lama di kamar Tama. Tertidur pula lagi.
Begitu sampai di tangga paling bawah, Laila melihat Rani ke luar dari kamar tamu yang biasa ditempati Laila. Terliha Rani menghampiri Tama dan ayahnya yang sedang ngobrol di ruang keluarga. 
"Uda, itu  baju-baju sama jilbab yang di kamar, punya siapa?" tanya Rani pada Tama. Mak etek Eri menatap Tama dengan intens. Laila yang akan menuju ruang sholat tertegun di bawah anak tangga.

"Oh, itu baju-bajunya pegawai kantor uda. Kemarin dia sempat tinggal beberapa lama di sini. Trus karena ada masalah di kantor, dia kabur, barang-barangnya ditinggal semua."
"Wah, sayang ya Da. Bajunya cantik-cantik lho, Da."
"Kalau kamu suka, ambil aja." ucap Tama santai.

What? Laila melongo. Semua bajunya mau dikasih sama perempuan itu? No ... no ... Laila mendekati Tama dengan geram. Apa maksud laki-laki ini sebenarnya? Menyuruh dia ga pake baju? Atau menyuruh dia jadi gembel? Yang benar saja.
"Benaran, Da? Boleh buat Rani? Ada kosmetik dan tasnya juga lho Da." wajah Rani terlihat sumringah. Sementara Laila telah berdiri di hadapan Tama. Laila menatap Tama dengan tatapan penuh amarah. Tapi Tama malah mengedipkan matanya pada Laila. Ya ampun, rasanya kepala Laila benar-benar berasap sekarang.
"Kosmetiknya boleh juga kalau kamu mau, tapi tasnya ga usahlah. Siapa tau ada barang-barang pribadinya di dalam tas itu. Kamu kasih aja sama Mak Eti tasnya ya. Biar disimpan sama Mak Eti."
"Oke, Da. Makasih ya, Da." Rani berbalik menuju kamar tamu yang ditempatinya.

"Rani!" tiba-tiba Laila menghentikan langkah Rani. Rani pun berbalik lagi dan menatap Laila.
"Ya, Uni. Ada apa?"
"Ngapain juga kamu mau make pakaian bekas. Mending kamu ke toko Uda Tama, minta baju-baju yang masih baru." ucap Laila seraya tersenyum amat manis.
"Wah, benaran juga tuh, Uni. Ayo Da, kapan Rani diajak ke toko Uda? Semua saudara dan orang kampung cerita, kalau mereka ke Jakarta, mereka pasti dapat oleh-oleh baju dari toko Uda Tama," suara Rani amat riang.

Sekarang giliran Tama yang menatap Laila dengan kesal. Laila mengedipkan matanya pada Tama dengan senyum puas. Mak etek Eri hanya diam memperhatikan anaknya dan Tama serta Laila berinteraksi.
"Ya, besok kamu boleh ikut ke toko ambil baju yang kamu mau." 
"Asyik. Tapi yang di kamar ini, kalau Rani ada yang suka, tetap boleh untuk Rani kan Da?" 
"Boleh. Kamu ambil aja semua." ucap Tama seraya berdiri bersiap-siap mau sholat asyar.

"Uda." Laila ingin mengetok kepala laki-laki yang berjalan santai melewati Laila. Tapi mak etek Eri telah ikut berdiri menyusul Tama. Mereka pun bersiap untuk melaksanakan sholat asyar.
Setelah selesai sholat asyar, Tama pamit pada mak etek Eri untuk istirahat di kamarnya. Mamaknya pun mengatakan ingin istirahat juga di kamarnya. Laila tak dapat lagi menahan rasa gondok di hatinya. Laila ikutan menyusul Tama ke kamar laki-laki itu.
Begitu pintu ditutup Tama, Laila kembali membukanya dan berdiri di depan pintu kamar dengan wajah menahan marah.
"Kenapa?" tanya Tama heran.
"Kenapa? Maksud Uda apa ngasih semua baju Laila pada Rani? Uda mau bikin Laila jadi gelandangan di Jakarta ini? Mau bikin Laila ga pake baju?" bola mata Laila membesar dan nafasnya terengah-engah.

"Ya, ga pa pa kan ga pake baju kalau kamu mau," ucap Tama santai dan berlalu menuju ruang teater mininya. Ih ... Laila rasanya ingin mengubek-ubek wajah Tama, menarik rambut Tama, tapi itu belum seberapa. Laila ingin menggantung laki-laki itu di tiang bendera.
"Untung kan tadi laptop dan ponsel Laila tidak sedang di kamar itu. Kalau ga pasti udah Uda kasih juga kan sama Rani?"
"Ya, ga lah. Keenakan bener si Rani. Tas kamu aja ga Uda kasih kan ama dia? Takut di dalamnya ada dompet dan identitas kamu."

"Lalu Laila mau pake apa, Da?" Laila berkata dengan putus asa.
"Besok ikut ke toko. Kamu boleh ambil berapa pun baju yang kamu mau. Lagian bajumu itu kayaknya udah harus pensiun deh. Udah ga berwarna."

Ya Allah, kenapa laki-laki ini tak pernah menjaga ucapannya, ya. Laila berbalik berniat untuk turun aja ke bawah. Membantu mak Eti di dapur mungkin bisa menangkan otaknya yang sedang carut marut melihat sikap dan tingkah Tama.
"Laila." suara Tama menghentikan langkah Laila. 
"Bersikaplah baik-baik saja di hadapan Mak Etek Eri dan Rani. Jika mereka tahu kita tidak seperti suami istri, maka mereka pasti akan semakin gencar menjodohkan Uda dengan Rani. Selama mereka berada di rumah ini, tidurlah di kamar ini agar mereka tidak curiga. Jika tadi Uda mengatakan kalau baju-baju itulah baju milikmu, maka mereka akan tahu kalau kita tidur terpisah. Itu akan jadi senjata buat Mamak."

"Baiklah." jawab Laila pendek lalu kembali melangkah meninggalkan kamar Tama. Jadi laki-laki itu bersikap baik dan ramah padanya hanya karena mamaknya? Demi image di depan mamaknya. Uh, telah salah ia merasa hubungan mereka mulai mencair.
****
Mandi sore di kamar mak Eti, Laila kembali memakai baju dan jilbab yang sama. Rasanya hati Laila masih tak rela jika baju-baju kesayangannya dikasihkan ke Rani. Wajah Laila masih terlihat suntuk. Mak Eti mengusap pundak Laila dengan lembut.
"Sabar." ucap mak Eti. Laila hanya mengangguk dan tersenyum pada mak Eti.
"Ayo kita siapkan makan malam." ajak mak Eti. 
"Ya, Mak." jawab Laila lesu.

"Uni Laila kenapa lesu begitu?" tiba-tiba Anita telah ikut bergabung di dapur. 
"Ga, Dek. Uni lagi suntuk aja." 
"Oh, selama di Jakarta belum kemana-mana, ya, Uni?" 
"Belum, Dek," Laila menggeleng lemah.
"Kalau Uni mau jalan, aku bisa nemani. Kita naik TransJakarta aja, Ni." ajak Anita penuh semangat.

"Wah, asyik juga tuh. Uni pengen liat Monas, liat Istiqlal, liat istana presiden." mata Laila berbinar indah.
"Pergi sama Uda aja." tiba-tiba Tama telah berada di ruang makan. Laila dan Anita menoleh ke arah Tama dengan kaget. Kapan aja tuh laki-laki itu berada di sana. Tapi kemudian Anita tersenyum menggoda dan menyenggol lengan Laila. Laila hanya mengerucutkan bibirnya kembali merasa kesal begitu melihat wajah Tama.

"Nita, panggil Mak Etek dan Rani. Ajak makan malam sekarang." ujar Tama yang telah duduk di kursi meja makan. Laila menata makanan di depan Tama tanpa suara. Ia pun enggan untuk menoleh pada laki-laki itu. Tak berapa lama, mak etek Eri dan Rani datang dan mengambil tempat duduk. Laila telah seselai menata semua makanan di atas meja. Laila baru akan beranjak meninggalkan ruang makan, ketika tangan Tama tiba-tiba meraih jemari tangannya.
Laila kaget dan menoleh pada Tama.
"Makan sekalian." ucap Tama dengan nada tegas dan tatapan mata tak terbantah. Dengan enggan Laila berbalik. Tama  menarik kursi di sampingnya, dan dengan tatapan matanya menyuruh Laila untuk duduk di sana. Laila kembali hanya bisa menurut.

"Ayo, Mak. Silakan." ucap Tama mempersilakan mamaknya terlebih dahulu untuk mengambil nasi. Lalu Tama menyerahkan piringnya pada Laila.
"Nasi Uda ga usah terlalu banyak ya," suara Tama terdengar lembut. Dan Laila tahu itu karena mereka sedang berada di depan mamaknya.

Laila menerima piring itu dan mengambilkan nasi untuk Tama. Biasanya mau diambilkan makan aja, jawabnya saya bisa sendiri. Uh, Laila merutuk dalam hati. Tapi sedetik kemudian Laila beristighfar, dosa kan mengatai suami sendiri.
"Jadi besok kamu ngajak Rani ke toko?" tanya mak etek Eri di sela-sela makan malam mereka.
"Iya, Mak. Sekalian Laila juga ada perlu ke butiq besok, ngambil pesanannya."  Laila tersedak mendengar kata-kata Tama. Tama memberikan gelas air minum pada Laila. 
"Makan pelan-pelan." ujar Tama dan mengusap punggung Laila lembut. Laila mendelik pada Tama. Laki-laki ini benar-benar ya, cari kesempatan, bisik hati laila.

Setelah itu mereka makan dalam diam. Rani terlihat berkali-kali mencuri pandang pada Tama. Tapi Tama tak peduli, Tama malah terlihat sibuk menambahkan lauk dan sayur pada piring Laila. Sampai Laila mengangkat tangannya untuk mengatakan stop. Tama terlihat tersenyum geli melihat ekspresi wajah Laila. Perempuan di sampingnya  ini malah terlihat lucu dan menggemaskan jika sedang kesal dan marah.

Selesai makan, Laila mengangkat piring-piring dan gelas-gelas kotor ke dapur. Anita dan mak Eti ke luar dari kamar dan membantu Laila mencuci piring. Mba Susi dan pak Udin telah pulang sehabis asyar tadi.

Rani terlihat duduk menonton televisi dengan ayahnya dan Tama. Laila mengambil laptopnya di samping meja tv dan beranjak ke atas menuju kamar Tama. Laila ingin menyelesaikan pekerjaannya di kamar Tama aja.
"Laila duluan istirahat ya, Mak, Rani." pamit Laila ketika melewati ruang keluarga.
"Ya, Uni." jawab Rani seraya tersenyum manis. Mak etek Eri seperti biasa hanya bergumam tak jelas. Terlihat jelas kalau laki-laki itu tak menyukai Laila.

Laila masuk kamar dan meletakkan laptopnya di atas meja kerja Tama. Lalu Laila duduk di atas tempat tidur. Badanya sudah terasa gerah tak berganti baju seharian, tak membuka hijabnya juga. Baru saja Laila akan bangkit ingin duduk di kursi kerja Tama, terdengar pintu kamar dibuka dari luar.
Terlihat Tama masuk kamar seraya membawa segelas air putih. Laki-laki itu meletakkan gelasnya di samping laptop Laila.
"Kamu ga gerah seharian berpakaian seperti itu?" Tama menatap Laila dari ujung kaki sampai ujung kepalanya. 
"Ini semua gara-gara, Uda. Baju tidur Laila di kamar tamu semua. Dan semuanya uda kasihkan pada Rani," ucap Laila kesal.

Tama beranjak ke lemari pakaiannya. Dipilihnya sebuah kemeja berwarna putih. Lalu diberikannya pada Laila.
"Ganti pake ini," Laila menatap tama dengan gundah. 
"Celananya?" tanya Laila penuh harap.
"Udah, gitu aja. Kan cuma di kamar."
"Haa?" mata Laila membulat sempurna. Cantik sekali. Duh, Tama merasa tak tahan. Diapain ya bagusnya perempuan di hadapannya ini.

"Sarung ada ga Da?" tanya Laila dengan wajah memelas. Tama tak tahan untuk tak tersenyum. 
"Aku tidur di sebelah kok, kamu tidur aja sendiri di sini. Pakai kemeja ini dan langsung selimuti dirimu dengan selimut itu." Tama menunjuk selimut di atas kasurnya.

Dengan ragu Laila pun mengambil kemeja Tama. Duh, tak terbayangkan risihnya akan berpakaian seperti ini. 
"Istirahatlah. Besok kita ke toko dan butiq ambil baju buat kamu." Tama pun berlalu ke ruangan teater mininya.
"Makasih, Da." ucap Laila pelan. Lalu Laila pun masuk ke kamar mandi Tama dan membuka gamis serta jilbabnya.

Laila memakai kemeja Tama yang hanya sampai lututnya. Paha mulusnya langsung terlihat dan membuat Laila merasa tak nyaman. Untung Laila melihat ada handuk Tama yang lumayan lebar di kamar mandi itu. Laila mengambilnya dan melilitkannya di pinggang. Lalu ia pun bergegas ke luar dari kamar mandi. Naik ke atas tempat tidur dan menyelimuti seluruh tubuhnya dengan selimut. Untung AC di ruangan kamar ini dingin, sehingga gaya tidurnya yang seperti ini tak terlalu membuat Laila sesak.
"Laila." tiba-tiba Tama telah berdiri di pintu pembatas kamar dan ruang teaternya.
"Uda mau ke kamar mandi." ujar Tama. Tak ada jawaban dan Tama melihat Laila telah berselimut di atas kasur. Tama tersenyum. Perempuan yang lucu, bagaimana dia akan tidur dengan posisi seperti itu. Selimut menutup hingga ke seluruh tubuhnya. Sampai tak ada yang kelihatan sedikitpun. Tidak juga ujung rambutnya.

Laila mendengar Tama telah masuk ke kamar mandi. Laila menarik nafas lega. Laila mencoba memejamkan matanya. Tapi baru saja ia akan tertidur, tiba-tiba terdengar suara Tama yang berteriak memanggil namanya. 
"Laila!" Laila masih diam. Ia ingin pura-pura tidur saja. Tapi Tama kembali berteriak.
"Laila, handuk Uda mana?" ya ampun, Laila bergidik. Tiba-tiba Laila merasa panas dingin. Bagaimana ini.
"Laila cepat ambilkan handuk di lemari, kalau ga Uda buka ya selimutmu," ancam Tama yang kepalanya dikeluarkan di pintu kamar mandi yang terbuka sedikit.

Laila terpaksa bangkit meski dadanya berdebar tak menentu. Berkemeja dan memakai handuk sampai selutut, dengan rambut yang berantakan. Laila turun dari tempat tidur. Dilihatnya kepala Tama menyembul dari pintu kamar mandi. Mata Tama membulat melihat handuknya ada pada Laila. Laila cengengesan merasa tak enak hati.
Terlihat polos lagi tanpa jilbab, terlihat memakai handuk laki-laki itu untuk tidur. Ya Tuhan, Laila sudah ga tahu wajahnya seperti apa sekarang. Laila membuka lemari pakaian Tama dan mencari handuk. Ketika telah menemukan handuk, Laila mengambilnya dan menyerahkannya pada Tama.
"Ini, Da." ujar Laila seraya mengangsurkan handuk itu pada Tama.
"Ya, makasih." ucap Tama. Tapi mata laki-laki itu tak beranjak dari wajah cantik di depannya. Rambut panjang itu tergerai dengan indah. Laila menunduk menerima tatapan mata Tama yang sulit untuk diartikan. Terpesonakah?

bersambung ...

Eps 1 >> Eps 2 >> Eps 3 >> Eps 4 >> Eps 5 >> Eps 6 >> Eps 7 >> Eps 8 >> Eps 9 >> Eps 10 >> Eps 11 >> Eps 12 >> Eps 13 >> Eps 14 >> Eps 15 >> Eps 16 >> Eps 17 >> Eps 18 >> Eps 19 >> Eps 20 >> Eps 21 >> Eps 22





Artikel keren lainnya:

Ceramah: Rasulullah Sang Pemimpin Dunia

Materi Kultum: Rasulullah Sang Pemimpin Dunia
Assalamu ‘Alaykum Warahmatullahi Wabarakatuh
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ، وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah dalam penelitian Michael H. Hart, jatuh pada Nabi Muhammad saw. Fakta ini mengejutkan seluruh penduduk dunia sebab dialah (Nabi Muhammad) satu-satunya manusia dalam sejarah yang berhasil meraih sukses-sukses luar biasa baik ditilik dari ukuran agama maupun ruang lingkup duniawi.
Berasal-usul dari keluarga sederhana, Muhammad menegakkan dan menyebarkan salah satu dari agama terbesar di dunia, Agama Islam. Dan pada saat yang bersamaan tampil sebagai seorang pemimpin tangguh, tulen, dan efektif. Kini tiga belas abad sesudah wafatnya, pengaruhnya masih tetap kuat dan mendalam serta berakar.
Nabi Muhammad lahir pada tahun 570 M, di kota Mekkah, di bagian agak selatan Jazirah Arabia, suatu tempat yang waktu itu merupakan daerah yang paling terbelakang di dunia, jauh dari pusat perdagangan, seni maupun ilmu pengetahuan. Menjadi yatim-piatu di umur enam tahun, dibesarkan dalam situasi sekitar yang sederhana dan rendah hati.
Sumber-sumber Islam menyebutkan bahwa Muhamnmad seorang buta huruf. Keadaan ekonominya baru mulai membaik di umur dua puluh lima tahun tatkala dia kawin dengan seorang janda berada. Bagaimanapun, sampai mendekati umur empat puluh tahun nyaris tak tampak petunjuk keluarbiasaannya sebagai manusia. Umumnya, bangsa Arab saat itu tak memeluk agama tertentu kecuali penyembah berhala Di kota Mekkah ada sejumlah kecil pemeluk-pemeluk Agama Yahudi dan Nasrani, dan besar kemungkinan dari merekalah Muhammad untuk pertama kali mendengar perihal adanya satu Tuhan Yang Mahakuasa, yang mengatur seantero alam.
Tatkala dia berusia empatpuluh tahun, Muhammad yakin bahwa Tuhan Yang Maha Esa ini menyampaikan sesuatu kepadanya dan memilihnya untuk jadi penyebar kepercayaan yang benar. Selama tiga tahun Muhammad hanya menyebar agama terbatas pada kawan-kawan dekat dan kerabatnya. Baru tatkala memasuki tahun 613 dia mulai tampil di depan publik. Begitu dia sedikit demi sedikit punya pengikut, penguasa Mekkah memandangnya sebagai orang berbahaya, pembikin onar. Di tahun 622, cemas terhadap keselamatannya, Muhammad hijrah ke Madinah, kota di utara Mekkah berjarak 200 mil. Di kota itu dia ditawari posisi kekuasaan politik yang cukup meyakinkan. Peristiwa hijrah ini merupakan titik balik penting bagi kehidupan Nabi. Di Mekkah dia susah memperoleh sejumlah kecil pengikut, dan di Medinah pengikutnya makin bertambah sehingga dalam tempo cepat dia dapat memperoleh pengaruh yang menjadikannya seorang pemegang kekuasaan yang sesungguhnya. Pada tahun-tahun berikutnya sementara pengikut Muhammad bertumbuhan bagai jamur, serentetan pertempuran pecah antara Mekkah dan Madinah. Peperangan ini berakhir tahun 630 dengan kemenangan pada pihak Muhammad, kembali ke Mekkah selaku penakluk. Sisa dua setengah tahun dari hidupnya dia menyaksikan kemajuan luar-biasa dalam hal cepatnya suku-suku Arab memeluk Agama Islam. Dan tatkala Muhammad wafat tahun 632, dia sudah memastikan dirinya selaku penguasa efektif seantero Jazirah Arabia bagian selatan.
Wassalamu ‘Alaykum Warahmatullahi Wabarakatuh

Artikel keren lainnya:

Pengertian dan Contoh Mad Wajib Muttasil

Pengertian Mad Wajib Muttashil | Contoh Mad Wajib Mutashil
Dari segi bahasa mad artinya panjang, wajib artinya harus dan muttashil artinya bersambung. Dalam ilmu tajwid, mad wajib muttashil adalah mad bertemu hamzah pada kata yang sama. Panjang mad wajib muttashil adalah 4-5 harakat, namun yang 4 harakat lebih diutamakan.
Hukum Mad
Yang dimaksud huruf mad adalah alif setelah fathah, ya' sukun setelah kasrah dan wau sukun setelah dhammah.
Mad wajib muttashil dimasukkan ke kategori mad far'i karena setelah mad terdapat hamzah. Dihukumi mad wajib karena ulama qiraat sepakat bila mad bertemu hamzah secara langsung pada satu kata dibaca panjang lebih dari dua harakat tapi tidak sepakat ukuran panjangnya.
Contoh mad wajib muttashil:
حُنَفَآءَ - سُوْءُ - شَآءَ - وَالسَّمَآءِ - وَجِيْءَ
Apabila diperhatikan pada contoh-contoh di atas, hamzah yang terdapat pada mad wajib muttashil disebut hamzah qatha' dan bentuknya tidak seperti alif.
Perlu diketahui bahwa tanda alis atau coret panjang bukanlah merupakan bagian dari tanda mad wajib muttashil. Jadi walaupun tidak ada tanda alis maka jika ada mad bertemu hamzah haruslah dibaca panjang. Terus untuk apa tanda alis tersebut? Tanda tersebut untuk memudahkan para pembaca khususnya yang belum menguasai teori ilmu tajwid.
Seperti telah saya jelaskan sebelumnya bahwa panjang mad wajib adalah 4-5 harakat. Namun, apabila mad wajib berada di akhir kata dan diwaqafkan maka panjangnya 6 harakat.
Contoh ayat yang terdapat mad wajib muttashil:
الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُونَ
وَوَجَدَكَ عَائِلًا فَأَغْنَى

وَأَمَّا السَّائِلَ فَلَا تَنْهَرْ
أُولَئِكَ هُمْ خَيْرُ الْبَرِيَّةِ
إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ
إِلَّا ابْتِغَاءَ وَجْهِ رَبِّهِ الْأَعْلَى
إِيلَافِهِمْ رِحْلَةَ الشِّتَاءِ وَالصَّيْفِ
حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ
تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ
جَزَاؤُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنَّاتُ عَدْنٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا
Sekian pemaparan tentang mad wajib muttashil mulai dari pengertian lengkap contohnya. Semoga bermanfaat! Amin.

Artikel keren lainnya:

Gambar Tentang Hijrah (Tahun Baru Hijriyah)

1 Muharam sebagai diperingati sebagai tahun baru Islam atau disebut tahun hijriyah. Dinamakan hijriyah karena penanggalan tahun  pertamanya dimulai dari tahun hijrahnya Nabi Muhammad saw dan para sahabatnya dari Mekkah ke Madinah. Peristiwa hijrah merupakan titik awal kebangkitan Islam.
Hijrah secara bahasa artinya pindah, namun hijrah juga bisa diartikan berubah. Dibawah ini ada beberapa gambar yang merepresentarikan tentang hijrah.
Hijrah itu menjadi lebih baik
My Hijrah My Adventure
Langkah Pertama Untuk Hijrah
Ayo Mulai
Proses Hijrah
Hijrah Hijab
Berhijrahlah!
Hijrah itu Tidak Mudah
Hijrah Jiwa
Hijrah Dari Masa Lalu
Berhijrahlah! Berubahlah!
Hijrah Adalah Memperbaiki Diri
Ingin Hijrah?
Hijrah Dari Duniawi Ke Ukhrawi
Kapan Mau Hijrah?

Jangan Takut Hijrah
Jadi ayo kita hijrah menuju hal yang lebih baik.

Artikel keren lainnya:

Cerpen: Menikah Dengan Setan Part 2

MENIKAH DENGAN SETAN #PART2
SATU BULAN SEBELUM
Alunan ayat suci sendu terdengar di tengah keheningan malam. Gelapnya malam tak terlalu tampak dengan tertutupnya jendela dengan kain tipis berwarna putih dikamarnya. Cahaya lampu menjadi begitu mempesona ketika malam tanpa mentari dan hanya rembulan yang datang dengan sinar tanpa silau.
Mulut Halimah semangat melantunkan ayat-ayat Tuhan, tak sedikit yang mengatakan suaranya terdengar amat merdu, ia terkenal didesanya sebagai guru ngaji di surau masjid Pendopo desa, 5 kali dalam seminggu ia mengajar setiap harinya, dan ia harus mengayuh sepeda menuju surau yang kurang lebih 10 kilometer dari rumahnya, melewati lembah perbukitan lalu turun mengikuti arus sungai mengalir.
Desanya memang sangat terpencil, setiap warga pasti memiliki kendaraan roda dua tak bermesin, hanya orang-orang mampu dan sugih(kaya)  saja yang mampu membeli kendaraan bermesin.
Desa kecil di kaki gunung lawu ini adalah desa terakhir dari semua desa yang menuju kekota, udaranya sangat dingin kadang kabut datang lebih awal dari semestinya, pukul delapan malam kabut-kabut itu akan berkumpul membuyarkan pandangan, tak satupun warga desa yang berani keluar dari rumah, mereka sibuk bershalawat, bertasbih, dan ada pula yang bersemedi, mandi kembang dan banyak lagi ritual lainnya yang dilakukan saat malam sudah menjemput.
Halimah konsisten, sehabis Isya ia habiskan waktunya untuk menderes bacaan quraannya dirumah bersama dua adik laki-lakinya dan ibunya yang renta.  Malam itu langit cerah bintang tersenyum menyambut alunan suaranya yang merdu, bulanpun meruncingkan sabitnya dan membentuk sebuah lengkungan indah untuk menunjukkan indahnya kebesaran Tuhan.
““shadaqallahul Adzim” (Maha benar Allah Yang Maha Agung ...) Ucapnya terakhir seraya mencium mushaf bersampul emas yang ada digenggamannya.
“Nduk.., kenapa kamu berhenti nduk… ?” teriak ibunya dari ruang tengah, ia sedang sibuk menjahit dan kedua adiknya sedang sibuk belajar. Tak ada TV dirumahnya yang bisa membantu hari-hari mereka ceria. Hanya ada beberapa tumpuk buku peninggalan ayahnya, mesin jahit tua milik ibunya dan dua buah sepeda ontel satu miliknya, dan yang satu milik mendiang Ayahnya yang sekarang dipakai Sur dan Dwi kedua adiknya.
“Sebentar lagi Ustad Haikal mau datang bue” Jawabnya girang.
“Loh ada apa Ustad Haikal datang malam-malam nduk?”
“Ada yang mau dibicarakan katanya bue, sama bue dan aku.”
“Wah serius banget toh?, kamu sms dia nduk jangan malam-malam tidak enak dengan tetangga.”
“Nggih bue.”
Tak lama suara motor terdengar tiba di pekarangan mereka, kebanyakan orang kampung masih mengendarai RX King, suaranya memang kurang enak terdengar namun tarikannya untuk melewati perbukitan perlu diberikan bintang. Ustad Haikal turun dari motor, ia bersama ustad Sholih pengurus surau tempat Halimah mengajar., lalu kemudian Faisal sahabatnya menyusul dari belakang.
“Assalamualaikum..” Suaranya yang tebal itu terdengar, menggetarkan hati Halimah yang sedang bersiap memilih kerudung terbaik.
“Waalaikumsalam.”jawab bu Nun, menyambut mereka dengan senyuman yang hangat. Suasana malam itu begitu syahdu.
“Nduk, ada tamu..”
“Nggih bue." Halimah keluar dengan membawakan dua buah cangkir teh hangat dan menyajikannya diatas meja, Halimah mengenakan kerudung berwarna putih, wajahnya terlihat begitu ayu, bulu matanya yang lentik, juga bibirnya yang mungil mampu membuat aliran darah laki-laki menjadi panas melihatnya.
Haikal memandanginya sejak ia masuk dari ruang tengah menuju ruang depan, ia sungguh terkesima dengan kecantikan Halimah yang sebelumnya tidak pernah bersolek, jangankan gincu bedakpun barang kali tak pernah ia pakai.
“Diminum mas.” Ucapnya suaranya terdengar bening.
“Oh iya.. “ Haikal gugup mengambil cangkir yang sudah ia bawa.
Haikal adalah Putra dari Pak Anggoro Saputra keluarga ningrat didesa mereka, ia sudah menaruh hati sejak lama oleh Halimah, setiap hari ia datang mengunjungi Halimah ke Surau bersama sahabatnya Faisal, pertama kali ia mengenalnya saat Halimah mengajukan diri untuk mengajar disurau tempat ia bekerja.  Saat itu ia baru menyelesaikan studinya di Mesir, satu-satunya putra desa terbaik yang mendapat gelar Lc.
“Langsung saja bu Dasinun, kedatangan saya kemari bermaksud baik, ingin bermaksud menyempurnakan agama Allah, saya membawa Ustad Sholih juga sahabat saya untuk bisa menyaksikan, bahwa saya Haikal Saputra bermaksud ingin melamar putri ibu, ingin menjadikan ia istri saya, ingin bermaksud memindahkan semua beban dipundaknya ke pundak saya, ingin bermaksud berbagi keceriaan juga kesedihan bersamanya“ Jelasnya menunduk malu, sesekali ia memandang wajah Halimah dari cermin kaca meja yang memantul karena cahaya lampu malam yang menderang.

Mata Dasinun berkaca-kaca, wanita yang tak lagi muda itu sangat terharu mendengar perkataannya, ia tak menyangka putrinya yang hanya seorang guru ngaji dan putri dari seorang tukang jahit bisa dilamar oleh putra ningrat lulusan Mesir pula. Dasinun menatap kedua mata putrinya itu, Halimah menangis

“Semua tergantung kamu, kamu menerima?” tanyanya terisak.

“InsyaAllah.. Halimah terima bue..”
“Alhamdulillah..!” Semua mengucap syukur pada keagungan Allah, Haru juga senang bercampur aduk menjadi satu.
Sesekali mata mereka bertemu, dan aliran darah pun langsung panas, hati berdesir parah, sepasang manusia itu sudah tak sabar ingin memadu kasih.
“Lalu kapan, Mas Haikal mau membawa keluarga kesini?”
“Rencananya tidak usah lama-lama, bue. Semua keluarga saya sudah setuju dengan Halimah, insyaAllah jika Halimah mau bulan depan kami sudah bisa melangsungkan akad nikah, bue tidak perlu memikirkan biayanya, semua biaya keluarga kami yang akan menanggungnya.” Terangnya kembali membuat hati Halimah semakin berbunga-bunga.
“MasyaAllah..!” Dasinun mengusap wajahnya dengan kedua tangannya, pipinya basah mendengar rencana yang ditarakan laki-laki bertubuh tegap itu.
“Kalo gitu, Bue ikut saja. Bue doakan semoga lancar hingga hari pernikahan.”
Pertemuan sakral itu pun berakhir, Halimah mengantar Haikal kedepan rumah. Wajahnya masih menunduk malu, ia tak sanggup melihat wajah Haikal yang sejak tadi serius mengamatinya.
“Dek.. insyaAllah besok mas akan pergi untuk menjemput Bue mas di Jakarta, tidak lama dari itu kita akan segera menikah.” Ucapnya yakin.
“Nggih mas.” Jawabnya lembut, mendengarnya jantung Haikal berdegup kencang, bisikan setan mengalir dialiran darahnya memaksanya untuk segera memeluk tubuh mungil itu.
“Astagfirullah”Batinnya berbisik
“Mas pulang dulu ya.., Assalamualaikum..”
“Waalaikumsalam..” 
***
Hujan mengguyur pagi hari yang elok. membuat hari semakin dingin. begitu dingin sekali. Halimah terbangun ia menyiapkan sarapan sebelum adzan subuh berkumandang, setelah itu adik-adiknya ia bangunkan begitupun ibunya yang selalu terlihat lelap dalam tidurnya, dan sesekali ia membersihkan kotoran - kotoran yang menyelip di sebuah indra pengeliatan Dasinun ibunya.

Adzan shubuh berkumandang, mereka sholat berjamaah setelahnya mereka berdzikir, bershalawat memohon pertolongan juga rahmat pada sang pemilik bumi. Tak lama Matahari menebarkan cahayanya, rumput-rumput merekah, pepohonan mulai menampakkan siluet indahnya melalui bayangan yang tergambar ditanah,  dingin itu rindu akan hangat, mereka rindu kehadiran matahari menghangatkan setiap tubuh mereka yang menggigil semalaman.
“Alhamdulillahirobbilalamin..” Bisik Halimah dalam hati. Ia pun mulai melanjutkan aktivitasnya, ia mengayuh sepedanya dengan penuh semangat, jalan-jalan itu sudah dipenuhi dengan petani yang berjalan menuju ladang mereka masing-masing.
“Assalamualaikum bu guru..!” Sapa mereka dari jauh.
“Waalaikumsalam, ..” jawabnya dengan senyum yang merekah.
Ini adalah aktivitas hari-harinya, setiap hari ia harus melewati jalan-jalan perbukitan, untuk bisa sampai di Surau tempatnya mengajar, dua kilometer dari rumahnya ia pasti akan bertemu dengan anak –anak nakal yang bergerombol memanjat sebuah rumah tua persis diujung jalan mereka hanya memanjat lalu berteriak dengan kencang  “Woi .. Setan Metuu (keluar)..!”
“Wusss,,,turun,,,!” Halimah berteriak , ia turun dari sepedanya dan mengusir mereka. Rumah itu sangat besar dan berada persis diatas perbukitan, sehingga Nampak seperti istana jika dilihat dari jauh, Halimah tau rumah ini ada penghuninya, pernah sekali ia merasa melihat seorang laki-laki berdiri di kaca jendela kamar lantai dua. Warga desa menyebutnya penampakan.
Menurut informasi yang ia dapat dari warga desa, laki-laki yang tinggal didalam gedong tua itu adalah jelmaan jin, yang akan keluar setiap jam delapan malam, jam dimana semua warga desa sudah masuk rumah, orang yang berjumpa dengannya pasti akan sial, hidupnya akan sengsara dijauhi banyak orang dan akan mati secara menyedihkan. Halimah adalah satu-satunya dari warga desa yang tak mempercai hal tersebut, baginya desanya sudah tercemar dengan banyaknya ajaran-ajaran perdukunan. Sehingga argument-argument tentang gembala jin, mandi kembang, babi ngepet sudah sering ia dengar.
“Haduuh…” Seperti biasa, ia mengangkut bebatuan yang berada persis di muka gerbang rumah tua itu, batu-batuan yang setiap hari anak-anak nakal itu lemparkan. Bulu kuduknya merinding, jantungnya berdegup kencang , lagi-lagi ia merasa ia sedang diperhatikan dari arah jendela kamar lantai dua.
“Assalamualaikum Halimah..” Sapa seseorang memegang pundaknya,
“Hah!” spontan ia teriak ketakutan “Faisal.?” Jawabnya seraya memegang pundaknya yang baru saja ia sentuh.
“Oh maaf Halimah, saya lupa kalo kita bukan mahrom, maafkan saya saya sudah terbiasa menyapa teman-teman saya di Jakarta seperti itu.”
“Iya tidak apa-apa.”
“Halimah.” Sapanya kembali,
“Ada apa?”tubuhnya mendekat, batinnya berbisik apa yang hendak ia lakukan.
“Ngga apa-apa, kamu sangat cantik, Haikal dan kamu sangat cocok.”
Halimah tersenyum tipis, “terimakasih, Saya pamit ya mas faisal” wanita itu kembali mengayuh sepedanya, dan meninggalkan Faisal juga gedong tua yang penuh dengan misteri.
Hampir setiap hari saat Halimah melewati Gedong tua itu ada perasaan takut yang amat mendalam, ia merasa seseorang sedang memperhatikannya, laki-laki bertubuh besar itu seperti sedang menatapnya dari jauh, ia hanya berharap jika mitos itu benar, semoga kebaikannya setiap hari untuk membersihkan bebatuan di depan gerbang rumahnya bisa menjauhkannya dari kesialan.
Halimah terburu-buru, ia mengayuh dengan cepat dan benar apa yang ia rasakan laki-laki yang orang bilang jelmaan jin itu sejak tadi berdiri memperhatikannya dari jauh, pandanngannya kosong dan ada kebencian diwajahnya, kegelapan menyelimuti wajahnya. 
#bersambung

Artikel keren lainnya:

Rarabi Jeung Nyi Sari (Bag 9)

Rarabi Jeung Nyi Sari Part 9
Karya: Ceu Ningsih

Sari nyidik-nyidik Ipah, "kalebet Teh!"

Ipah unggeuk, sup ka jero imah bari rarat reret, panon Ipah langsung neuteup Sari, "dupi salira saha?" 

"Nepangkeun abdi Sari!" Nyolongkrong ngajak sasalaman.

Gep leungeun Sari ditampanan, cep karasa tiis, Ipah meureudeuy karasa aya nu nurih kana ati, teuteupan teu leupas ti Sari. Dina hate ngagerentes, "mahluk naon ieu? Jiga lain manusa, Ya Alloh tangtayungan abdi!"

Nandean teuteupan Ipah, Sari teu eleh geleng, sakabeh pangaweruhna diketrukeun, "Ipah, geuning eusian ieu awewe teh! Aisyah boga alo nu teu kosong, panitah saha ieu teh? Kuring kudu waspada!" 

"Bu, mana tuang putra teh? Kedah ditepangan panginten supados wanoh!" Ipah cengkat.

Sari unggeuk nuduhkeun kamar Wiwin, Ipah rada kerung  nempo dunungan teu ingkah sasenti ge, "palih mana kamarna?"

Sari ukur nuduhkeun ku curuk, "tuh nu hordeng kayas!" 

Ipah seuri leutik bari ngaleos ka kamar Wiwin, diketrok pantona. Bray ku Wiwin dibuka.

"Teteh? Gentosna Teh Aisyah nya?" Cenah bari metot leungeun Ipah, dibawa ke jero kamar.

"Eu, muhun Neng!" Ipah neuteup Wiwin.

"Wiwin, abdi Wiwin Teh!" Cenah jiga nu bungah nempo Ipah.

"Wiwin? Wiwin naon papanjangna?" Ipah neureuy ciduh, kereteg na hate teu nyalahan, tibarang nempo beungeut Wiwin, geus yakin na hate yen Wiwin anakna nu geus papisah lila mangtaun-taun.

"Wiwin Winengsih!" 

Ipah ngaleketey leuleus, hate bungah kacida bari tunggara kacida. Baheula hese hayang panggih, neundeun kasono taunan, ari geus cunduk kana waktuna mah, budak ngan kari salengkah deui aya hareupeun.

"Beu!" Ipah teu kendat, Wiwin dirawu diceungceurikan. Digalentoran bari disambat.

Wiwin kerung, "Teteh kunaon?"

"Duh, badis pun anak geuning, namina sami! Asa emut Teteh mah ka pun anak!" Ipah nyusutan cimata, ngahaja moal waka diaku, bisi reuwaseun hayoh ngusir, sahenteuna bapana jeung kulawargana ngadongeng ngeunaan indung tegesna nu teu eucreug.

"Oh sami!" Wiwin unggeuk bari imut.

Ras inget ka Sari, indung tere Wiwin anu kalakuan jeung hawana rada aheng. Ditooong tina liang konci panto, angger nangtung lebah dinya bari nyanghareup ka kamar Wiwin, rey bulu punduk Ipah muriding. Komo nempo sorot panon nu kosong tapi matak kukurayeun nu neuteup. Beungeut pias teu getihan, disidik-sidik jiga mayit. Ipah panasaran nyidikeun sukuna nu kahalangan ku daster bodas meh ngagangsar nyapuan keramik.

"Gusti Nu Maha Agung, geuning teu napak! Yeey, budak aing diurus ku jurig, naha ari bapana jiga nu euweuh deui awewe? Jurig dikawin!" Ipah ngagerentes dina jero hatena bari ngusapan pundukna nu asa kedeplik.

"Teh! Bobo di dieu nya!" Wiwin nepak taktak Ipah nepi ka ngagurubug reuwas.

"Oh enya mangga! Sok tipayun, Teteh mah teu acan tunduh!" Ipah ngomong rada tarik.

Wiwin unggeuk, ngagoler deui na kasur bari nangkeup guguling, tibra deui.

Ipah teu wani kaluar ti kamar, ngan ukur ngadedengekeun bari hate mah teu puguh rasa, "aing lain jalma bageur, tapi teu rido mun budak kudu diurus ku dedemit. Sabejad-bejadna aing, tapi aing manusa. Kalah kumaha ge budak kudu kabawa ingkah ti ieu imah!"

Ipah nyampeurkeun Wiwin bari carinakdak, buuk Wiwin diusapan pinuh ku kadeudeuh, "hampura Mamah geulis! Rumasa Mamah gede dosa geus hianat, lain Mamah teu sono ka hidep, apanan ulaheun ku bapa hidep! Lain teu ditarekahan sangkan panggih, ngan acan waktuna urang paamprok! Deudeuh teuing Su!" Ipah nyium pipi Wiwin, cipanon nu jadi indung murag dibarengan ku rasa kasono. Cipanon Ipah keuna kana pipi Wiwin.

"Teh, naha nangis?" Wiwin ngorejat hudang bari nyusutan cipanon Ipah.

"Henteu, teu nanaon! Dug geura bobo deui bageur!" Walon Ipah nalangsa keneh, rajeun panggih jeung anak can bisa ngaku saujratna.

Wiwin imut, nangkeup Ipah tipepereket jiga nu embung papisah. Ipah ngarasa reugreug, sanajan teu nyahoeun yen Ipah indungna, sahenteuna leungeun anakna geus kacekel.

Wanci maju ka peuting, Ipah teu daek reup. Panasaran keneh ka Sari, hayang sidik ngan sieun keneh. Nyileuk nepi ka jam dua, karek ge rek reup, kadenge nu keur ngobrol di luar kamar. Ipah cengkat, noong tina liang konci. Sidik katinggali, Didin urut salakina keur pahareup-hareup jeung Sari.

"Nyi, Akang nyaba heula. Ngahaja rebun keneh ngarah lowong di jalan! Nu ngaganti Aisyah geus aya pan?" Ceuk Didin.

"Aya, ngendong di kamar Wiwin! Kang, ulah lami teuing, abdi teu puguh rasa. Asa aya nu ngahalangan urang duaan! Boa-boa abdi bolay jadi manusa sajati!" Sari ngeluk.

"Manusa sajati? Maksudna?" Ipah ngagerentes na hate.

"Nyai, masing percaya ka Akang, pancen Nyai ngaganti indungna Wiwin, Akang moal mangmang! Geus kauji kanyaah Nyai ka Wiwin!" Walon Didin.

Kadenge ku Ipah sora panto dibuka, dituturkeun ku sora angin nu ngagelebug tarik, anjing babaung rageg di luar imah. Ipah noroktok teu wani noong deui sieun aya tetempoan nu pikasieuneun. Blug aya sora nu ngageblug di luhur para, paralak aya nu ninggang kana kenteng. Seor angin nyeor nebak tangkal awi di pipir imah. Teu kungsi lila, kadenge aya nu ngagerem handaruan di tengah imah.

Ipah ngayekyek, diharudum simbut, "teungteuingeun ari Bi Isah, teu ngabejaan aya nu kieu. Mun teu ras ka budak salametkeuneun moal daek digawe di dieu!" 

Nepi ka adan Subuh, Ipah nguniang hudang, bari keueung keneh maksakeun kaluar ti kamar rek ka cai.
Der solat Subuh di kamar Wiwin, teu alak ilik kaditu kadieu, nu sidik mah Sari geus ngiles teuing kamana leosna.

Rengse solat, Ipah ka dapur nyadiakeun keur sarapan. Ti dapur balim deui ka kamar Wiwin, dihudangkeun sina solat.

"Mah! Eh Teteh!" Wiwin gigisik bari seuri era salah pok.

Ipah seuri maur, mun seug saterusna nyebut Mamah, kacida bagjana, "sakola siang nya!" Ipah nahan piceurikeun.

"Muhun, Minggon payun aya rapat di sakola, sareng Teteh nya! Mamah jeung bapa saribuk!" Ceuk Wiwin ditungtungan ku jamedud ambek ka Sari.

"InsyaAlloh aya Teteh, saterasna. Teteh moal waka ka lembur, ngarencangan Wiwin di dieu!" Walon Ipah.

"Horee! Aya rencang! Moal tiiseun teuing!" Wiwin surak ngagabrug ka Ipah.

Aya rasa bagja nu nyaliara, nalika Wiwin ngagabrug nangkeup pageuh. Cipanon ngembeng, asa boga budak ari kieu mah. Peupeuriheun baheula ukur ngurus sakeudeung, kaburu pepegatan.

Sasarap sapiring ku duaan, silih huapan bari ocon, badis indung jeung anak, da memang enya. Ipah indung teges Wiwin, ngan Wiwin teu apaleun. 

"Teh, asa tos wanoh lami Wiwin mah sareng Teteh, naha nya?" Wiwin ngareret ka Ipah nu nungtun leungeuna rek nganteur ka sakola.

"Sami Teteh ge, asa ka anak sorangan!" Ceuk Ipah.

"Ari putra Teteh dimana kitu?" 

"Aya, ngan tebih!" Walon Ipah dareuda. Hayang teuing balaka yen nu nungtun leungeun nganteur ka sakola teh indungna. Ngan dalah dikumaha? Heurin ku letah, inggis Wiwin teu narima Ipah.

Bag 1 Bag 2 Bag 3 Bag 4 Bag 5 Bag 6 Bag 7 Bag 8 Bag 9 Bag 10 Bag 11 Bag 12 Bag 13

Artikel keren lainnya:

Pengertian Pantun dan Contohnya

Pengertian Pantun | Contoh Pantun
A. Pengertian Pantun
Pantun adalah sajak yang terdiri atas empat larik atau baris, tiap larik terdiri atas 8-12 suku kata, berima akhir dengan pola a-b-a-b ataupun a-a-a-a. Semua pantun terdiri atas dua bagian, yaitu sampiran dan isi. Sampiran adalah dua baris pertama yang kerap kali berkaitan dengan alam atau kehidupan penggubahnya. Dua baris terakhir merupakan isi yang merupakan tujuan dari pantun tersebut.
Pantun
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan:
Ciri–ciri pantun :
1. Setiap bait terdiri 4 baris
2. Baris 1 dan 2 sebagai sampiran
3. Baris 3 dan 4 merupakan isi
4. Bersajak a–b–a–b atau a-a-a-a
5. Setiap baris terdiri dari 8 – 12 suku kata
6. Berasal dari melayu (Indonesia) dan bahasa serumpun lainnya.
Contoh:
Ada pepaya ada mentimun (a)
Ada mangga ada salak (b)
Daripada duduk melamun (a)
Mari kita membaca sajak (b)
Pantun memiliki nama lain dalam bahasa-bahasa daerah: dalam bahasa Jawa, pantun dikenal dengan paparikan; dalam bahasa Sunda, pantun disebut sisindiran; dan dalam bahasa Batak, pantun dikenal dengan sebutan umpasa.
Adapula pengembangan versi pantun yang disebut dengan karmina dan talibun. Karmina merupakan pantun "versi pendek" (hanya dua baris), sedangkan talibun adalah "versi panjang"-nya dan biasanya terdiri dari enam baris atau lebih.
B. Jenis-jenis Pantun
• Pantun Adat
Pantun adat adalah pantun yang berisi tentang hal-hal yang berhubungan dengan adat, tradisi dan budaya.
Lebat daun bunga tanjung
Berbau harum bunga cempaka
Adat dijaga pusaka dijunjung
Baru terpelihara adat pusaka
• Pantun Agama
Pantun agama adalah pantun yang berisi nasihat untuk lebih taat dalam beragama atau membahas tentang materi tentang agama.
Hanyalah padi satu-satunya
Yang bisa jadi sepiring nasi
Hanyalah Dia satu-satunya
Yang harus selalu kita imani
• Pantun Budi
Pantun budi adalah jenis pantun yang memberikan nasihat agar pendengarnya selalu berlaku baik dalam kehidupan.
Apa guna berkain batik
Kalau tidak dengan sujinya
Apa guna beristeri cantik
Kalau tidak dengan budinya
• Pantun Jenaka
Pantun Jenaka adalah pantun yang bertujuan untuk menghibur orang yang mendengar, terkadang dijadikan sebagai media untuk saling menyindir dalam suasana yang penuh keakraban sehingga tidak menimbulkan rasa tersinggung. Dengan pantun jenaka, diharapkan suasana akan menjadi semakin cair dan riang.
Malam hari main kulintang
Ditemani sobat sobat tersayang
Gimana hati tidak bimbang
Kepala botak minta dikepang
• Pantun Kepahlawanan
Pantun kepahlawanan adalah pantun yang isinya berhubungan dengan keberanian dan semangat kepahlawanan.
Redup bintang haripun subuh
Subuh tiba bintang tak Nampak
Hidup pantang mencari musuh
Musuh tiba pantang ditolak
• Pantun Peribahasa
Pantun peribahasa berisi ungkapan berbagai pepatah, idiom, maupun peribahasa dalam penyampaian maksudnya. Oleh karena itu, kata-kata yang disampaikan tidak dapat diartikan secara harfiah.
Harapkan untung menggamit
Kain dibadan didedahkan
Harapkan guruh dilangit
Air tempayan dicurahkan
Pantun Kias
Pantun kias adalah pantun yang isinya dipakai untuk memberi rasa keindahan dan penekanan pada pentingnya hal yang disampaikan.
Ayam sabung jangan dipaut
Jika ditambat kalah laganya
Asam digunung ikan dilaut
Dalam belanga bertemu juga
• Pantun Berkasih-kasihan
Disebut juga pantun percintaan yang berisi ungkapan hati seseorang akan perasannya terhadap orang lain, yaitu orang yang sedang ada dalam hatinya.
Pohon sagu jatuh di tebang
Pohon duku dibikin sarang
Jangan ragu jangan bimbang
Cinta ku hanya untukmu seorang
• Pantun Perpisahan
Pantun jenis ini mengungkapkan rasa kehilangan si penutur pantun akibat ditinggalkan orang yang disayanginya atau bisa juga mengungkapkan rasa rindu karena ingin bertemu dengan seseorang.
Duhai selasih janganlah tinggi
Kalaupun tinggi berdaun jangan
Duhai kekasih janganlah pergi
Kalaupun pergi bertahun jangan
• Pantun Teka-teki
Pantun teka-teki adalah pantun yang memberikam teka-teki bagi si pendengar untuk diselesaikan. Petunjuk yang diberikan dalam pantun teka-teki seringkali terkesan tidak harfiah.
Kalau puan, puan cemara
Ambil gelas di dalam peti
Kalau tuan bijak laksana
Binatang apa tanduk di kaki?

Sekian pemaparan tentang pengertian pantun yang dilengkapi dengan jenis-jenis dan contohnya. Semoga bermnafaat.

Artikel keren lainnya:

Kumpulan Tebak-tebakan Receh Yang Bikin Kesel

Tebak-tebakan receh | Teka-teki receh nan garing
Halo para penduduk dunia receh. Memang orang-orang recehan adalah makhluk yang sangat langka dan perlu dilestarikan. Makanya saya ingin membagikan kerecehan dan menularkan rasa receh ini kepada khalayak umum.
Orang Receh
Salah satu menu orang receh adalah tebak-tebakan yang tak terduga recehnya. Kalau ingin belajar jadi orang receh, coba tanyakan tebak-tebakan di bawah ini. Selamat mereceh!
S: Kucing yang berasal dari India?
J: Kucing kucing hota hai

S: Makanan apa yang makannya harus satu-satu?
J: Tek wan (take one), jadi gak boleh take two apalagi take ten

S: Negara apa yang sepi?
J: Kuwait (quite)

S: Negara yang terdiri dari dua huruf?
J: U Ganda (UU), negara di Afrika

S: Hewan yang terdiri dari dua huruf?
J: U dan G

S: Siapa yang dipanggil malah lari?
J: Tukang maling

S: Siapa yang dipanggil malah manjat?
J: Tukang gali sumur/kubur

S: Turun 4, naik jadi 3?
J: Ngubur mayit

T:  Bola apa yang bikin sedih?
J:  Bola mataku melihat kamu dengan mantanmu.

T:  Disembelih hidup, gak disembelih mati?
J:  Biola

S: Perdana menteri Jepang yang lahir di jayapura ?
J: Kurasa takada

S: Apa bahasa Jepangnya gak punya uang?
J: Saku rata

S: Apa bahasa Jepangnya naik motor?
J: Suzuki kunaiki

S: Minyak apa yang rame?
J: Minyaksikan sepak bola

S: Sapi yang bau?
J: Sapiteng

S: Dimasuki malah keluar?
J: Kancing

S: Petinya satu, mayatnya banyak?
J: Korek api

S: Bisa naik, gak bisa turun?
J: Haji

S: Bisa turun, gak bisa naik?
J: Hujan

S: Batman minum susu, Superman minum apa?
J: Minumpas kejahatan

S: Supir apa yang bikin laper?
J: Supiring berempat

S: Piring apa yang paling rame di Indonesia ?
J: Piringatan 17 Agustus

S: Ayam putih, apanya yang hitam?
J: Bayangannya

S: Dicekik lehernya, digelitik perutnya?
J: Gitar

S: Apa sebabnya ban belakang lebih cepat gundul?
J: Banyak mikir bagaimana caranya mendahului ban depan

S: Bagaiman caranya supaya apel berubah jadi nanas?
J: Apel di rebus, terus kasih ke anak kecil, pasti dia bilang "Nanas, nanas"

S: Kalau natal banyak pohon natal, kalau Idul fitri banyak pohon apa?
J: Pohon maaf lahir dan bathin

S: Fisikawan terkenal dari Batak?
J: Sir Isaac Nasution

S: Apa pengertian Cemilan?
J: Cecudah delapan, Cebelum cepuluh.

S: Benda apa makin diisi makin ringan?
J: Balon

S: Dikocok-kocok, ditekan-tekan, terus keluar cairan putih. Apa coba?
J: Tip eks

S: Dibuka bajunya, dibawa ke tempat gelap, digoyang-goyang dan jadinya hamil. Apakah itu?
J: Permen karet

S: Bangku yang bisa dimakan?
J: Bangkuang

S: Penyakit apa yang suka banget diperlihara manusia?
J: Ada pusing persia, pusing anggora dan jenis pusing yang lain.

S: Telor apa yang dinjak-injak tapi tidak pecah?
J: Telortoar

S : Tahukan guling apa yang bisa terbang?
J : Guling guling bambu. (Doraemon)

S: Apa bahasa Inggrisnya keramas?
J: Golden monkey

S: Ban apa yang berada di atas tiang tinggi?
J: Bandera

S: Negara mana yang terdapat dalam pribahasa Indonesia.
J: Swedia payung sebelum hujan

Artikel keren lainnya: