Home · Parenting · Konseling · Blogging · Tips · Daftar Isi

Pantun Tentang Perpisahan (Sedih dan Rindu)

Pantun Perpisahan | Pantun tentang Rindu
Perpisahan dengan sahabat ataupun dengan orang yang dikasihi memunculkan perasaan sedih dan rindu yang mendalam. Perasaan sedih muncul karena mungkin perpisahan itu terjadi dengan cara yang semestinya dan mungkin perpisahan yang tak mungkin bertemu lagi.
Kumpulan pantun tentang perpisahan:
Perpisahan
• Pantun Perpisahan

Manis manis buah labu
Enak dimakan ketika hujan
Suka duka putih abu abu
Kini akan jadi kenangan

Gadis cantik membawa belati
Belati dibawa bersama peti
Jangan suka bersedih hati
Walau perpisahan menghampiri

Bunga melati ditepi sawah
Cantik elok didekat batu
Jika nanti kita berpisah
Jangan pernah lupakan aku

Sungguh manis buah rambutan
Enak dimakan perlahan lahan
Bila ada sebuah pertemuan
Pasti akan ada perpisahan

Malam malam makan gorengan
Paling enak makan  nasi
Sudah lama kita berteman
Tapi kini aku harus pergi

Jalan-jalan ke kota Blitar
Sampai di blitar beli rumah
Perpisahan tinggal sebentar
Jadikan ini kenangan terindah

Walau katak ada disawah
Tapi tetap ular mencari
Walaupun kita akan berpisah
Kita tetap sahabat sejati

Siapkan perahu untuk berlayar
Jangan lupa membawa tali
Kita berpisah hanya sebentar
Pasti kita bertemu lagi

Jalan jalan ke balik papan
Kebalik papan beli rambutan
Terus maju untuk masa depan
Karena perpisahan bukan hambatan

• Perpisahan Dengan Orang Tua

Ikan gabus ikan betutu
Jatuh satu di tengah jalan
Menangis duduk di pintu
Melihat ayah pergi berjalan

Sungai kecil banyak batu
Airnya segar seperti perigi
Aku ini yatim piatu
Ayah tak ada ibu pun pergi

Masak air hingga mendidih
Masak gulai dalam kuali
Hati ini jadi sedih
Ibu pergi Ayah tak peduli

Memetik manggis di kota Kedu
Membeli tebu uangnya hilang
Menangis adik tersedu-sedu
Mencari ibu belum juga pulang

Bukit gunung tempat bertapa
Masuk desa jauh ke kota
Lama sudah tidak berjumpa
Rasa rindu penuhi dada.

Jamu pahit dari lempuyang,
Pulang kampung naik kereta.
Pada ibu yang sangat sayang,
Rindu hati ingin berjumpa.

Pohon nangka daunnya lebar,
Bambu kecil dibuat bubu. 
Sangat lembut dan penyabar,
Sedih hati mengenang ibu. 

Jalan-jalan ke Tanjung Pinang,
Singgah pula ke kota Dumai.
Senyuman ibu sangat tenang,
Membuat diriku terasa damai.

• Pantun Perpisahan Remaja

Pucuk pauh delima batu
Anak sembilang ditapak tangan
Biar jauh di negeri satu
Hilang dimata dihati jangan

Bagaimana tidak dikenang
Pucuknya pauh selasih Jambi
Bagaimana tidak terkenang
Dagang yang jauh kekasih hati

Duhai selasih janganlah tinggi
Kalaupun tinggi berdaun jangan
Duhai kekasih janganlah pergi
Kalaupun pergi bertahun jangan

Batang selasih mainan budak
Berdaun sehelai dimakan kuda
Bercerai kasih bertalak tidak
Seribu tahun kembali juga

Bunga Cina bunga karangan
Tanamlah rapat tepi perigi
Adik dimana abang gerangan
Bilalah dapat bertemu lagi

Memancing ikan pakai perahu
Mancingnya di pinggir sungai
Selamat tinggal sahabatku
Semoga nanti bisa bersapa lagi

Ke hutan melihat jerapah
Sukanya makan semangka
Walaupun kita akan berpisah
Jangan lupakan aku ya

Ke kebun binatang melihat gajah
Gajah itu punya belalai
Hari ini kita akan berpisah
Semoga nanti dapat berjumpa lagi

Anak sekolah harus belajar
Belajar agar jadi pandai
Air mataku ingin keluar
Melihat pertemuan terakhir kita

Di pantai bermain batu
Terkena batu rasanya sakit
Walau terpisah jarak dan waktu
Hati kita tetap dekat

Artikel keren lainnya:

Masih Adakah Surga Untukku Part 21

#Masih Adakah Surga Untukku Episode 21
#Laila

Payakumbuh, pukul 03.30, Laila terbangun dan merasakan tubuhnya dalam pelukan seseorang. Laila membuka matanya dan melihat wajah suaminya yang begitu dekat dengan wajahnya. Laila tersenyum. Pelan dikecupnya pipi Tama. Tama menggeliat dan membuka matanya. Wajah cantik di depannya ternyata nyata. Tama tersenyum dan balas mengecup pipi Laila lembut.
"Gimana kondisi, Uda?" Laila menyentuh kening Tama.
"Sangat sehat." Tama menempelkan hidungnya pada hidung Laila.
"Ga perlu ke dokter nanti pagi?" 
"Hei, aku sudah mendapatkan dokter terbaik tadi malam." Tama menatap Laila dengan tatapan menggoda.
Laila kembali merona dan menyurukkan wajahnya ke ceruk leher Tama.

"Kenapa, Sayang? Mau lagi?" Tama mengeratkan pelukannya di tubuh Laila. Laila mencubit Tama saking gemasnya. 
"Aduh, sakit, Yang." Tama mengaduh.
"Awas kalau ngomong ga sopan lagi." Laila mengancam.

Tama terbahak.
"Nggak sopannya itu di mana coba." Tama mencowel pipi Laila. Laila makin salah tingkah.

"Sudah, ah. Laila mau mandi, mau salat." Laila melepaskan pelukan Tama. 
"Uda mau mandi juga." Tama ikut membuka selimutnya. 
"Nanti Laila panaskan dulu airnya, Da. Uda belum terlalu sehat, nanti menggigil lagi. Airnya dingin banget." Laila turun dari tempat tidur.

Laila ke luar kamar dan menuju dapur. Diambilnya dandang ukuran sedang, diisinya dengan air, lalu dipanaskannya di atas kompor. Laila kembali masuk ke kamar. Tama terlihat telah duduk bersandar di kepala tempat tidur.
"Laila mandi duluan ya, Da. Uda nunggu air panas bentar, ya." 
"Ga boleh bareng, ya?" Tama menatap Laila penuh harap. 
Laila tak mengacuhkan ucapan Tama. Ia malah bergegas masuk ke kamar mandi dan mengunci pintunya dari dalam.

Tama tersenyum sendiri. Tidak berapa lama, Laila ke luar dengan kimono handuknya. Rambut sepunggungnya terlihat basah.
"Akhirnya keramas juga." Tama menatap Laila dengan senyum menggoda.
"Biasanya juga keramas, tiga kali seminggu." Laila menjawab santai.
"Tapi nggak dini hari seperti ini kan?"

"Mandi dan keramas sebelum salat tahajud itu baik untuk kesehatan, Da."
"Wah, berarti harus sering-sering nih kita keramas sebelum tahajud." Wajah Tama berbinar.

Ya ampun, Laila merasa pusing sendiri menghadapi suaminya ini. Kenapa jadi nggak waras seperti ini. Laila meninggalkan Tama yang masih senyum-senyum sendiri. Sepertinya Tama memang menjadi gila sekarang. Gila karena istrinya ini. Buktinya, sering kali Tama sekarang senyum-senyum sendiri.
Laila ke luar kamar. Mematikan kompor dan mengangkat dandang ke kamar mandi. Laila memasukkan air panas tersebut ke dalam baskom besar, lalu menambahkannya dengan air dingin. Laila memasukkan tangannya ke dalam air di baskom, setelah merasa hangatnya  pas untuk  mandi, Laila ke luar kamar mandi dan mengambil handuk yang masih baru dari dalam lemari pakaiannya. Tama memperhatikan setiap gerak istrinya dengan hati bahagia.
"Ayo, mandi sekarang, Da." Laila menyerahkan handuk pada Tama.
"Makasih ya, Sayang." Tama bangkit dan masuk ke kamar mandi. Laila membuka koper Tama dan mengambil pakaian yang ada di dalamnya. Diletakkannya semua perlengkapan Tama di atas kasur. Lalu Laila pun segera berganti pakaian.

Laila memakai pakaian tidur setelan celana panjang dengan lengan yang juga panjang. Ia membungkus rambutnya denagn handuk. Tak berapa lama Tama ke luar dari kamar mandi, dengan memakai handuk yang melilit di pinggangnya. Laila memalingkan wajahnya begitu melihat tubuh bagian atas Tama yang polos. Wajahnya terasa hangat dan dadanya kembali berdebar tak menentu.
"Ini pakaian, Uda." Laila menunjuk pakaian Tama yang diletakkannya di atas kasur. Lalu Laila mengambil perlengkapan salatnya.
"Ya, makasih, ya." Tama mengambil pakaiannya dan mulai memakainya di hadapan Laila dengan santai.

Ya Tuhan, tubuh Laila kembali terasa kaku. Kenapa laki-laki ini seperti tak punya rasa malu. Laila membentangkan sajadah tanpa berani mengangkat wajahnya. 
"Uda mau ikut tahajud?" Laila masih tak berani menoleh pada Tama.
"Ya, Uda sudah berwudu tadi. Kita salat sama-sama, ya." Tama telah selesai berpakaian.

"Ada sarung? Uda nggak bawa sarung. Lupa karena kemarin buru-buru." Tama berjalan menuju sajadah yang telah dibentangkan oleh Laila. Laila beranjak ke lemari. Diambilnya sebuah sarung yang terlipat rapi di dalam lemari.
"Ini, Da." Laila mengulurkan sarung tersebut pada Tama. 
"Makasih, ya." Tama menerimanya dan segera memakainya.

"Mau menjadi makmum, Uda?" Tama menoleh pada Laila yang telah berdiri di belakangnya. Laila mengangguk senang.
"Tapi bacaan Uda belum terlalu bagus. Dimaklumi, ya. InsyaAllah Uda akan terus belajar." Tama menatap Laila dan tersenyum lembut. Duh, Tuhan, damainya melihat senyum suaminya ini, Laila berbisik dalam hati.

"Iya, Da. Nggak apa-apa. yang penting Laila bisa ikut salat di belakang, Uda." Mata Laila membalas tatapan mata Tama dengan penuh binar. Tama mengangguk bahagia mendengar ucapan Laila.
"Kita salat sekarang, ya." Tama pun mengambil posisi sempurnanya untuk bertakbiratul ikhram. Laila mengikuti dari belakang. Dalam dingin di sepertiga malam, suara lirih Tama terdengar begitu indah di telinga Laila. Mereka pun khusuk dalam penghambaan kepada Sang Pencipta.
Empat rakaat dengan dua salam, Tama pun memimpin Laila untuk memanjatkan doa dan pengharapan kepada Sang Khalik. Laila mengaminkan semua doa yang dimunajatkan oleh Tama.  Tama dan Laila menutupnya dengan mengucapkan aamiin dan mengusapkan kedua telapak tangan ke wajah mereka.
Tama berbalik dan memandang wajah cantik istrinya yang terlihat begitu anggun dalam balutan mukena berwarna putih gading itu. Laila mendekat, mengambil tangan Tama dan menciumnya dengan lembut. Tama mengusap puncak kepala Laila dengan penuh kasih.
Tama bersandar di lemari pakaian. Diraihnya tubuh Laila untuk mendekat. Tama memeluk tubuh Laila dari samping.
"Kita tunggu waktu subuh di sini, ya?" Tama mengecup kening Laila kembali. Laila mengangguk. Entahlah, Laila serasa tak sanggup banyak bicara. Semua serasa seperti mimpi.  Tak pernah ia membayangkan ia akan mencintai laki-laki di sampingnya ini dengan begitu dalamnya. Tak pernah ia bayangkan, ia akan merasakan kebahagiaan seperti ini dengan laki-laki pilihan orang tuanya ini.
"Kamu bahagia?" Tama menatap Laila lembut. Laila mengangguk.
"Uda tak mendengar jawabanmu." Tama protes melihat Laila sudah beberapa kali hanya mengangguk.
"Laila sangat bahagia, Da." Laila menyandarkan kepalanya ke dada Tama. Tama tersenyum mendengarnya.
"Terima kasih ya, untuk semua yang telah kamu berikan pada Uda."
"Laila yang harusnya berterima kasih, Da. Uda telah mengajarkan Laila bagaimana cara mencintai." Laila mencium tangan Tama yang menggegam erat jemari tangannya.

Tama kembali tersenyum. Tuhan boleh kah aku meminta, berhenti saja waktu di sini, di bahagia yang ia rasakan utuh saat ini.
*****
Laila sibuk menbantu bundo di dapur. Mereka membuat gado-gado untuk sarapan. Tama sedang ikut ayah melihat kolam ikan yang berjarak 200 meter dari rumah. Tiba-tiba terdengar seseorang mengucapkan salam dari pintu depan. Ternyata Uni Feni yang datang.
"Wah, sibuk benar yang kedatangan suami." Uni Feni telah ikut bergabung di dapur. Laila hanya senyum-senyum menanggapi ucapan Uni Feni.
"Eh, tumben kamu pake jilbab di rumah, nggak ada siapa-siapa juga." Uni Feni menatap Laila dengan curiga.
"Rambutnya basah, ya." Uni Feni berbisik di telinga Laila. Mata Laila membulat.

"Uni, apaan sih?" Wajah Laila telah merah seperti tomat.
"Hahaha." Unu Feni terbahak.

"Feni, nggak baik becanda untuk hal-hal yang seperti itu." bundo menegur Feni dengan tatapan tajam. 
"Maaf Bundo." Uni Feni menjadi masem-masem. Laila tersenyum senang.
"Rasain." Laila meleletkan lidahnya pada Uni Feni. Uni Feni mendelik pada Laila.

Pada waktu bersamaan, ayah dan Tama masuk ke dalam rumah dari pintu belakang. Tama langsung melihat istrinya dan kakaknya sedang perang mata. Tama tersenyum melihat tingkah istrinya yang kadang masih seperti anak kecil.
"Wah, ada Adek Ipar." Uni Feni mengangguk pada Tama seraya menangkupkan tangannya di dada. Tama membalas sikap Uni Feni dengan hormat.
"Ya, Uni. Apak kabar, Ni?"
"Alhamdulillah, baik, Tama." ayah dan Tama menuju meja makan.

Laila dan bundo menghidangkan sarapan di depan ayah dan Tama. Uni Feni ikut membantu. Laila meletakkan kopi di depan ayahnya, dan teh di depan Tama.
"Minum, Da." Laila mempersilakan.
"Iya, Yang. Makasih ya." Tama pun meraih cangkir teh di depannya dan menyeruputnya dengan nikmat.

"Ya, Da." Laila mengangguk dan tersenyum manis.
"Ye, romantis bana (benar)." Uni Feni menyenggol lengan Laila. Laila mendelikkan matanya pada Uni Feni. Uni Feni cekikikan.

"Feni!" bundo kembali menegur Uni Feni.
"Ya, Bundo." Uni Feni tersenyum manis pada bundo.
"Ikut sarapan sama-sama." Bundo telah duduk di samping ayah dan Laila di samping Tama.  Uni Feni pun mengambil tempat di ujung meja makan.

Laila meletakkan gado-gado di depan Tama.
"Nggak mau sayurnya." Tama berbisik di telinga Laila. Laila mendelik.
"Harus dimakan semua." Suara Laila terdengar tegas. Tama meringis.
"Laila, kalau Tama nggak suka jangan dipaksa. Pisahin aja sayur-sayurnya." Bundo menyerahkan piring kecil pada Laila.

"Nggak apa-apa Bundo, dia kalau nggak dipaksa nggak akan pernah makan sayuran segar seperti ini." Laila tak mengambil piring kecil yang diberikan bundo. Bundo tersenyum melihat tingkah anaknya. Sementara Tama terpaksa harus mencoba sayuran mentah yang biasanya memang tak dimakannya. Uni Feni senyum-senyum sendiri melihat adik bungsunya itu.
"Bundo, nanti siang mau ajak Laila ke rumah Ibu Tama, ya." Tama menyampaikan niatnya untuk pulang ke rumah orang tuanya dengan Laila. Laila menoleh pada Tama. Tiba-tiba badan Laila menjadi panas dingin. Waduh, bagaimana ia akan menghadapi kedua orang tua Tama? Apa mereka mau menerima dirinya yang pernah berbuat jahat pada anaknya ini? Laila menajdi resah.
"Ya, Nak. Pergilah dan bermalamlah di sana sebelum kembali ke Jakarta." Bundo merasa senang anaknya akan mengunjungi mertuanya. Sejak menikah, Laila belum pernah bersilaturahmi ke rumah orang tua Tama.
"Feni, buatkan kue bolu gulung untuk dibawa Laila nanti ke rumah mertuanya." Bundo menoleh pada Uni Feni.
"Siap, Bundo." Uni Feni mengangkat jempolnya. Sementara Laila semakin deg-degan membayangkan akan menginap pula di rumah mertuanya.

****
Dengan meminjam motor Uni Feni, Laila berboncengan dengan Tama ke rumah mertuanya. Laila telah membawa kue bolu gulung yang dibuatkan oleh Uni Feni. Bundo berpesan, agar Laila bersikap baik di rumah mertunya. Laila hanya mengangguk paham.
Di atas motor, Tama mengambil tangan Laila dan meletakkannya di pinggangnya.
"Pegangan yang erat," ucap Tama seraya menoleh sekilas pada Laila. Laila tersenyum dan merasakan hatinya kembali menghangat. Ternyata berboncengan naik motor seperti ini sensasinya terasa beda. Tubuh mereka menempel begitu dekat.

"Uda, Laila takut kalau nanti Ibu nggak bisa menerima Laila." Laila menjatuhkan wajahnya di punggung Tama. Tama memegang tangan Laila yang berada di pinggangnya. 
"Tenang, kan ada Uda." Tama mencoba menenangkan Laila yang benar-benar galau membayangkan bagaimana sikap mertuanya nanti.

Mereka melewati persawahan dan barisan bukit barisan yang terlihat memanjang nun jauh di hadapan mereka.  Pemandangan yang begitu indah. Ditambah lagi dengan udara yang terasa begitu sejuk. Melewati jalan yang tidak terlalu ramai, akhirnya mereka pun sampai di kampung Tama. Jarak antara kampung Laila dan tama tidak begitu jauh. Hanya 20 menit perjalanan menggunakan motor.
Tama memarkir motornya di halaman rumahnya. Lalu menggandeng tangan Laila menuju pintu depan.
"Assalammualaikum." Tama mengucapkan salam.
Tak berapa lama terdengar langkah kaki mendekat. 
"Waalaikumsalam." Pintu terbuka, nampaklah sesosok laki-laki 60 tahunan berdiri di ambang pintu.

"Tama?" Bapak menatap Tama tidak percaya.
"Bapak." Tama mengambil tangan bapak dan menciumnya dnegan hormat. Laila melakukan hal yang sama. 
"Ayo, masuk .. masuk.." Bapak mempersilakan anak menantunya masuk.

"Ibu mana, Pak." Tama mengedarkan pandangannya ke seluruh rumah. 
"Ada tadi di halaman belakang, lagi ngurus tanaman bunganya." 
"Kamu duduk dulu, ya. Uda panggil Ibu ke belakang." Tama melepaskan genggaman tangan Laila. Laila melepaskannya dengan berat hati. Tama bergegas menuju belakang rumahnya.

"Bagaimana kabar Nak Laila?" Bapak tersenyum ramah pada Laila. 
"Baik, Pak." Laila mengangguk dengan debaran di dada yang belum juga reda. 
"Kerasan di Jakarta?" Tama memang telah menelpon kedua orang tuanya dan mengatakan jika Laila telah berada di rumahnya di Jakarta.

"Alhamdulillah kerasan, Pak." Laila kembali mengangguk.
"Syukurlah." Bapak kembali tersenyum. Laki-laki tua itu bisa melihat kegelisahan menantunya ini.

Terdengar langkah kaki mendekat. Laila semakin resah. Debaran di dadanya semakin kuat. Kalau Bapak Tama alhmadulillah sambutannya baik. Tapi bagaimana dengan Ibu Tama?
"Lihat, Bu. Siapa yang datang." Tama memeluk bahu ibunya dan menuntunnya menuju ruang tamu. Laila bangkit dari duduknya mendengar suara Tama. Tama dan ibunya telah berddiri di samping kursi tamu. Laila berjalan mendekat dan mengulurkan tangannya pada Ibu Mertuanya.
Tapi wanita tua yang masih terlihat cantik itu hanya bergeming. Ia tak menerima uluran tangan Laila. Mata Laila terasa panas. Apa yang ditakutkannya ternyata benar-benar terjadi.
bersambung ....
Ternyata author sendiri yang tak kuat menahan rindu pada Tama dan Laila.

Eps 1 >> Eps 2 >> Eps 3 >> Eps 4 >> Eps 5 >> Eps 6 >> Eps 7 >> Eps 8 >> Eps 9 >> Eps 10 >> Eps 11 >> Eps 12 >> Eps 13 >> Eps 14 >> Eps 15 >> Eps 16 >> Eps 17 >> Eps 18 >> Eps 19 >> Eps 20 >> Eps 21 >> Eps 22

Artikel keren lainnya:

Seks Dalam Tinjauan Islam

Seks apaan ya? Makanan kale,,,, hehehe. Bagi sebagian orang ketika mendengar kata seks ada yang menganggap ini hal yang menyeramkan, tabu, tertutup, tidak etis, jorok dan menjijikkan, haram dan dosa atau penasaran. Masalah seks memang menjadi topik yang tidak habis-habisnya untuk diperbincangkan dari berbagai aspek.
Simbol Gender
Islam tidaklah menumpas hawa nafsu manusia melainkan agar disalurkan melalui jalan yang tepat agar manusia hidup dalam toto tengtrem kerto raharjo (itu mah slogan kabupaten Garut eunk). Nah seks dalam Islam itu seperti apa? Nih ane jelasin yee,,, makanye baca ampe kelar deh.
1.   Manusia diciptakan dalam keadaan fitrah.
Pastinya kita punya nafsu dong?, hasrat seks itu suci dan fitrah tapi ono batasane lho dalam Islam. Jadi seks itu untuk menyalurkan kebutuhan biologis cin. Hasrat seks sama seperti nafsu untuk makan dan minum.
”Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang dingini yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan , binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan disisi Allahlah tempat kembali yang baik (surga)” (QS. Ali Imran: 14).
2. Sarana menjaga eksistensi
Sarana untuk menjaga kesinambungan eksistensi umat manusia di dunia dan juga sebagai sarana kesenangan bagi manusia. Kalau gak ada seks bisa punah wong-wong di alam dunya teh.
”Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah, ”haid itu adalah kotoran. Oleh karena itu hendaklah kamu menjauhi diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka sebelu mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu ditempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertobat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok tanammu itu sebagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertaqwalah kepada Alah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman” (QS Al-Baqarah: 222-223).
”Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antara kamu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang terpelajar” (QS Ar Ruum: 21).
3. Sarana Ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. 
Ups tapi ini mah kalau udah nikah coy. Pernikahan bisa menjadi sarana beribadah kepada Allah swt.
”Dua rakaat shalat yang didirikan oleh orang yang kawin lebih baik daripada keterjagaan (ibadah) di malam hari dan puasa (disiang hari) orang yang tidak kawin.” (Al-Hadist).
Makanya cepet nikah deh biar berlipat pahala ibadahnya, tapi kalau udah siap nanti brabe kalau belom siap mah.
4. Penyaluran hasrat seks harus sesuai aturan agama (ikatan pernikahan, heteroseks, tidak dengan hewan dan mayat)
”Sesungguhnya kalian mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsu kalian (kepada mereka), bukan kepada wanita, kalian adalah kaum yang melampaui batas”(QS Al A’raaf; 81).
5. Memenuhi kebutuhan seksual diluar ikatan perkawinan adalah haram dan termasuk dosa besar.
”Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang beriman dan tidak (pula) bagi perempuan yang beriman, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan RasulNya, maka sesungguhnya ia telah sesat, sesat yang nyata (QS Al Ahzab: 36).
Dalam Islam tidak hanya zina yang harus dijauhi melainkan hal-hal yang mendekati dan berpotensi zina juga harus dijauhi coy!
”Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji, dan suatu jalan yang buruk” (QS Al-Israa’: 32). 

Artikel keren lainnya:

Kultum: Membangun Budaya Kebangkitan

Ceramah Singkat: Membangun Budaya Kebangkitan
Assalamu ‘Alaykum  Warahmatullahi Wabarakatuh
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ، وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
Sebagai dorongan (spirit) bagi kebangkitan Islam di masa depan, kiranya sangat bermakna kalau dikedepankan lebih dahulu ilustrasi kebangkitan yang pernah dikemukakan oleh Muhammad Said Ramadhan al-Buthi. Menurutnya:
Setiap kebangkitan dan keunggulan, termasuk keunggulan ilmu pengetahuan dan teknologi, sebenarnya diperuntukkan Tuhan bagi orang yang beriman selaku khaira ummah (sebaik-baik ummat manusia), firman Allah  swt. :
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah” (QS. 3/Ali ‘Imran:110).
Akan tetapi saat tertentu keunggulan itu diberikan ke tangan orang lain, karena orang yang beriman tidak memenuhi tanggung jawabnya sebagai umat terbaik. 
Jalan pikiran itu didasarkan pada kenyataan sejarah bahwa umat Islam memang pernah unggul dan memimpin dinamika peradaban umat manusia, khususnya pada zaman keemasan (abad 8 sampai abad ke 13 M).
Para pemerhati sejarah dan pemikiran Islam telah melakukan penelitian mengenai faktor penyebab keunggulan umat Islam zaman keemasan tersebut  yang secara garis besar dapat dirumuskan sebagai berikut :
Keyakinan mereka terhadap Islam sebagai jalan kebenaran dan faktor utama penyebab keunggulan.
Keyakinan mereka bahwa pencarian ilmu pengetahuan dan keahlian merupakan bagian yang integral dan tak terpisahkan dari ajaran Islam. Bahkan pesan ilmu dan keahlian tersebut memiliki “akar tunggal” dalam keseluruhan missi para Nabi.
Komitmen pada peningkatan kemampuan ekonomi umat merupakan bagian yang tak terpisahkan dari ajaran Islam. Sebab penyebaran (dakwah) dan bahkan pengamalan ajaran Islam itu tidak pernah terlepas dari persoalan ekonomi dalam arti yang luas.
Keyakinan dari segenap umat Islam bahwa bekerja secara baik, sungguh, dan shaleh, sesuai dengan tugas dan profesinya merupakan bagian yang integral dari ajaran Islam itu. Keyakinan ini memunculkan etos kerja yang tinggi di kalangan umat Islam.
Didorong oleh perasaan bahwa kepemimpinan dunia sesungguhnya berada di tangan umat Islam (khalifah, khaira ummah, dan pemakmur bumi), maka mereka senantiasa bersikap lapang dada dan toleran (tasamuh) terhadap komunitas lain. Sementara sikap toleran ini juga dipandang sebagai bagian yang tak terpisahkan dari ajaran Islam.
Kecemerlangan mereka dalam mengamalkan Islam menurut versi yang lebih dinamis menyebabkan atau sekaligus didorong oleh pemahaman Islam yang rasional, yang tidak terpaku pada symbol-simbol formal. Dengan demikian mereka seakan tidak pernah “dikecewakan”oleh keyakinan mereka terhadap kebenaran dan keunggulan.
Wassalamu ‘Alaykum  Warahmatullahi Wabarakatuh

Artikel keren lainnya:

Rarabi Jeung Nyi Sari (Bag 13)

Rarabi Jeung Nyi Sari (Bag 13 End)
Karya: Ceu Ningsih

Ipah ngorejat, pikiran kaweur ngadenge sora anakna ti jero guha. Ipah cengkat, lumpat muru guha.

"Teteh, ulah Teh! InsyaAlloh Wiwin mah teu kunanaon, eta akal-akalan setan sangkan Teteh balangah, antukna cilaka! Tetep ngadu'a Teteh mah!" Amar ngagorowok nempo Ipah muru ka guha.

"Kang Ustad, eta Wiwin pun anak!" Ipah mimiti kaweur.

"Teteh, setan mah loba akal sangkan manusa cilaka ku laku lampahna! Udaganana sangkan manusa balangah, teu inget kana purwadaksina! Sabar Teh, di lembur ge keur ngadaroakeun Wiwin! Kakuatan pangdu'a nu bakal ngarobah takdir!" Amar negerkeun Ipah.

"Mamah, teu nyaah ka Wiwin nya! Ka dieu Mah, tulungan Wiwin!" Sora Wiwin nongtoreng ti jero guha.

Sari ngiles, ngajauhan Amar jeung Ipah jiga keur ngawahan rek ngalawan.

"Tuh! Eta sora Wiwin sidik pisan!" Ipah nginghak.

"Ulah Teh! Omat, tetep ngawirid, ngadu'a, ulah kendat!" Amar muka deui Alqur'an nuluykeun ngaji.

Ku leubeutna pangdu'a, kalayan du'a nu ikhlas. Muntang panangtayungan ti Gusti Nu Maha Suci, jeung kayakinan yen pitulung Alloh pasti keur umatna anu takwa. 

Rengse ngaji, Amar nyampeurkeun Ipah, "Teh hayu sasarengan ka lebet guha, cuang mapageun Wiwin sareng Kang Didin!"

"Sari kumaha? Naha tos binasa?" Ipah culang cileung neangan Sari nu ngiles teuing kamana.

"Kin ge katinggali, kamana jigna Sari, hayu Teh!" Amar leumpang tiheula, asup ka jero guha.

"Win! Kang Didin!" Ipah gegeroan.

Simpe taya nu nembalan, guha nu poek ukur kacaangan ku mata hate, jeung ku pangdu'a nu teu kendat.

"Saha eta?" Sora Didin.

"Abdi Ipah, kalih Kang Ustad Amar ti pasantren Babussallam!" Walon Ipah.

Ipah jeung Amar nuturkeun sora Didin, kasampak keur dipasung, Wiwin gigireunana sarua dipasung, gancang duanana dileupaskeun tina pasungan.

"Win! Ieu Mamah bageur!" Ipah nangkeup Wiwin nu teu usik, kapiuhan.

"Candak kanu lega Teh! Di dieu mah kirang oksigen!" Ceuk Amar.

Wiwin dipangku ku Ipah, Didin jeung Amar naluturkeun kaluar ti guha. Nepi ka luar, gancang ditaekeun kana motor, "Kang Didin sareng Teh Ipah candak Wiwin ka rumah sakit, abdi aya keneh urusan jeung Sari!" 

"Kang, urang ka dieu sasarengan, ninggalkeun ieu tempat ge sasarengan! Hayu meungpeung Sari teu aya!" Ipah ngarasa hariwang, lain cangcaya ku elmuna Amar. Ngan ngarasa tugenah, mun nu nulunganana kumaha onam.

"Jug geura ninggalkeun ieu tempat, karunya ka Wiwin, keun abdi mah tong dipalire!" 

"Tapi Kang!" Didin nyampeurkeun Amar.

"Enggal Kang, teu aya waktos deui!" Amar satengah nyentak, sangkan Wiwin dibawa jauh.

Sanajan bari teu puguh rasa ge, Didin nyelah motor, Wiwin dibonceng di tengah, nyarande ka Ipah. Memeh motor maju, Ipah nganuhunkeun ka Amar. 

"Nuhun Kang Ustad!"

"Nya sami-sami!" Amar unggeuk, kesang maseuhan awakna, sidakep deui nyanghareup ka guha.

Sari nyirorot ti luhur tangkal caringin, dua leungeuna ngaluarkeun cahaya beureum hurung jiga seuneu. Ditojokeun ka Amar, cahaya beureum lempeng nyamber kana dada Amar, rikat ditahan ku Alqur'an, cahaya beureum malikan ka Sari, keuna pisan ka palebah panonna. Sari ngagoak kanyenyerian bari ampun-ampunan, nungkup beungeutna ku dua leungeun. Kasempetan keur Amar pikeun ngalumpuhkeun Sari, gap kana haur koneng leutik nu geus dibekel ti anggalna, bari maca ayat kursi sababaraha balikan, haur koneng ditanclebkeun kana jajantung Sari.

Sari ngajerit, tina bahamna kaluar getih, Sari geus ampir jadi manusa, ngan kaburu datang Amar jeung Ipah nu ngahalangan. Rumpuyuk nyuuh bari leungeun nyepengan dadana, ceurik ngageuri menta disampurnakeun.

"Ampun! Kaula menta dicabut ieu haur koneng! Nyeri lain jijieunan!" Ceuk Sari.

Amar teu galideur, nyaho kana ekol Sari, mun dicabut bakal ngageleber ngudag Wiwin jeung indung bapana. Haur koneng lain hiji-hijina nu nanceb dina jajantung Sari. Nu jadi sasaran teh emun-emunan Sari, leungeun Amar ngulangkeun haur koneng rek ditancebkeun, ngan leungeuna ditewak ku Sari.

"Wayahna, mun hayang kaula binasa, anjeun ge kudu binasa! Rasakeun!" Leungeun Amar nu keur nyepeng haur koneng diteueulkeun kana jajantung Amar, bres! Bres! Ka dua kalina nanceb dina jajantung Amar. 

"Setan laknatulloh! Allohu Akbar, laa ilaahailalloh!" Amar nahan nyeri dina dadana, haur koneng kari hiji deui. Keur dadaligdeugan, gancang ditancebkeun deui kana palebah dada Sari nu sabeulah deui.

"Ampuuuunn!" Sari ngagoak, awakna hurung jiga nu kaduruk, melesat ka awang-awang, beledag! Ngabeledag di luhur langit, awakna ancur jadi lebu! 

Amar tanggah bari seuri leutik, "Allhamdulillah!"

*

"Geus paheut nya, saminggu di Mamah, saminggu di Bapa! Kudu saimbang!" Ceuk Ipah ka Wiwin.

Wiwin seuri bungah, "iraha barengna atuh tiluan?" 

Ipah  jeung Didin silih reret.

"InsyaAlloh engke ge bakal tiluan!" Amar nyelengkeung ti tukangeun Ipah

"Muhun Pa Ustad, nitip pun anak! Abdi mah yakin kana kanyaah Pa Ustad! Abdi ngan mung tiasa jajap pangdu'a" Didin seuri maur, cipanon nyalangkrung.

"Ulah kitu Kang! Urang babarengan mikanyaah ka Wiwin, kalah kumaha ge Akang bapa tegesna nu baris ngawalian!" Ceuk Amar bari maledogkeun paneuteupna ka Wiwin.

"Jang Ustad, pa amil tos ngantosan!" Bah Rukma norojol ti jero imah.

Amar unggeuk, dianteur ku paneuteup Didin, nungtun Wiwin ka jero imah nuturkeun Ipah nu geus teu sabar rek dirapalan. 

Disaksian ku urang lembur, Amar jeung Ipah paheut ngarumah tangga. Geuning sagoreng-gorengna manusa nu lamokot ku dosa, mun geus ngalakonan tobat, tangtu boga kasempetan keur ngomean dirina sangkan teu milampah dosa pikeun mapag kabagjaan tur aya dina karidoan Gusti Nu Maha Suci. Mungguh Alloh mah lautan hampura, jeung salalawasna narima tobat ti umatna nu keyeng ngudag bagja dunya aherat.

Artikel keren lainnya:

Kumpulan Pantun Anak (Suka Cita, Sedih dan Nasihat)

Kumpulan Pantun Anak | Contoh Pantun Anak
Pantun anak adalah pantun yang isinya berkaitan dengan masalah anak-anak yang biasanya menggambarkan suka cita atau duka cita yang dialami anak. Namun, kadang juga berisi nasihat-nasihat untuk anak agar rajin belajar dan menjadi anak yang baik.
Ilustrasi: Anak SD
• Pantun anak tentang bahagia

Pantun anak suka cita biasanya berisi tentang bagaimana suka citanya anak ketika bertemu orang tua, bermain dengan teman atau mendapat hadiah dari orang lain.

Elok rupanya si kumbang jati
Dibawa itik pulang petang
Tidak terkata besar hati
Melihat ibu sudah datang

Burung merpati burung dara
Terbang tinggi jauh melanglang
Hati ini amat gembira
Sebentar lagi ayah pulang

Burung dara terbang melanglang
Hinggapnya di pucuk dedahanan
Setiap kali ayah pulang
Selalu saja ada makanan

Kolang kaling es kelapa
Campur sedikit air nira
Ayah pulang bawa apa
Ayah pulang bawa gembira

Rajut kain dengan benang
Rajutnya dengan putri dayang
Ayah pulang hati senang
Wajah ibu juga riang

Burung merpati burung dara
Terbang menuju angkasa luas
Hati siapa takkan gembira
Karena aku telah naik kelas

Sapi putih tarik pedati
Pedatinya bergoyang-goyang
Ayah selalu baik hati
Aku ditimang aku disayang

Benih padi sedang ditebar
Burung mematuk sedang dikejar
Ayahku memang sangat penyabar
Jadilah aku suka belajar

Jika petang suasana sepi
Hanya angin yang menderu
Ada juga karapan sapi
Sapi balapan tambah seru

Menanam pinang rapat-rapat
Jangan dicabut dengan tangan
Larinya sapi amat cepat
Penunggang jatuh di kubangan

Angin meniup pohon ilalang
Berkicaulah burung kutilang
Ayo teman kita berpetualang
Ayo kita jadi si bolang

Hujan turun belum reda
Airnya rembes dari talang
Berpetualang selagi muda
Hati bebas seperti elang

Sudah tinggi pohon enau
Sudah terbang burung pelikan
Berpetualang ke sisi danau
Berenang gembira dengan ikan

Harum sekali mangga kueni
Petik langsung dari dahan
Teman-teman semua berani
Loncat ke danau basah-basahan

• Pantun anak sedih

Pantun anak tentang duka cita adalah pantun yang menceritakan ekspresi anak ketika bersedih hati, baik karena ditinggal oleh orang tuanya atau kehilangan sesuatu.

Waktu sore turun hujan
Anak petani menanam bawang
Hendak hati ingin jajan
Sayang aku tak punya uang

Asam rasanya buah sirsak
Walau asam jangan dibuang
Sepatu sekolahku sudah rusak
Beli yang baru tak ada uang

Ikan gabus ikan betutu
Jatuh satu di tengah jalan
Menangis duduk di pintu
Melihat ayah pergi berjalan

Sungai kecil banyak batu
Airnya segar seperti perigi
Aku ini yatim piatu
Ayah tak ada ibu pun pergi

Sangat harum mangga kueni
Makan satu dengan pepaya
Alangkah sedihnya nasibku ini
Dibandingkan anak orang kaya

Hujan kecil turun gerimis
Kancil masuk ke dalam goa
Bila malam aku menangis
Kepada Allah panjatkan doa

Masak air hingga mendidih
Masak gulai dalam kuali
Hati ini jadi sedih
Ibu pergi Ayah tak peduli

Burung elang turun ke rawa
Rawa Pening di pulau Jawa
Sungguh lucu kakek tertawa
Karena giginya tinggal dua

Pulau Bintang pula Buru
Jangan lupa pula Jawa
Pergi sekolah buru-buru
Sampai lupa pakai celana

Memetik manggis di kota Kedu
Membeli tebu uangnya hilang
Menangis adik tersedu-sedu
Mencari ibu belum juga pulang

• Pantun nasihat untuk anak

Kumpulan pantun untuk menasihati anak agar senantiasa rajin dalam menuntut ilmu, berbakti kepada orang tua dan saling menghargai sesama teman.

Tamasya ke kota Bogor
Jangan lupa ke Kebun Raya
Meski kau sudah tersohor
Jangan lupakan ayah bunda

Buat apa berbaju batik
Kalau tidak pake selendang
Buat apa berwajah cantik
Kalau tidak mau sembahyang

Banyak orang membuat ketupat
Dipakai nanti di hari lebaran
Carilah ilmu sampai dapat
Jangan sampai putus harapan

Jadi pengantin karena jodoh
Wajah dirias cantik jelita
Jangan sampai jadi bodoh
Tak mengerti apa-apa

Hati-hati saat melangkah
Kalau jatuh nanti payah
Kalau ingin hidup berkah
Hormati olehmu ibu dan ayah

Ke luar kota menjual tabung
Tabung dijual lalu dibeli lagi
Jangan lupa rajin menabung
Agar kau kelak tidak merugi

Nelayan laut menjual Tuna
Terjual banyak tidak terkira
Jika hati teman gundah gulana
Dihibur saja agar riang gembira

Buah kenari dan buah mangga
Di dalam karung ada sepuluh
Agar orang tuamu bangga
Jadilah kamu anak penurut

Mainan baru membuncah hati
Mainan rusak adik tangisi
Berilmu itu harus rendah hati
Semakin merunduk tanda kau berisi

Makan soto ditambah kecap
Sambil melamun dan mereka-reka
Selalu hati-hati dalam berucap
Agar hati orang tidak terluka

Burung nuri di dalam sangkar
Sangkar dibuat dari bambu
Tidak baik sering bertengkar
Kalah menang jadi abu

Pakai payung dikala hujan
Kena baju pastilah basah
Kalau ingin lulus ujian
rajin belajar pantang menyerah

Pergi ke pasar membeli gitar
Membeli gitar di toko depan
Rajin-rajinlah belajar
Bermanfaat bagi masa depan

Artikel keren lainnya:

Teks Lirik Saweran Sunda Untuk Khitan

Teks saweran sunat | Lirik sawer khitan
Khitan (sunat) dalam bahasa Sunda disebut dengan nyepitan atau ngeuerut untuk anak laki-laki dan disebut gusaran untuk anak perempuan. Biasanya dalam tradisi adat Sunda ada sawer ketika hajat khitanan atau gusaran. Fungsi sawer adalah sebagai nasihat atau wejangan bagi anak yang dikhitan dan juga bagi kedua orang tuanya.
Khitan Vektor
Berikut contoh teks untuk saweran pengantin sunat dalam bahasa Sunda. Semoga bermnafaat:

Kalayan asma Pangéran
Nu Maha Asih tur Héman
ayeuna badé ngawitan
nyawér anu disepitan

Sami-sami ngahadiran
muga-muga janten jalan
mukakeun jalan pikiran
hingga caang narawangan

Para sadérék sadaya
istri-pameget nu mulya
nyepitan jiga teu pira
loba jalma nu mokaha

Padahal mun dilenyepan
ku pikiran anu tenang
ieu téh tos janten korban
kuat nahan ti Pangéran

Ibuna sareng ramana
nyaahna kabina-bina
ka anu janten putrana
dijaga sapapanjangna 

Ti barang gubrag ka dunya
dipangga didama-dama
diperhatikeun biangna
dijaga sapapanjangna

Mun reungit euntreup ka budak
énggal ibu gugah cengkat
reungit énggalna ditepak
bari diusap ku wedak

Sang ibu tibra kulemna
budak nangis ngagandéngan
énggal dirampa putrana
da bisi baseuh imbitna

Mun baseuh énggal diganti
ku nu garing ati-ati
tos bérés disimpen deui
kana tempat anu tadi

Ningal kanyaah ibuna
ka putra nu saéstuna
nya kitu deui ramana
sami-sami euweuh béntenna

Barang nincak dua taun
malar ibu ramana bingung
hariwangna teu kalangkung
soalna parantos umum

Budak kedah disepitan
bari hajat sukan-sukan
sakapeung sok raraméan
pésta bari peupeuncitan

Sanajan anu teu boga
tapi sok saaya-aya
dahar ngumpul jeung baraya
ngondangan para tatangga

Putra anu dipusti-pusti
anak lalaki ngan hiji
dipotong harita pasti
motongna manggil paraji

Budak ceurik jejeritan
nyerieun antep-antepan
getih banjir na lahunan
ngan saukur diupahan

Ibu-rama ngawas-ngawas
ka putra anu dipiwelas
harita dugi ka iklas
henteu risi henteu reuwas

Nu puguh mah sabalikna
bungahna kabina-bina
lantaran atos laksana
nyunat nu janten putrana

cobi ayeuna lenyepan
ku kaom nu ngaku Islam
nu parantos disepitan
nganggo pésta sukan-sukan

Maké jeung ungked-ungkedan
samak hayoh diciuman
da ganjaran pamohalan
ngagubrag kana lahunan

Hirup mah cenah da gampang
entong maké halal haram
nu datangna sambarangan
ngahalangan kamajuan

Agama dianggap satru
sabab ngahalangan napsu
nu jahat ngalajur napsu
taya bédana jeung asu

Asal dahar jeung pakéan
nu jadi poko pikiran
hirup henteu jeung aturan
sungkan di hukum ugeran

Rarasaan téh rék lana
hirup bakal salawasna
hirup mo aya tungtungna
padahal aya anggeusna

Singhoréng téh geuning awak
lamun ningal eunteung nyeblak
reuwas haté geuning ruksak
padahal teu ningal wedak

Dihantem diawas-awas
rambut hideung jadi bodas
waos anu bodas nyacas
sadayana ogé laas

Kulit nu héjo carulang
naha ayeuna bet belang
kokoloteun narumpangan
dina raray ngagaralang

Pangambung kuwung-kuwungan
bet jiga nu ngarényohan
panangan kaya gondéwa
ayeuna teu walakaya

Soca nu cureuleuk méncrang
ayeuna cahyana kurang
ningal ogé ramang-ramang
siga aya nu ngahalangan

Para sadérék miarsa
mun enya urang kawasa
pasti moal péot bisa
nu datangna teu karasa

Najan dokter tur Éropa
teu sanggup nambahan nyawa
sangkan hirup urang lana
di dunya sakawasana

Najan tukang jamu wétan
bari nambah kakuatan
malihara kangoraan
ahirna mah kawalahan

Sabab umurna ngolotan
panyakit bet dararatang
boson bésér batuk rejang
badan kurang kakuatan

Teu cara waktu keur ngora
tihothat néangan dunya
Sieun hirup henteu lana
poho ka anu Kawasa

Padahal waktu tipuan
ka urang teu ngabélaan
najan urang jejeritan
dina waktu moal datang

Gedong sawah jeung tegalan
ngan ukur ngaléléwéan
urang balik ngan sorangan
euweuh nu ngabaturan

Carogé anu micinta
ngan ukur hujan cimata
indung-bapa sareng putra
euweuh nu miroséa

Ngan amal anu nuturkeun
henteu daék ditinggalkeun
nu saéna pibatureun
nu salahna nyilakakeun

Tah ieu sawér nyepitan
muga ngajantenkeun jalan
ka anu geus jaranggotan
pamugi ulah élodan

Jeung urang téh tos disunat
ibu rama atos hajat
kawin gé maca sahadat
ana kitu kadé lepat

Éta téh papgon Islam
nyata hukum ti Pangéran
kari-kari dipilihan
néangan nu hampang gampang

Mun kitu taya gunana
sunatna jeung sahadatna
malahan tambah dosana
Islam sakadar ngaranna

Panutup urang ngado'a
ka Pangéran anu Mulya
murangkalih sing waluya
dirahmat ku Nu Kawasa

Sing janten hiji pamuda
pamuda harepan bangsa

Artikel keren lainnya: